Kinan hanyalah gadis biasa, dirinya mengadu nasib pergi ke kota bersama temannya setelah mendapatkan informasi kalau ada yang membutuhkan pekerjaan sebagai asisten rumah tangga, demi kebutuhan dan juga ingin mengurangi beban keluarga Kinan akhirnya pergi ke kota jakarta, Di sana Kinan harus berhadapan dengan Daniel pria tampan yang bahkan tidak pernah terpikirkan dalam hidupnya. Mampukah Kinan bertahan di jakarta atau memilih pulang dan melanjutkan sekolah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon II, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setidaknya Meminta Maaf
Kinan menunduk ketika Daniel datang dan tanpa sadar menggenggam tangan Sinta begitu kuat sampai-sampai Sinta mengerang.
"Kinan sakit?" keluh Sinta, menatap Kinan yang menunduk seperti orang yang ketakutan.
Kenapa Kinan? Kenapa dia seperti ketakutan begitu.
"Gimana ya Kinan, jujur saya ga kasih kamu izin pulang. Saya masih butuh kamu setidaknya sampai saya dapat pengganti kamu dulu." Bunda Tata memberi penjelasan meminta Kinan untuk bersabar. Respon yang di dapat bunda Tata hanya anggukan kecil dari Kinan.
Merasa cukup Sinta dan Kinan pamit untuk ke kamar. Diam-diam Daniel memperhatikan langkah Kinan yang gontai.
Hebat juga dia tidak membuka mulutnya dan memberitahu Tante.
Batin Daniel, langsung acuh dan tidak ingin memperdulikan Kinan yang saat ini menangis karena merasa tertekan.
Bunda Tata menghela napas seketika melirik sang suami dan juga Daniel. "Padahal bunda udah mulai suka sama Kinan, dia kerjanya rajin, anaknya sopan dan ga caper."
"Emang Tante tau?" kata Daniel seolah mengkoreksi, mengingat tantenya itu kan selalu sibuk.
Bunda Tata mengangguk yakin. " Mbak Nii sama mbak Cicah cerita ke Tante."
.
"Kan kata aku juga apa, bunda ga akan kasih izin,"
"Tapi aku pengen pulang Sin, aku kangen mama." Kinan tersedu seperti anak kecil. Merengek di samping Sinta yang mana sibuk dengan ponselnya.
"Kan kata bunda tapi bilang apa? Tunggu satu Minggu lagi, cuma tujuh hari."
Kinan tidak menyahut, dirinya masih sibuk menangis yang mana membuat Sinta berbaring untuk mengalihkan kekesalannya, Kinan seperti anak kecil. Pikir Sinta.
.
Pagi harinya, Kinan berbenah seperti biasa, wajahnya masih terlihat murung dan ketakutan. Hati-hati menyapu area depan kamar tamu di mana ada Daniel di dalamnya. Sinta sibuk mengurusi keperluan anak-anak. Sedangkan Mbak Nii memasak di dapur. Mbak Cicah sendiri berada di area bawah membiarkan Kinan sendirian di lantai atas. Kinan awalnya menolak tapi mbak Cicah merasa kakinya sakit. Katanya kemarin sepulang dari rumah bunda Tata ia terjatuh alhasil kakinya terkilir beruntung langsung di bawa ke tukang urut.
Kinan mengendap-endap mengepal lantai, berusaha tidak mengeluarkan suara takut Daniel akan bangun dan menarik tubuhnya lagi. Mengingat itu Kinan semakin mempercepat pekerjaannya agar cepat selesai.
Bertahan Kinan hanya 6 hari lagi, Setelah itu kamu bisa pulang dan kembali sekolah.
Krek....
Kinan mematung manakala pegangan pintu kamar tamu terbuka.
Daniel menatap datar kehadiran Kinan yang sibuk membungkuk dengan memegang erat tongkat pelan.
"Kebetulan kamu ada di sini!" Daniel merogoh tas yang di bawanya. Terlihat sudah rapih tidak menampakkan wajah kusut.
Kinan mengingat kalau Daniel akan kembali ke Bandung. Semalam Sinta mengeluh karena pria tampan yang di idamkan nya itu akan pulang.
"Ambil!" Daniel mengulurkan tangan berisi satu lembar kertas ke arah Kinan.
Kinan hanya diam dengan kepala menunduk yang mana membuat Daniel menghela napas jengah.
Jual malah sekali dia.
"Ambil, sebelum ada yang liat." katanya. kakinya melangkah menghampiri Kinan sembari memberikan kertas itu dengan kasar.
Kinan menerima kertas dari tangan Daniel. Menatapnya bingung.
Kertas apa ini. 50 juta
Mata Kinan membulat melihat ada nominal angka di sana.
Melihat respon Kinan, Daniel menyeringai dan menggelengkan kepala, otaknya seolah menilai Kinan gadis yang sudah dirinya bayangkan.
"Itu uang agar kamu tutup mulut, aku rasa itu lebih dari cukup, lupakan malam itu, Pulanglah ke kampung dan jangan kembali ke sini," Setelah mengatakan hal demikian Daniel berjalan pergi meninggalkan Kinan, Daniel bahkan tidak memberi sedikit waktu untuk Kinan mengatakan sesuatu.
Kinan kehabisan kata-kata dirinya di rendahkan, hatinya hancur sangat hancur. Daniel sudah menodainya tapi pergi begitu saja tanpa ada rasa bersalah atau meminta maaf. Kinan hanya menangis dengan masih menatap kertas di tangan.
Kenapa seperti ini, kenapa aku begitu lemah. Dia pergi tapi tidak meminta maaf.
Kinan berbalik bersiap mengejar Daniel, akan tetapi di waktu bersamaan. Pintu kamar anak-anak terbuka kepala Sinta menyembul membuat langkah Kinan terhenti.
"Kinan sini, bantu aku."
.
Hari demi hari Kinan lalui, dirinya mulai tenang dan kembali bersemangat menjalani sisa masa kerjanya mengingat sekarang Daniel sudah meninggalkan rumah bunda Tata.
Terhitung tinggal dua hari hari lagi dirinya akan pulang ke kampung, tapi bunda Tata mengeluh belum menemukan orang yang akan menggantikan posisi Kinan nanti. Kembali Sinta diminta Bunda untuk mencari pengganti Kinan, Sinta kebingungan karena di kampung sebagain teman-teman dan anak tetangganya masih bersekolah dan juga masih merantau, tapi Sinta tidak pantang menyerahnya.
.
Bandung....
Di tengah hiruk-pikuk kota Bandung nampak Rumah besar bercat putih dan berpagar hitam terlihat sepi, di sekelilingnya terlihat pohon besar dan tanaman yang tengah di rawat si tukang kebun, pemandangannya terasa asri sejauh mata memandang. Terlihat kalau si pemilik rumah senang akan alam.
Di belakang rumah ada area Gazebo di mana tengah di singgahi satu laki-laki tampan yang asik menikmati sejuknya udara pagi.
Matanya terpejam manja. Burung-burung berkicau seolah menggoda, Tapi mata itu terus saja terpejam, rupanya ia tengah merenung tentang banyak hal.
"Sarah, Sarah, tega kamu," gumam si pria. Pikirannya kembali mengingat kejadian kala itu hari di mana dirinya memergoki sang kekasih berduaan di club bersama temannya Daren.
"Aku kurang apa sama kamu, selama ini aku udah setia, tapi kamu malah selingkuh."
Setelah kejadian itu Daniel enggan menemui Sarah, Dirinya akan menemui Sarah jika hatinya sudah tenang, untuk saat ini Daniel masih di bayangi rasa marah dan kecewa.
Tadinya aku ingin membangun masa depan sama kamu Sarah, tapi kamu-
"Kak," Dari arah samping terdengar suara lembut. Daniel mendongak.
"Kenapa Bun?" Tanya Daniel menatap sang Bunda yang tengah berdiri di dekat kolam.
"Ada Sarah," Senyum Bu Tari mengembang merasa bangga karena anak laki-lakinya di datangi seorang perempuan yang dirinya sudah tau itu pacar Daniel.
Mendengar itu Daniel murung alih-alih kegirangan.
"Cepetan temuin, Bunda masuk dulu." Bu Tari berlalu pergi meninggalkan Daniel yang masih diam. Tapi diam saja tidak ada gunanya.
.
Di teras depan. Sarah duduk seorang diri dengan anggunnya. Sebenarnya Bu Tari meminta Sarah untuk masuk tapi Sarah menolak katanya malu dan memilih menunggu di luar saja.
"Segar juga ternyata, kalau nanti nikah sama Daniel aku mau tinggal di bandung aja ah." Sarah berbicara sendirian begitu girang membayangkan bisa hidup bersama Daniel mana laki-laki tampan itu baru saja datang.
Buru-buru Sarah bangkit dan memeluk Daniel tanpa merasa malu. Keadaan teras nampak sepi jadi Sarah bisa sedikit leluasa.
"Sayang aku kangen, kamu kok pulang ke sini ga bilang aku? Maaf ya aku datang." ucap Sarah manja, semakin erat memeluk Daniel.
Kemarahan Daniel yang masih memuncak segera melepaskan pelukan Sarah yang mana membuat Sarah terkejut.
"Kenapa sayang? Kamu marah ya aku datang?"
Daniel menyeringai merasa jengah melihat tingkah Sarah, dirinya bertingkah seolah baik-baik saja.
"Mending kamu pulang dan jangan temui aku lagi, aku mau putus sama kamu."
Mendengar itu Sarah mematung. "Apa salahku? Tiba-tiba aja kamu minta putus?" Sarah meminta jawaban dengan derai air mata.
"Katakan dengan jujur, ada hubungan apa kamu sama Daren?"
Dada Sarah terasa sesak mendengar kalimat yang baru saja di lontarkan Daniel, bibirnya kelu seolah sulit untuk terbuka.
"Lihat kamu bahkan diam, itu artinya benar kamu sama Daren punya hubungan." Daniel merasa muak dirinya pergi meninggalkan Sarah masuk kedalam rumah.
"Daniel, Daniel, kamu dengar dulu penjelasan aku, buka pintunya Daniel." Sarah terus mengetuk pintu yang di kunci menangisi Daniel yang tidak mau mendengarkan penjelasan darinya.
"Jangan di buka pintunya." titah Daniel kepada salah satu pembantu yang kebetulan ada di sana.
"Semua wanita sama saja, sama."