Sedingin Hati Suami Tentaraku
"Siapa gadis itu?" Cakar bertanya sembari menatap sang ibu yang kini sibuk menyiapkan sarapan pagi untuk Cakar Buana dan sang adik.
Bu Fajarani memiliki dua anak, satu lelaki dan satunya perempuan. Cakar sebagai anak pertama, dan Aisyah Angkasi anak kedua. Keduanya sudah bekerja dan mapan. Cakar bekerja di instansi pemerintahan sebagai abdi negara.
Menjadi tentara merupakan cita-citanya sejak dulu, mengikuti sang ayah yang anggota TNI juga. Namun Pak Diki kini baru saja pensiun mengakhiri masa jabatannya tahun ini dengan pangkat Perwira Menengah.
Cakar sempat gagal masuk Akmil. Tidak menyerah, akhirnya dia mencoba daftar Bintara. Dan akhirnya lulus.
Sementara Aisyah, sang adik sudah bekerja dan mapan juga. Profesinya kini sebagai Guru dan sudah jadi PNS dan diangkat tahun lalu saat ada penerimaan Guru, dan beruntung lulus. Lalu tahun itu diangkat menjadi PNS diusia yang kini baru saja 24 tahun.
"Dia Halwa, tetangga di ujung jalan itu. Dia sudah ditinggal bapaknya dua tahun lalu dalam kecelakaan maut. Kini dia tinggal bertiga bersama ibu dan adik laki-lakinya yang masih SMA." Bu Fajarani menjawab pertanyaan putranya yang tadi sempat tertunda karena sedang sibuk menyiapkan sarapan.
Bu Fajarani menatap sang putra yang begitu tampan jika sudah mengenakan seragam tentaranya. Pada dasarnya putranya itu memang tampan, terlebih jika dilengkapi seragamnya.
"Dia cantik lho, Kak. Selain itu dia juga baik dan ramah. Apalagi Halwa juga pekerja keras. Dia saat ini bekerja di salon. Lamar saja, soalnya dia sudah memperlihatkan sikapnya sama Kak Cakar," ujar Aisyah memberi provokasi supaya kakaknya yang tentara itu mau dijodohkan dengan Halwa.
"Iya, kamu lamar saja, Cak. Mau mencari yang seperti apalagi? Dia juga tipe setia sepertinya, apalagi sudah bapak lihat, dia menyukai kamu," sambung Pak Diki menyetujui omongan Aisyah sang anak perempuan.
Pak Diki duduk di kursi meja makan menghadap meja yang sudah disuguhi nasi goreng untuk sarapan pagi.
"Iya, kamu lamar saja gadis itu. Kamu jangan terlalu lama menunda masa duda kamu setelah kepergian Seli satu tahun lalu. Seli sekarang sudah tenang di alam baqa. Jadi, ibu mohon jangan ingat-ingat terus almarhumah." Bu Fajarani menimpali.
"Lagipula sayang banget lho Kak, rumah Kak Cakar sudah setahun dibiarkan kosong," seloroh sang adik yang sudah gemas ingin melihat kakaknya menikah lagi.
"Biarkan saja rumah itu kosong, toh rumah itu banyak menyimpan kenangan bersama Seli. Lagian, tiap hari aku bersihkan, jadi tidak mungkin rumah itu kotor," sergah Cakar kekeuh dengan pendiriannya.
"Lagian, ngapain sih kamu ikut-ikutan comblangin kakak sama gadis bernama siapa tadi?"
"Halwa."
Pak Diki, Bu Fajarani dan Aisyah kompak memberi jawaban yang sama sampai Cakar melongo.
"Ya ampun, kalian sampai kompak begitu dan mengagetkan." Cakar protes sembari memegangi dadanya.
"Iya, namanya Halwa, Kak. Pasti Kak Cakar menyukai Halwa kalau sudah dekat." Aisyah tidak bosan-bosannya mendukung sang kakak bisa menikahi gadis bernama Halwa.
"Aku tidak suka gadis caper, kirim-kirim salam dan menunjukkan sikap suka. Biasanya yang begitu itu player handal," duganya terdengar kejam dan tidak enak didengar.
"Cakar, apa-apaan kalau bicara? Jaga ucapannya, belum tentu Halwa seperti itu. Hanya menitipkan salam atau memiliki perasaan suka, wajar saja. Tapi bukan berarti dia seorang player seperti yang kamu bilang barusan." Bu Fajarani menyela ucapan Cakar yang dinilainya sembarangan.
"Dari mana Ibu bisa menyimpulkan dia baik? Kan belum tentu Bu," sela Cakar.
"Ibu kenal dekat sama mereka, terutama ibunya. Ibu juga sering belanja ke warung kelontongnya membeli terigu dan minyak untuk pesanan kue ibu," sahut Bu Fajarani seraya mulai duduk di kursi meja makan dan sama-sama ikutan sarapan pagi dengan anak dan suaminya.
Setelah sarapan, Cakar dan Aisyah berpamitan untuk bekerja ke kantornya masing-masing.
Cakar pergi menggunakan mobilnya. Di dalam mobilnya sudah dimasuki barang-barang, antara lain bahan makanan dan minuman botol untuk diantar sekalian ke kafe miliknya yang letaknya kelewatan jika pergi bekerja.
Selain seorang anggota TNI berpangkat Sersan satu, Cakar juga mendirikan usaha kafe yang dirintis dua tahun lalu setelah kepulangan dirinya tugas di Lebanon, menjadi pasukan perdamaian.
Mobil Cakar berhenti tepat di pinggir sebuah kafe yang cozy dan anak muda banget. Seorang pelayan laki-laki segera menghampiri dan membawa barang-barang yang dibawa Cakar di dalam mobil. Setelahnya Cakar segera pergi dari sana dan melajukan kembali mobilnya menuju kesatuannya.
"Cekitttt."
Deritan rem mendadak dan bunyi ban bergesekan dengan aspal, ikut meramaikan keramaian di jalan pagi itu.
"Apaan sih? Apa yang tadi aku senggol?" Cakar was-was lalu ia segera keluar dari mobilnya dan memeriksa body depan mobil yang tadi seakan menabrak sesuatu.
Saat keluar, Cakar melihat seseorang tengah memunguti benda-benda yang jatuh dari tas sampirnya. Saat orang itu selesai, dia kembali berdiri sempurna dan menatap ke arah Cakar.
Serrr, tiba-tiba jantung hati Cakar berdebar kala perempuan yang tadi sempat tersenggolnya menatap ke arahnya.
"Mas Cakar, maafkan saya," ucapnya malu-malu tapi dalam hati bahagia. Siapakah dia?
"Makanya kalau jalan pakai mata dan hati-hati," tukas Cakar ketus seraya kembali memasuki mobilnya dan berlalu.
Halwa berdiri mematung melihat kepergian mobil Cakar. Dengan perasaan sedih, ia berlalu melanjutkan perjalanan menuju salon tempatnya bekerja.
Kejadian itu sudah dua bulan yang lalu terlewati. Dan kini atas perjodohan itu, Cakar dan Halwa menikah. Tentu saja ada proses di dalam pertemuan mereka sehingga sampai jenjang pernikahan ini.
"Saya terima nikah dan kawinnya Halwa Azizah binti almarhum Bapak Damara, dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan satu set emas seberat 20 gram dibayar TUNAI."
Lantang Cakar mengucapkan ikrar ijab kabul sehingga tidak perlu diulang. Semua saksi dan para hadirin yang berada di sana menyerukan kata sah beberapa kali mengiringi berakhirnya ritual ijab kabul yang diucapkan lelaki tampan itu.
"Sah, sah."
Cakar menyematkan cincin pernikahan di jari manis Halwa, lalu kini giliran Halwa yang menyematkan cincin itu di jari manis Cakar. Perempuan yang masih terbilang muda itu, yakni 22 tahun, terlihat sangat cantik dengan riasan pengantinnya.
Dalam wajahnya terpancar aura positif sehingga kecantikannya benar-benar terpancar dan membuat semua orang pangling.
Para tamu undangan mulai menyalami kedua mempelai. Setelahnya, tamu undangan dipersilahkan makan santapan yang dihidangkan secara prasmanan, sebelum mereka kembali pulang.
Saudara-saudara dekat Halwa serta saudara dari Cakar, juga menyalami kedua mempelai. Tidak sedikit yang memuji kecantikan Halwa. Halwa yang berdiri di samping Cakar, hanya mampu tersipu malu kala pujian itu terlontar dari beberapa kerabat dekat Cakar.
Lalu kini beberapa teman sekantor Cakar mulai datang dan berkelompok. Mereka juga menyalami Cakar. Bahkan beberapa teman satu ruangannya menyempatkan menggoda Cakar.
"Aku pikir Abang bakal naik pelaminan sama Sersan Nilam. Dia pasti patah hati tuh melihat Abang duluan menikah," ujarnya terdengar langsung oleh Halwa. Halwa sejenak melongo dan merasa sedih mendengar ucapan salah satu teman Cakar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Atiqa Fa
thor knp namanya cakar kok bukan cakra? 😭
2024-12-12
2
Anonymous
bintara itu bukan pangkat tapi jenjang…. ada sersan, lettu, letda ya penulis 😁
2024-11-20
2
Alivaaaa
aku mampir Thor
2024-12-13
1