Di kota kecil bernama Harapan Senja, beredar cerita tentang sosok misterius yang dikenal sebagai "Sang Brandal." Sosok ini menjadi legenda di kalangan warga kota karena selalu muncul di saat-saat genting, membantu mereka yang tertindas dengan cara-cara yang nyeleneh namun selalu berhasil. Siapa dia sebenarnya? Tidak ada yang tahu, tetapi dia berhasil memenangkan hati banyak orang dengan aksi-aksi gilanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xy orynthius, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7
Kota Fictio yang biasanya gemerlap dengan lampu-lampu neon kini tampak lebih suram dari biasanya. Malam itu, hujan turun deras, menciptakan tirai air yang membatasi pandangan, seakan-akan menyembunyikan kota dari dunia luar. Di sebuah sudut gelap di pinggiran kota, Zed dan Kai berdiri di dalam bayang-bayang, mengamati sebuah gudang tua yang ditinggalkan. Gudang itu adalah tujuan dari koordinat yang diberikan oleh Shadow Hawk.
Zed menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Selama perjalanan menuju lokasi ini, pikirannya terus-menerus dipenuhi oleh kemungkinan-kemungkinan buruk. Bisa jadi ini adalah perangkap yang dirancang untuk menghabisi mereka, atau mungkin ini adalah ujian dari Shadow Hawk untuk melihat apakah mereka cukup berani dan cerdas untuk bermain di level yang sama.
Kai, di sisi lain, terlihat lebih tenang, meskipun dia tidak pernah benar-benar berhenti berjaga-jaga. “Gue nggak suka suasana ini, Zed. Terlalu sepi, terlalu… terpencil,” kata Kai sambil terus mengawasi sekeliling mereka.
“Gue juga,” Zed menjawab singkat, sambil tetap fokus pada gudang. “Tapi kalau kita mau dapet jawaban, kita harus jalanin ini.”
Mereka berjalan mendekati gudang dengan langkah hati-hati. Setiap langkah terasa seperti memasuki area yang tak dikenal, di mana setiap suara kecil bisa jadi tanda bahaya. Zed merapatkan jaketnya, bukan karena dingin, tapi lebih karena ketegangan yang membuat tubuhnya terasa kaku.
Ketika mereka mendekati pintu besar gudang, Zed mengeluarkan senter kecil dari kantongnya, menyorotkan cahaya ke sekeliling untuk memastikan mereka tidak berjalan ke dalam perangkap. Kai mengikutinya dengan waspada, tangan siap di pinggang tempat dia menyimpan pisau lipat kecil—senjata yang selalu dia bawa sebagai langkah berjaga-jaga.
“Lo yakin ini tempatnya?” bisik Kai saat mereka berhenti di depan pintu yang tampak sudah berkarat dan hampir runtuh.
Zed mengangguk. “Ini koordinat yang dia kasih. Kalau ini perangkap, kita harus siap buat apa pun yang bakal kita temuin di dalam.”
Kai menarik napas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu gudang dengan dorongan keras. Pintu itu terbuka dengan suara berderit yang mengerikan, seolah-olah menandakan bahwa tempat ini telah lama tidak dihuni oleh siapa pun. Di dalam, gudang itu tampak seperti labirin dari kotak-kotak kayu dan mesin-mesin tua yang sudah berkarat. Cahaya bulan yang samar-samar masuk melalui celah-celah di atap yang bocor, memberikan sedikit penerangan di antara bayang-bayang yang menari di lantai beton yang dingin.
Mereka masuk dengan langkah hati-hati, mendengarkan setiap suara yang mungkin datang dari dalam. Tiba-tiba, sebuah suara kecil terdengar dari salah satu sudut gudang. Zed dan Kai saling berpandangan, lalu dengan cepat bergerak menuju sumber suara.
“Lo denger itu?” bisik Kai, dengan nada yang tegang.
“Gue denger. Hati-hati, kita nggak tau apa yang ada di sini,” jawab Zed, mempercepat langkahnya sambil tetap waspada.
Ketika mereka sampai di sudut yang lebih gelap, Zed menyorotkan senternya ke arah suara tersebut. Yang mereka temukan adalah sebuah laptop yang terletak di atas peti kayu, dengan layar yang menyala terang di tengah kegelapan. Di samping laptop, ada sebuah amplop tertutup rapi.
Zed merasakan jantungnya berdegup kencang saat dia mendekati laptop tersebut. “Ini… ini pasti dari Shadow Hawk,” katanya, meskipun ada keraguan di suaranya.
Kai mengangguk, matanya terpaku pada layar laptop yang menampilkan pesan singkat: *“Selamat datang. Anda telah melewati langkah pertama.”*
Zed membuka amplop yang tergeletak di samping laptop, menemukan sebuah kertas kecil dengan pesan yang ditulis tangan: *“Lanjutkan permainan, atau tinggalkan. Pilihan ada di tangan kalian. Tapi ingat, di balik setiap keputusan ada konsekuensi.”*
Pesan itu membuat Zed terdiam sejenak. Dia tahu bahwa mereka sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang. “Kita harus terus maju,” katanya dengan suara yang tegas, meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan.
Kai, yang biasanya lebih berhati-hati, kali ini setuju. “Kita udah sampai sejauh ini. Nggak ada jalan balik. Mari kita lihat apa yang dia mau dari kita.”
Zed menekan tombol di laptop tersebut, dan layar berganti menampilkan sebuah peta dengan titik yang berkedip. Di bawahnya, ada instruksi untuk menuju lokasi berikutnya—sebuah gedung tinggi di pusat kota yang dikenal sebagai *Skyline Tower*. Gedung itu adalah salah satu gedung tertinggi di kota, dengan reputasi sebagai pusat bisnis yang penuh rahasia.
“Skyline Tower?” Kai mengerutkan kening. “Kenapa harus di situ? Tempat itu bukan sembarang gedung, Zed. Banyak orang penting yang kerja di situ.”
Zed menyipitkan mata, mencoba memikirkan alasan di balik pilihan lokasi ini. “Mungkin ini langkah berikutnya dalam permainan Shadow Hawk. Mungkin ada sesuatu di sana yang dia mau kita lihat.”
Mereka tidak membuang waktu lagi dan segera menuju Skyline Tower, meskipun ketegangan di antara mereka semakin meningkat. Setiap langkah menuju pusat kota terasa seperti mendekati pusat badai, di mana setiap langkah bisa membawa mereka lebih dekat pada kebenaran—atau pada kehancuran.
Setibanya di Skyline Tower, Zed dan Kai berdiri di depan gedung yang menjulang tinggi dengan perasaan was-was. Gedung itu terlihat megah dengan arsitektur modern yang berkilau di bawah sinar bulan, tapi di balik kemegahan itu, mereka bisa merasakan adanya aura misteri yang mengintai.
Pintu masuk gedung sudah ditutup, tetapi Zed tahu ada cara lain untuk masuk. Mereka berjalan mengitari gedung hingga menemukan pintu darurat yang tampaknya tidak terkunci. Dengan hati-hati, mereka membuka pintu tersebut dan masuk ke dalam gedung. Di dalam, gedung itu terasa sunyi dan sepi, hampir seperti gedung mati di tengah malam yang dingin.
“Tempat ini terlalu tenang,” bisik Kai, merasa tidak nyaman dengan keheningan yang menyelimuti mereka.
Zed mengangguk. “Gue rasa ini memang sengaja dibuat kayak gini. Shadow Hawk mau kita ngerasain sesuatu di sini.”
Mereka bergerak ke arah lift, dan Zed menekan tombol untuk naik ke lantai paling atas sesuai dengan instruksi di laptop tadi. Di dalam lift, mereka hanya bisa mendengar suara mesin yang bergerak perlahan, membawa mereka menuju tujuan yang tidak pasti. Setiap lantai yang mereka lewati seakan membawa mereka lebih dalam ke dalam misteri yang Shadow Hawk ciptakan.
Ketika mereka tiba di lantai teratas, pintu lift terbuka dengan bunyi klik yang tajam, menandakan akhir dari perjalanan naik yang menegangkan. Di depan mereka, sebuah lorong panjang terbentang, dengan cahaya redup yang berasal dari lampu-lampu dinding. Di ujung lorong, terdapat sebuah pintu ganda yang tampak lebih mencolok dari pintu-pintu lainnya.
Zed berjalan lebih dulu, dengan Kai mengikuti di belakang. Setiap langkah yang mereka ambil menggema di lorong yang kosong, menambah kesan mencekam di sekitarnya. Ketika mereka tiba di depan pintu ganda, Zed berhenti sejenak, merasakan debaran jantungnya yang semakin cepat.
“Siap?” tanya Kai dengan nada yang penuh ketegangan.
Zed mengangguk perlahan. “Kita nggak punya pilihan lain.”
Dengan penuh keberanian, Zed mendorong pintu itu, dan mereka masuk ke dalam sebuah ruangan besar yang tampak seperti ruang rapat eksekutif. Di tengah ruangan, ada sebuah meja panjang dengan beberapa kursi yang berjajar rapi di sekelilingnya. Tetapi yang menarik perhatian mereka adalah layar besar di ujung ruangan yang tiba-tiba menyala, menampilkan wajah seseorang yang mereka kenal: Kenshin Alessandro Velasquez.
“Kenshin?!” Zed dan Kai berseru hampir bersamaan, merasa terkejut melihat wajah yang begitu familiar muncul di layar.
Kenshin tersenyum tipis dari balik layar. “Selamat datang, Zed, Kai. Kalian berhasil mencapai tahap berikutnya. Tapi ini baru permulaan.”
Zed merasa bingung sekaligus marah. “Apa maksudnya ini, Kenshin? Kenapa lo ada di sini? Apa lo bagian dari Shadow Hawk?”
Kenshin menghela napas panjang, lalu menatap mereka dengan tatapan yang serius. “Semua akan terjawab, tapi kalian harus tahu satu hal: dunia yang kalian masuki ini jauh lebih berbahaya dari yang kalian bayangkan. Dan gue di sini bukan sebagai teman, tapi sebagai lawan.”
Zed dan Kai saling berpandangan, merasa dunia mereka terbalik dalam sekejap. Mereka tidak pernah menyangka bahwa Kenshin, orang yang mereka percayai, bisa menjadi bagian dari permainan gila ini. Tapi ?