Di dunia yang dikendalikan oleh faksi-faksi politik korup, seorang mantan prajurit elit yang dipenjara karena pengkhianatan berusaha balas dendam terhadap kekaisaran yang telah menghancurkan hidupnya. Bersama dengan para pemberontak yang tersembunyi di bawah tanah kota, ia harus mengungkap konspirasi besar yang melibatkan para bangsawan dan militer. Keadilan tidak lagi menjadi hak istimewa para penguasa, tetapi sesuatu yang harus diperjuangkan dengan darah dan api.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khairatin Khair, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
20
Udara di Valyria terasa berbeda. Langit, yang dulunya selalu dihantui oleh bayang-bayang dan awan gelap, kini cerah dan biru, seolah-olah alam sendiri merayakan kemenangan atas kegelapan yang telah menguasai kekaisaran selama berabad-abad. Namun, di balik kemenangan itu, ada kesedihan yang dalam.
Liora berdiri di puncak benteng, matanya memandang jauh ke cakrawala. Angin lembut menyapu rambutnya saat dia merenungkan peristiwa yang baru saja terjadi. Ares—pahlawan mereka, temannya, dan orang yang ia percayai—telah mengorbankan dirinya untuk menghancurkan kegelapan. Meski Valyria kini bebas, kekosongan yang ditinggalkan Ares terasa nyata di dalam hati setiap orang yang mengenalnya.
Para pemberontak bekerja keras di bawah benteng, memperbaiki sisa-sisa kekacauan yang ditinggalkan oleh perang melawan bayang-bayang. Rakyat Valyria, yang selama ini hidup di bawah kekuasaan tirani Ragnar dan bayangan yang mengendalikan kekaisaran, kini melihat secercah harapan di masa depan mereka. Namun, jalan menuju pemulihan masih panjang.
Seorang pemberontak muda mendekati Liora dengan langkah terburu-buru. "Pemimpin Liora, para tetua sudah berkumpul di aula besar. Mereka menunggu keputusanmu."
Liora mengangguk, tetapi hatinya masih berat. "Aku akan segera ke sana," katanya singkat, suaranya terdengar tenang, meskipun di dalam hatinya ia merasa terbebani oleh tanggung jawab yang kini berada di pundaknya.
Saat pemberontak itu pergi, Liora mengambil napas dalam-dalam. Dia tahu bahwa sekarang dialah yang harus memimpin Valyria menuju masa depan yang lebih baik. Tapi tanpa Ares di sisinya, segalanya terasa lebih sulit. Setiap langkah yang dia ambil terasa berat, seolah-olah bayangan masa lalu terus menghantui meski kegelapan telah dihancurkan.
---
Di aula besar, para tetua, panglima, dan pemberontak berkumpul. Wajah mereka menunjukkan campuran rasa lega dan kelelahan, tetapi juga ada kekhawatiran yang jelas. Mereka semua menunggu satu hal: kepemimpinan yang bisa membawa Valyria keluar dari masa-masa sulit ini.
Liora melangkah masuk, dan semua mata tertuju padanya. Dia bisa merasakan tekanan yang datang dengan posisi ini. Sebagai pemimpin pemberontakan, dia telah berjuang untuk menghancurkan kekuasaan Ragnar. Tetapi sekarang, dia harus menjadi lebih dari sekadar prajurit. Dia harus menjadi pemimpin Valyria yang baru.
"Rakyat Valyria," Liora memulai dengan suara mantap, meskipun hatinya berdebar. "Kita telah melalui kegelapan yang panjang. Kita telah kehilangan banyak orang yang kita cintai, dan kita telah berkorban lebih dari yang bisa kita bayangkan. Tapi hari ini, kita berdiri di sini sebagai orang-orang yang bebas."
Tepuk tangan lembut terdengar di antara hadirin, tetapi wajah-wajah di hadapannya tetap tegang.
"Kita tidak bisa mengabaikan bahwa kebebasan ini datang dengan harga yang sangat mahal," lanjut Liora, suaranya menjadi lebih serius. "Ares Arvenius, pahlawan kita, mengorbankan dirinya untuk menghancurkan kegelapan yang selama ini membelenggu Valyria. Tanpa dia, kita tidak akan berdiri di sini hari ini."
Rasa kehilangan yang mendalam tergambar jelas di mata semua orang. Ares bukan hanya pahlawan, tetapi juga simbol perlawanan mereka—dan sekarang, dia telah pergi.
"Tapi Ares telah memberikan kita lebih dari sekadar kemenangan," kata Liora, matanya berkaca-kaca. "Dia memberi kita harapan. Harapan bahwa kita bisa membangun Valyria yang baru, tanpa bayang-bayang. Harapan bahwa masa depan kita bisa lebih baik dari masa lalu kita."
Suasana di ruangan itu mulai berubah. Rasa kehilangan mereka masih terasa, tetapi Liora tahu bahwa inilah saatnya untuk mengubah kesedihan menjadi tekad. "Kita akan membangun kembali Valyria," lanjutnya dengan penuh semangat. "Kita akan menciptakan kekaisaran yang adil, di mana tidak ada lagi yang diperbudak oleh kegelapan. Ares mungkin telah pergi, tetapi semangatnya akan terus hidup dalam diri kita semua."
Sorakan kecil mulai terdengar, dan perlahan-lahan, keyakinan mulai tumbuh di antara orang-orang yang hadir. Mereka mulai percaya bahwa mereka benar-benar bisa membangun masa depan yang baru.
---
Malam itu, setelah semua orang bubar, Liora kembali ke ruang pribadi Ares di benteng. Di ruangan yang sederhana itu, ada beberapa benda milik Ares yang masih tersisa: pedang lamanya, peta-peta pertempuran yang telah ia gunakan, dan jubah yang ia kenakan saat memimpin pemberontak. Liora berjalan mendekati pedang Ares dan menyentuhnya dengan lembut, mengenang semua pertempuran yang telah mereka lalui bersama.
Namun, saat dia mengangkat pandangannya, dia melihat sesuatu yang aneh di sudut ruangan—sebuah gulungan tua yang tergeletak di atas meja. Gulungan itu terlihat tua dan berdebu, seolah-olah sudah lama tidak tersentuh.
Penasaran, Liora mengambil gulungan itu dan membuka isinya. Mata Liora terbelalak saat ia mulai membaca isinya. Gulungan itu ternyata berisi catatan pribadi Ares—catatan tentang pencariannya untuk menemukan keseimbangan antara cahaya dan kegelapan.
"Aku tahu bahwa akhir dari perjalananku mungkin tidak akan aku alami," tulis Ares di dalam gulungan itu. "Tetapi aku percaya bahwa keseimbangan antara cahaya dan kegelapan adalah satu-satunya cara untuk menghancurkan bayang-bayang yang telah menghantui Valyria selama berabad-abad. Aku tidak takut pada kegelapan, karena aku tahu bahwa cahaya selalu ada untuk menyeimbangkannya."
Liora berhenti membaca, air matanya mulai mengalir. Ares selalu tahu bahwa perjalanan ini akan menuntut pengorbanan terbesar, tetapi dia tidak pernah mundur. Dia menghadapi kegelapan dengan keberanian dan keyakinan penuh.
Namun, di bagian akhir gulungan itu, ada sebuah kalimat yang membuat Liora terkejut. "Jika kau membaca ini, Liora," tulis Ares, "maka kau harus tahu satu hal: aku tidak sepenuhnya hilang. Aku adalah bagian dari keseimbangan yang aku ciptakan. Dan selama Valyria menjaga keseimbangan itu, aku akan selalu ada di dalamnya."
Liora tersenyum tipis, meskipun air matanya masih menetes. Ares tidak benar-benar pergi. Semangatnya akan terus hidup dalam keseimbangan yang dia ciptakan—dalam cahaya dan bayangan yang kini menyatu untuk menjaga Valyria.
---
Beberapa bulan kemudian, Valyria telah mulai pulih. Di bawah kepemimpinan Liora, rakyat Valyria bekerja sama untuk membangun kembali kekaisaran mereka. Kuil Bayangan, yang dulunya menjadi simbol kegelapan, kini telah berubah menjadi tempat di mana orang-orang belajar tentang keseimbangan antara cahaya dan kegelapan.
Liora, yang kini menjadi pemimpin Valyria, mengunjungi tempat itu setiap minggu. Dia tahu bahwa tantangan masih ada di depan mereka, tetapi dia tidak lagi takut. Ares telah meninggalkan warisan yang akan terus memandu mereka—warisan tentang keseimbangan, pengorbanan, dan harapan.
Dan setiap kali dia berdiri di hadapan Kuil Bayangan, dia bisa merasakan kehadiran Ares, seolah-olah dia masih ada di sana, menjaga Valyria dengan caranya sendiri.
---
cerita othor keren nih...