Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7 ACARA PENTING
Para wajah-wajah orang kaya, berkumpul di sebuah ruangan outdoor. Tampak para wajah orang berduit, sedang saling mengobrol. Pakaian mewah dan juga accecories gemerlap menambah kesan mengkilau dibanding lampu-lampu yang ada.
Tawa mereka terdengar renyah, seperti habis menang jackpout. Tak ada sedikitpun kegundahan di hidup yang mereka rasakan. Berbeda dengan pria paruh baya yang terduduk dengan rasa cemas di dalam hatinya.
"Hey, Marshel!" Ia dikagetkan oleh sosok pria yang sangat familiar. Dia adalah teman semasa sekolah yang juga berhasil sukses dengan segala bisnis yang digeluti. Tapi kekayaannya masih kalah jauh dibanding dirinya.
"Kau baru datang?" tanya Marshel. Pria itu tersenyum dan mengambil duduk di sebelahnya.
"Sudah sejak tadi. Tapi aku tadi ketemu rekan kerja dan mengobrol sebentar. Tujuanku kesini ya ingin bertemu kamu, Bro!" ujarnya sembari tertawa.
"Apa yang ingin kamu ketahui tentang diriku? Kita sudah sama-sama berumur. Kalau membicarakan soal wanita, sepertinya kamu salah orang," sindirnya dengan senyum mengejek.
"Hey, apa pernah aku bertanya tentang wanita denganmu? Aku tahu kamu pria yang setia. Yang ingin aku tahu adalah soal kesuksesan kamu sekarang. Aku iri!" ucap temannya itu dengan jujur.
"Kamu jangan serakah! Syukuri saja apa yang sudah kamu dapatkan sekarang," tutur Marshel.
Temannya itu hanya mengangguk. Segelas air berwarna merah ia teguk dengan kasar. "Dimana Larissa? Kamu tidak mengajaknya?"
"Dia sedang tidak enak badan," jawab Marshel. "David!" Ia melihat putranya yang baru datang, ia lekas memanggilnya untuk mendekat.
Seorang wanita disebelah putranya tampak sangat cantik. Karina datang mengenakan dress hitam panjang dengan belahan paha yang seksi. Anting panjang yang dikenakan juga menambah kesan elegan. Penampilannya kali ini terlihat sangat mahal, sekelas istri seorang pengusaha kaya raya.
"Papa, apa kabar?" sapa Karina.
"Baik, Karina. Duduklah." Sebenarnya Marshel tak pernah mempermasalahkan hubungan putranya dengan Karina. Ia setuju-setuju saja, selagi putranya bahagia.
Saat melihat David datang bersama Karina, hati Temmy mendadak sakit. Entah kenapa melihat pasangan tersebut, hatinya tak rela. David hanya tersenyum singkat dengan Temmy yang sedari tadi melihat ke arahnya.
"Maafkan Ayah, Vania."
Temmy kini sangat merasa bersalah dengan putrinya. Atas keegoisannya dirinya, putrinya harus menjadi istri kedua. Entah putrinya nanti akan bahagia atau sengsara, ia tidak tahu. Tapi semuanya sudah terjadi, tak bisa ia menarik kembali putrinya. Putrinya sudah masuk menjadi anggota keluarga Marshel Group.
Wajah cantik Karina menyita perhatian seluruh tamu undangan. Mereka seakan terpesona dengan kecantikan dan keseksian Karina. Kulitnya putih mulus dan memiliki senyum yang indah. Hidung mancung dan juga mata yang cantik.
"Ini kesempatan buat kamu, David. Di sini banyak pengusaha ternama, kamu bisa berkenalan dengan mereka dan melakukan kerjasama. Kamu masih butuh banyak client untuk perkembangan perusahaan." Marshel memang dari dulu selalu mengajarkan kemandirian untuk David, ia hanya sekali saja membantu David saat mulai merintis usahanya. Ia berikan modal dan beberapa strategi. Selanjutnya David yang berusaha sendiri. Marshel hanya sesekali mengontrolnya.
"Iya, Pa." David mengerti dan ijin untuk menemui para pengusaha yang ia kenal. Dan merambat untuk berkenalan dengan teman-teman yang lainnya.
"Kamu akan disini berapa lama, Karina?" tanya Marshel sembari mencicipi makanan yang ada.
"Tidak lama, Pa. Karina sedang banyak pekerjaan di sana. Restoran Karina sedang ramai dan akan upgrade menu. Juga beberapa usaha yang lain, Karina harus selalu mengontrolnya sendiri." Dia memang wanita yang pekerja keras. Walaupun dia sudah yatim piatu, tapi ia tak mau menggunakan seluruh warisan yang ada untuk bersenang-senang. Ia tetap melanjutkan beberapa usaha yang sudah lebih dulu dijalani mendiang orang tuanya. Walaupun ada sanak keluarga di sana yang membantu, tapi ia tak mau lepas tangan.
"Soal David, Papa—"
"Gak apa-apa, Pa. Aku lebih tahu David dan mengerti soal mama Larissa. Karina gak apa-apa. Karna selagi David masih mencintai Karina, Karina tidak masalah." Ia lekas memotong ucapan Papa mertuanya, karna ia tahu bahwa Marshel akan membahas soal pernikahan kedua David. Jujur saja hingga detik ini masih ada perasaan tak rela, tapi ia tak bisa berbuat banyak. Ia pernah memberi saran untuk suaminya agar membuka usaha di luar negeri saja biar satu negara dengannya, jadi mereka bisa sama-sama terus. Tapi David masih mempertimbangkan itu.
Karina juga tidak tahu jika orang tuanya akan meninggalkannya secepat itu. Dan ia yang merupakan anak tunggal, yang mau tidak mau yang akan meneruskan usaha orang tuanya.
***
Suara jam berdetik menemani kesunyiannya di dalam kamar. Seorang wanita menatap kosong ruang kamarnya. Ada perasaan takut dan juga cemas. Ia semakin hari semakin tidak nyaman.
"Aku ingin pulang ......." Ia akhirnya menumpahkan tangisannya. Sudah sejak pagi hari, ia hanya diam di dalam kamar. Bahkan Andin dan Rara tidak kelihatan batang hidungnya. Yang datang ke kamarnya malah pelayan baru. "Sebenarnya aku ini siapa di sini?" Vania mulai menerka-nerka tentang statusnya yang tidak jelas. Suaminya pun tidak datang ke kamarnya atau pun menampakkan wajahnya sedikit pun.
"Ayah, tolong Vania ..." Suaranya terdengar serak sehabis menangis.
Temmy langsung menjauh dari Marshel saat mengangkat telfon dari putrinya.
"Ada apa, Vania? Ayah sedang menemani tuan Marshel ke sebuah acara yang penting. Tulis pesan saja nanti Ayah baca." Temmy langsung mematikan sambungan teleponnya dan buru-buru kembali. Ia takut jika Marshel butuh sesuatu atau memerintahkan sesuatu tapi dirinya tidak ada.
Vania melemparkan ponselnya begitu saja. Ia merasa kesal dengan jawaban sang ayah. Beliau seperti tidak berpihak padanya. Lagi-lagi lebih mementingkan bosnya.
"Nyonya, tolong buka pintunya." Suara pelayan terdengar. Sebenarnya ia malas untuk membuka pintu, tapi karna penasaran akhirnya ia turun dari ranjang dan membuka pintu dengan wajah kesalnya.
"Ada a—" Suaranya tercekat di tenggorokan saat yang ia lihat di depan pintu bukanlah pelayan.
"Belum tidur?" Tiba-tiba David ada di hadapannya. Ia langsung menyelonong masuk dan menutup pintunya.
"Ka-kamu kemana aja?" Entah kenapa wajahnya berubah sumringah saat melihat suaminya. Dia menatap suaminya dari samping, betapa tampan dan berkharismanya saat ini.
"Aku sibuk akhir-akhir ini. Aku bolak balik ke luar kota. Jika mama Rissa menghubungimu jangan katakan yang tidak-tidak. Bilang saja aku tetap memperhatikanmu. Apa kamu paham?" Ia berbalik dan menatap kedua manik mata istri keduanya. Hanya sebentar ia menatapnya, tapi jantungnya seketika berdegup kencang tak seperti biasanya.
"Aku harus berbohong?" Vania balik menatapnya tapi David langsung membuang muka kesembarang arah.
"Berbohong apa? Aku memang sibuk. Aku—"
"Sebentar, aku ingin bertanya. Aku merasa aneh. Pertama kenapa jendela dipalang seperti ini? Lalu kedua, kenapa aku tidak boleh turun ke bawah dengan alasan yang tidak masuk akal karna akan ada perbaikan atau renovasi. Dan ketiga, kenapa kamar kita sepertinya berbeda? Kita tidak satu kamar?" Vania mengeluarkan segala unek-uneknya dan berharap mendapat jawaban atas segala kebingungannya.