Mikayla adalah Perawat Gigi. Ia telah dikhianati oleh pacarnya sendiri yang berselingkuh dengan teman seangkatan perawat. Pacarnya adalah seorang anggota Polri. Namun cintanya kandas menjelang 2 tahun sebelum pernikahannya. Namun ia mengakhiri hubungan dengan pacarnya yang bernama Zaki. Namun disamping itu ia ternyata telah dijodohkan oleh sepupunya yang juga menjadi anggota Polri. Apakah ia akan terus memperjuangkan cintanya dan kembali kepada Zaki, atau lebih memilih menikah dengan sepupunya?
ikuti kisah selanjutnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keluarga Panik
(Zaki: Sayang, Bang Ali sakit. Sekarang dirawat di Rumah Sakit)
Zaki mengirim pesan kepada kekasihnya Mika. Namun belum ada respon sama sekali dari Mika.
Kemudian ia segera mengirim pesan untuk orang tua Ali yang masih berada di Bandung.
(Zaki: Assalamu’alaikum Tante, Zaki ingin memberitahukan bahwa Ali sedang sakit, dan kini sedang dirawat di Rumah Sakit)
Sembari menunggu balasan, Zaki masih saja ditemani oleh Danu dan Indra dengan setia.
“Bro, kalian kalau mau pulang, pulang saja. Biar Gue yang jaga Ali disini.” Ucap Zaki menyuruh teman-temannya untuk kembali pulang.
Hari sudah hampir malam, baru saja berkumandang suara adzan maghrib menggema.
“Belum ada balasan bro dari orang tua Ali?” Danu bertanya dengan sesekali melihat jam tangan di pergelangan tangannya tersebut.
“Belum ada nih, mungkin mereka masih sholat maghrib.” Jawab Zaki.
“Ya sudah, kita tunggu saja sambil kita sholat maghrib dulu di Masjid.” Ajak Indra yang segera berdiri.
Zaki mengangguk dan berjalan kearah masjid untuk segera melaksanakan sholat maghrib, diikuti Indra dan Danu yang berjalan mengekorinya.
Ketika mereka telah menyelesaikan sholat maghrib, dan hendak memakai sepatu. Tiba-tiba ponsel Zaki berdering tanda ada panggilan masuk.
Ia segera melihat pada layar benda pipihnya itu.
Panggilan dari Tante Dian.
“Hallo Assalamu’alaikum, tante Dian.”
“Wa’alaikumsalam, Zaki. Bagaimana keadaan Ali sekarang?” tanggapan Tante Dian dari suara diseberang.
“Ali harus dilakukan perawatan intensif tante, dokter sedang melakukan observasi, dan akan dilakukan tes darah.”
“Ya ampun, kenapa bisa seperti itu Zaki? Kemarin saat tante sebelum berangkat ke Bandung, Ali masih sehat-sehat saja.”
“Zaki kurang tahu, Tante. Menurut info dari dokter, sepertinya Ali kelelahan dan sedikit ada infeksi pada bagian lambung.”
“Ya Allah, insya Allah besok tante dan om Omar akan pulang ke Jakarta. Tante mohon tolong jaga Ali ya Zaki, selama tante dan om belum kembali ke Jakarta.” Pinta Tante Dian kepada Zaki yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri.
“Baik, Tante.”
Kemudian panggilan terputus. Dan saat Zaki melihat kembali layar ponsel nya, sudah ada pesan masuk dari Mika.
(Mika: Sejak kapan Bang Ali sakitnya, Ay?)
(Zaki: Sejak kemarin, Sayang. Kemarin Bang Ali memang sudah pucat wajahnya, dan tidak berselera makan)
(Mika: Ya Ampun, terus bagaimana kondisinya?)
(Zaki: Kondisinya masih belum stabil, Ay. Akan dilakukan tes darah kata dokter.)
(Mika: Kenapa tes darah segala? Memang nya Bang Ali sakit apa?)
(Zaki: Ada infeksi dibagian lambungnya, makanya dokter akan melakukan perawatan intensif dan observasi dulu)
(Mika: Yassalam, aku minta tolong jagain Bang Ali ya, Ay. Tante Dian dan Om Omar belum pulang ke Jakarta, mereka sedang di Bandung)
(Zaki: Iya santai aja, Sayang. tadi aku sudah komunikasi dengan tante Dian melalui telepon, katanya besok akan kembali ke Jakarta.)
(Mika: Alhamdulillah kalau begitu. Aku izin istirahat dulu ya. Kamu jangan sampai nggak makan, nanti malah kamu ikutan sakit juga)
(Zaki: Iya sayangku)
Zaki tampak tersenyum membaca pesan dari Mika. Mika sepertinya perhatian dengannya.
Untuk sekedar diingatkan makan saja sudah cukup bahagia.
*
Zaki, Danu dan Indra kembali ke kamar ruangan dimana Ali di rawat inap. Mereka melihat kondisi Ali masih memejamkan matanya dari balik kaca kamar. Tampak seorang suster sedang mengganti cairan infus yang ada ditiang sebelah ranjang Ali.
Tidak membutuhkan waktu lama suster itu mengganti cairan infus, kemudian ia membuka pintu kamar yang rupanya didepan kamar telah berdiri Zaki, Danu dan Indra hendak akan memutar knop pintu.
“Suster, bagaimana kondisi pasien di dalam?” tanya Zaki kepada suster dengan penasaran.
“Kondisi pasien sudah mulai stabil, Pak. Namun kami masih melakukan observasi terkait hasil tes darah.” Jawab suster dengan senyum yang menawan.
“Boleh kah kami masuk kedalam untuk melihat kondisi pasien, Sus?” Zaki menanyakan apakah ia dan teman-temannya boleh melihat kondisi Ali.
“Boleh, Pak, tapi jangan terlalu berisik ya, Pak. Karena pasien sedang berisitirahat.” Suster mengangguk dan sedikit memberikan peringatan kepada tiga laki-laki itu yang sudah tidak sabar ingin masuk kedalam.
“Terima kasih, Sus.” Zaki segera berjalan masuk kedalam ruangan rawat inap.
“Thanks ya, Suster cantik.” Danu tampak menggoda Suster itu dengan gombalannya.
Susterpun hanya tersenyum melihat tingkah polisi-polisi muda itu.
“Husstt ngegombal saja kerjaannya.” Potong Indra kemudian.
“Ish, kenapa sih? Sambil menyelam minum air.” Sahut Danu yang menggaruk tengkuknya.
“Iya, nggak bisa menyelam, tinggal minum airnya doang. Kembung-kembung deh Lo.” Indra menggelengkan kepalanya sembari berbisik kearah Danu.
Danu tidak langsung menjawab. Namun langsung berjalan menyusul Zaki yang telah berdiri di sebelah Ali.
Melihat dan merasakan teman-temannya datang, Ali membuka matanya samar-samar dan tersenyum kepada mereka.
“Bagaimana, bang? sudah mendingan?” tanya Zaki yang penasaran dengan kondisi Ali.
“Alhamdulillah, sedikit enakan.” Jawab Ali lirih masih dengan kondisi yang sangat lemah.
“Syukurlah kalau begitu, Bang. Kami turut senang mendengarnya.” Sahut Indra kemudian.
Semua saling pandang dan tersenyum karena sudah mengetahui kondisi Ali saat ini.
“Kalian kenapa nggak pulang saja? Gue nggak apa-apa kok sendirian disini. Kalian kan harus dinas.” Pinta Ali yang tidak ingin merepotkan teman-temannya.
“Nggak perlu dipikirkan, Bang, Gue bakalan bergadang demi Lo juga nggak apa-apa.” Zaki menimpali perkataan Ali.
“Iya Bro, santai aja.” Danu mengiyakan perkataan Zaki.
“Kalian kalau mau pulang, pulang aja. Gue saja yang jagain Bang Ali.” Zaki kemudian menyuruh dua orang temannya itu untuk segera pulang.
Danu dan Indra tidak langsung menjawab, mereka malah saling pandang. Memberikan kode untuk mereka memilih untuk pulang saja.
“Yah, malah main lihat-lihatan.” Zaki terkekeh gemas melihat aksi dua temannya itu.
Ali hanya tersenyum simpul melihat kelakuan dua temannya.
“Ya sudah, kalian pulang saja sana. Kalian juga butuh istirahat. Besok kalian tolong lanjutkan penyelidikan kasus ya.” Ali memberikan komando kepada Danu dan Indra untuk segera pulang.
“Siap delapan enam.” Danu dengan cepat berlagak hormat menaikkan tangan kanannya hingga didepan pelipisnya.
“Siap, komandan.” Indra tak kalah kelakuannya dengan Danu.
Kenapa dengan dua manusia ini? Ingin menghibur atau bagaimana? Ada-ada saja kelakuannya membuat Ali menggelengkan kepalanya.
Andai kalau Ali sehat, sudah di geplakin kepala mereka. Sayangnya Ali sedang tidak berdaya.
Disusul tawa Zaki dan Ali yang tampak terkekeh. Mereka saling tertawa karena mereka sudah sangat akrab semenjak mereka di tugaskan bersama di kapolres.
***
(Bagaimana dengan keadaan Bang Ali. Apakah sakitnya cukup parah hingga ia harus di rawat inap? Aku kangen dengan Bang Ali, aku ingin melihat kondisinya. Namun aku masih sedikit kesal dengan kelakuannya tempo hari. Baru kali ini dia bersikap seperti itu kepadaku)
(Mika: Assalamu’alaikum, Bang Ali, bagaimana keadaannya? Katanya Bang Ali dirawat ya?)
Akhirnya aku mengirimkan pesan untuk Bang Ali, aku cukup khawatir dengan keadaannya.
“Mika, kamu kenapa belum tidur?” Tanya Diva yang sadar jika ternyata aku masih saja duduk menyandarkan bahunya di sandaran tempat tidur.
Mendengar suara Diva yang ternyata masih terjaga, aku kemudian menceritakan kepada Diva kalau Bang Ali sedang sakit dan dirawat di Rumah Sakit.
“Sejak kapan, Mik?” Diva bercakap lirih. Karena takut mengganggu tidur nyenyak Alexa dan Amira.
Dalam satu kamar ada empat ranjang tempat tidur, lumayan besar kamar asrama yang kami tempati.
Makanya kenapa kami sangat akrab karena memang sejak awal kami kuliah sudah satu kamar berempat.
“Sejak kemarin lusa, dan baru hari ini dibawa ke Rumah Sakit.” Jawabku sambil menunggu balasan dari Bang Ali. Namun tidak kunjung ada balasan darinya.
“Ternyata Polisi bisa sakit juga ya Mik, hehehe.”
“Iya lah, Diva. Polisi juga kan manusia. Sama seperti kita. Perawat tapi bisa sakit juga kan?” Aku menjawab pertanyaan Diva dengan sedikit candaan.
“Semoga lekas sembuh ya, Mik. Buat Bang Ali.”
“Iya Diva, terima kasih ya atas do’a nya.”
“Ya sudah, Mik. Aku tidur duluan ya. Mata aku sudah lengket banget. Selamat tidur Mika, jangan bergadang kamu!” Diva segera membalikkan tubuhnya kearah tembok dan menenggelamkan tubuhnya dengan selimut tebalnya. Karena cuaca malam ini kebetulan sedang sangat dingin sekali walau kami tidak menghidupkan AC, makanya kenapa Alexa dan Amira bisa tidur lebih cepat dari jam biasanya.
Aku pun tidak menjawab ucapan Diva, hanya melemparkan senyum pada Diva. Malam ini mengapa aku sulit sekali untuk tidur lebih awal. Aku terus saja memikirkan Bang Ali.
Ingin rasanya aku memeluk Bang Ali dengan eratnya. Aku jadi teringat saat kejadian yang kita lakukan berdua di kamar. Bahkan ia sempat mengucapkan kalau kita di jodohkan.
Benarkah? Apa ia tidak salah dengar? Tapi ia sempat berkata kalau kita jalani saja, jika dikemudian hari kita dipertemukan dengan jodoh kita masing-masing berarti perjodohan ini gagal. Hmmm.. entahlah aku menjadi bingung dan canggung seperti ini. Apalagi saat ia mencium lembut b\*birku ini. Mengapa ci\*mannya lebih nyaman dari pada ci\*man Zaki ya? Dan aku juga sangat pasrah ketika ia meraba tubuhku. Ahhhh... pikiranku jadi kemana-kemana.
Ting!!
Ponselku berbunyi tanda ada pesan masuk. Segera kulihat layar benda pipihku.
(Wa’alaikumsalam, Mika sayang)