Rena Agnesia merasa sial saat tertimpa musibah, namun takdir itu mengantarkannya bertemu Jojo Ariando, pangeran tampan yang membuat hatinya meleleh.
Rena menjalin cinta jarak jauh dengan Jojo, seorang pria tampan nan dingin yang dikelilingi banyak wanita karena talentanya dalam pengobatan herbal.
Akankah mereka bersatu setelah konflik yang terus menghalangi cinta mereka? Mampukah Jojo memantapkan pilihan hati ke sosok Rena Agnesia di saat seorang rival berat hadir membayangi?
Saksikan romansa mereka hingga puncak manis yang didamba setiap insan di dunia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mardi Raharjo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Kepergok
Pagi itu, Jojo pulang lebih awal dari jadwal. Bermaksud memberi kejutan, ia meluncur ke kota Liman.
"Ay, aku pulang", gumam Jojo sembari melihat sebuah cincin perak berukir namanya dan Rena di dalam kotak merah.
Segera, Jojo berangkat bersama timnya. Hanya menempuh sekira 90 menit, mereka sudah memasuki wilayah kota Liman.
Saat mobil yang dinaiki Jojo berjarak sekira 2 km dari rumahnya, ia melihat Rena keluar dari mobil putih bersama seorang pria di depan sebuah kafe. Nampak alis Jojo mengerut karena memang tidak kenal dengan Abdul, pemilik salon tempat Rena bekerja. Karena ingin positif thinking, Jojo pun berinisiatif menelepon calon tunangannya itu.
Saat Rena tengah berbincang ringan sembari menunggu pesanannya datang, ponsel gadis itu berdering. Segera, Rena melihat id penelepon dan bergegas menerima panggilan itu.
"Hai dear", nampak suara Rena begitu bahagia mendapat telepon dari Jojo. Abdul pun berhenti berbicara, ingin mencuri dengar pembicaraan mereka.
Rena melihat ke arah Abdul dan menundukkan wajah sedikit sebagai isyarat izin pergi, kemudian berjalan ke bawah pohon, tak ingin pembicaraannya dikuping oleh Abdul.
"Kamu di mana Ay?", tanya Jojo tak biasanya yang selalu membalas sapaan Rena terlebih dahulu meski sebatas 'hm'.
"Aku", ucap Rena dijeda sebentar. Ia memandang ke arah Abdul yang juga melihatnya dengan mimik penasaran.
"Aku di kafe Roley", Rena mengatakan yang sebenarnya.
"Sendirian?", Jojo ingin memastikan kejujuran Rena.
"Aku, sekarang sendirian. Em, tadi ke sini dengan pak Abdul, pemilik salon", ujar Rena mencoba jujur.
"O, ya sudah", ujar Jojo sembari mematikan panggilan tanpa menunggu jawaban Rena. Entah kenapa hatinya terasa panas meski Rena berkata jujur. Ia pun mengurungkan niatnya untuk mengatakan rencananya meminang Rena hari ini..
Rena melihat ke layar ponselnya dan mengerutkan kening.
"Ada apa dengan dia? Apa dia melihatku ke sini dengan Abdul?", batin Rena, seraya berjalan gontai sembari memasukkan ponselnya ke dalam totebag. Nampak wajahnya kehilangan mood makan.
"Itu, siapa?", tanya Abdul yang penasaran setelah melihat wajah Rena yang terlihat jelas murung.
"Oh, itu, teman pak", Rena masih belum siap mengeskpos hubungan mereka.
"Teman spesial?", Abdul mencoba mengorek kebenaran.
"Spesial? Ya, bisa disebut begitu", ujar Rena. Meski menutupi hubungan mereka, Rena juga ingin Abdul berhenti mengejarnya.
"Siapa namanya?", Abdul bertanya sembari mengamati ekspresi wajah Rena.
"Namanya, Ari", jawab Rena setengah berbohong. Ia mengambil suku kata tengah dari Jojo Ariando.
"Ari? Pacar ke berapa? Bukannya namanya Jojo ya?", cecar Abdul, merasa ada sesuatu yang disembunyikan Rena, meski tidak berbohong. Sebagai perintis usaha, ia bisa sedikit membaca kebohongan atau penyimpangan dari perkataan seseorang.
"Ah, Jo, Jojo?", Rena tidak tahu, kapan dirinya keceplosan mengatakan bahwa nama pacarnya adalah Jojo.
"Apa Tini yang memberitahu pak Abdul?", batin Rena.
"Na, Rena", panggil Abdul dengan melambaikan tangan di depan wajah Rena yang melamun.
"Oh, iya pak. Kenapa?", ucap Rena yang baru sadar dari lamunannya.
"Nama pacar kamu Jojo atau Ari, atau ada yang lain lagi?", Abdul mengulangi pertanyaannya.
"Em, Ari pak. Sudah lah pak, tidak penting juga", ucap Rena sembari cepat-cepat memakan es krim coklat mede miliknya yang telah diantarkan.
"Pelan-pelan Na, kafenya belum mau tutup ini", ujar Abdul yang menebak bahwa setelah ini pasti dia mau segera diantar pulang.
"Oh, em, ini karena eskrim ini enak pak", Rena mencari alasan.
"Justru karena enak, nikmatinya pelan-pelan Na", ujar Abdul tak mudah dibohongi.
"Em, nanti kalau mencair sudah kurang enak pak", nampak Rena sangat ahli mencari alasan.
Abdul hanya tersenyum dan menggelengkan kepala. Ia senang bisa berkencan dengan Rena namun ia tahu bahwa Rena terpaksa menuruti keinginannya karena status dia sebagai pegawainya dan alasan restok barang.