Almira Sadika, terpaksa harus memenuhi permintaan kakak perempuannya untuk menjadi madunya, istri kedua untuk suaminya karena satu alasan yang tak bisa Almira untuk menolaknya.
Bagaimana perjalanan kisah Rumah tangga yang akan dijalani Almira kedepannya? Yuk, ikuti terus kisahnya hanya di sini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Shine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 08
Keesokan harinya, Almira terbangun dengan muka yang merah merona saat mengingat pernyataan dari Sebastian malam tadi hingga berakhir dengan penyatuan yang tertunda antara dirinya dengan Sebastian. Pernyataan yang mengungkapkan jika Sebastian menginginkan hubungan suami istri yang sebenarnya antara mereka berdua.
"Selamat pagi..."
"Astaga, Kak Tian..!!!" Seru Almira yang terkejut akan sapaan dari Sebastian yang secara tiba-tiba, hingga membuyarkan lamunannya.
"Kenapa terkejut sampai begitu? Aku kan tidak berkata keras, hanya sekedar menyapa," ucap Sebastian.
"Ya tetap saja... Tadi kan aku tidak melihat ada orang! Dan secara tiba-tiba terdengar suara Kakak, ya aku kaget lah..!" kilah Almira.
"Kau saja yang asyik melamun.. Hingga tak menyadari ada orang lain di sini. Ayo mengaku, apa yang Kau bayangkan hingga senyum-senyum seperti tadi? Apa Kau tengah mengingat malam romantis kita?" Goda Sebastian sembari mendekati Almira yang masih betah di atas tempat tidur.
"Ish!! Apaan sih, Kak! Gak ada ya hal semacam itu!!" elak Almira dengan wajah memerah. "Minggir, aku mau mandi. Badanku rasanya lengket," ucap Almira.
"Baiklah, ayo," ucap Sebastian seraya bangkit dari duduknya.
"Ayo-ayo, Kemana?? Dikata aku mau mandi, malah ngajak kemana," ucap Almira.
"Maksudku juga itu..."
"Maksudnya?"
"Aku akan menggendong mu."
"Apa? Tidak, tidak. Aku bisa jalan sendiri," tolak Almira dengan muka yang kembali memerah.
"Kenapa, apa Kau masih merasa malu pada suamimu sendiri?" Sebastian berucap sembari tersenyum saat melihat rona yang Almira pancarkan.
"Tidak, siapa yang malu," Almira menyangkal ucapan Sebastian tapi dengan wajah yang di palingkan. Membuat Sebastian yang melihatnya pun semakin tersenyum lebar.
Sepertinya Sebastian menyadari perasaannya kali ini. Jika perasaannya selama ini telah melebihi dari rasa sayangnya terhadap seorang adik. Rasa marah dan ingin melindungi ketika Almira dekat dengan lawan jenisnya, tak hanya sebatas ingin melindungi karena Almira adik dari istrinya, tapi lebih ke ingin hanya dirinya pria yang berada di lingkungan Almira. Terkesan egois memang.. Tapi itulah kenyataan yang Sebastian rasakan.
Almira yang manja, ceria, telah memberi warna di kehidupan nya. Berbanding terbalik dengan Cassandra yang pembawaannya tenang dan dewasa. Bersama Cassandra, Sebastian tahu akan arti hidup. Bersama Almira, Sebastian tahu akan warna hidup.
Awalnya Sebastian memang menolak saat Cassandra memberitahukan keinginannya untuk agar dirinya menikahi Almira. Itu dikarenakan saat itu Sebastian merasa hanya menganggap Almira seorang adik dan tak ingin menghancurkan masa depan Almira, juga tak ingin menyakiti hati Cassandra yang telah menemani dan memberinya semangat dari awal perjalanan karirnya yang jatuh bangun hingga bisa seperti sekarang ini.
"Baiklah, terserah padamu saja. Silahkan saja jika Kau memang bisa sendiri," ujar Sebastian dengan tersenyum penuh arti.
"Tentu saja bisa," ucap Almira dengan yakin. "Sssshh..." Belum juga berdiri, Almira telah lebih dulu berdesis meringis kesakitan.
"Kenapa tak jadi?" Ucap Sebastian.
"Kak Tian tidak usah meledek..! Sebenarnya Kakak tahu kan jika akan seperti ini jadinya!" Tuduh Almira dengan wajah cemberut.
"Kakak menawarkan diri untuk menggendong mu, ya.. Karena tahu hasilnya akan seperti ini..! Ayo, Kakak gendong," ucap Sebastian.
"Tapi aku malu..." Ucap Almira sembari melihat keadaannya saat ini yang hanya mengenakan selimut.
"Tadi katanya tidak malu..?!" Goda Sebastian.
"Ish, Kak Tian..!! Ngeselin banget sih!"
"Sudah, tidak usah malu. Bukankah Kakak sudah melihat semuanya? Bahkan lebih dari sekedar ini," secara tiba-tiba Sebastian menarik selimut yang dikenakan Almira dan langsung menggendongnya ala bridal style untuk menuju kamar mandi, hingga membuat Almira sedikit menjerit.
Beberapa saat kemudian, Almira yang telah selesai dengan ritual mandinya dan telah memakai pakaian lengkapnya, Sebastian mendudukkan kembali Almira di atas tempat tidur yang sprei nya telah diganti sebelumnya.
"Kau di sini saja. Aku akan mengambilkan sarapan mu, kemari," ucap Sebastian.
"Tapi, Kak.. Aku tak enak jika harus makan di sini. Bagaimana kata yang lainnya nanti...," ucap Almira murung.
"Tak usah pikirkan yang lainnya. Pikirkan saja dirimu sendiri," ujar Sebastian sembari mengelus lembut surai Almira.
"Aku makan dibawah saja ya, Kak..," tawar Almira.
"Kau yakin bisa berjalan sendiri sampai di sana? Atau kau ingin ku gendong lagi? Ayo." Yang langsung dijawab gelengan kepala oleh Almira. "Ya sudah, kalau begitu Kau di sini saja. Akan ku ambilkan sarapan mu." Kali ini Almira tak lagi menyanggah.
***
"Kemana wanita itu? Apa jam segini dia belum juga bangun?! Dasar wanita pemalas! Wanita tidak berguna!"
Baru juga sampai di bawah, Sebastian sudah di suguhkan ceramah pagi oleh mama Siska.
"Ma, wanita yang Mama sebutkan memiliki nama, dan namanya adalah, Almira. Dan wanita yang kata Mama tidak berguna itu, adalah istriku, menantu Mama juga, sama seperti Sandra," sela Sebastian seraya berjalan menghampiri Cassandra yang juga berada di sana.
"Ya Tuhan, Mengapa rasanya sakit sekali... Padahal ini semua adalah keinginanku. Aku mohon Tuhan... Kuatkan hati ini..." jerit batin Cassandra kala mendengar pembelaan Sebastian untuk wanita lain, walau itu adalah adik kandungnya sendiri.
"Selamat pagi, Sayang," sapa Sebastian saat telah sampai di dekat Cassandra seraya mengecup kening dan pipinya.
"Pagi juga, Sayang," balas Cassandra, mencoba untuk tersenyum walau hatinya masih terasa sakit saat mengingat suaminya menyebutkan kata 'istriku' pada wanita lain selain dirinya. "Mana, Almira? Kenapa tak ikut turun?" Lanjutnya bertanya.
"Almira? Almira... Almira, dia sedikit tak enak badan, jadi aku menyuruhnya untuk istirahat saja," jawab Sebastian beralasan.
"Alasan!" Sela Mama Siska sembari mengoleskan selai pada roti dihadapannya sebelum Sebastian menyelesaikan kalimatnya.
Sebastian melirik mama Siska sekilas, sebelum kembali melanjutkan ucapannya, "Aku kemari ingin mengambilkan sarapan untuknya."
"Benarkah?? Aku akan melihatnya," Cassandra berucap dengan nada cemas, dan segera bangkit dari duduknya.
"Jangan," cegah Sebastian dengan cepat.
"Kenapa, Bas..? Aku ingin melihat adikku, mengapa tidak Kau perbolehkan??!" Protes Cassandra.
"Aku bukannya tak membolehkan mu menemuinya.., tapi, biarkan dia banyak beristirahat dulu, agar lekas pulih," Sebastian mencoba mencari alasan yang sekiranya masuk akal. Dan benar saja, setelah mendengar alibinya, Cassandra kembali duduk. "Oh ya, apa Kau sudah meminum obatmu?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.
"Belum."
"Astaga, Sandra..! Mengapa belum Kau minum..!?" Seru Sebastian cemas. "Kau taruh dimana? Biar aku yang mengambilkannya," lanjutnya.
"Di kamar. Di laci samping tempat tidur," jawab Cassandra.
Setelahnya, Sebastian langsung berlari kecil untuk menuju kamar yang ditempati Cassandra juga dirinya, dulu. Mengapa dikatakan dulu?? Dikarenakan semenjak dirinya menikah dengan Almira, Cassandra melarang untuk Sebastian tetap tinggal dan berada di sana. Hanya sesekali saja Sebastian ke kamar tersebut, hanya sekedar untuk memastikan Cassandra baik-baik saja.
Sesampainya di kamar, Sebastian memperhatikan setiap sudut kamar tersebut yang menyimpan banyak kenangannya bersama Cassandra. Sebastian menghela nafas panjang sebelum akhirnya kembali melangkah semakin ke dalam. Setelah mendapatkan apa yang dia cari, Sebastian pun segera keluar.
"Apa Kau sudah sarapan?" Tanya Sebastian setelah kembali sampai di hadapan Cassandra.
"Sudah," jawab Cassandra. "Ini, sebaiknya Kau antarkan pada Almira," lanjut Cassandra sembari menyodorkan beberapa roti isi dan dua susu yang disatukan di atas nampan.
"Kenapa ada dua roti dan dua susu?" Tanya Sebastian.
"Satunya lagi untukmu," jawab Cassandra.
"Tidak, aku akan sarapan di sini bersamamu," tolak Sebastian seraya tangannya akan memindahkan salah satu dari roti dan susu yang berada di atas nampan.
"Kau akan membiarkan adikku kelaparan dan makan sendirian, Tuan Sebastian Alvaro?!!" tukas Cassandra seraya berkacak pinggang dan tak lupa tatapan tajamnya yang membuat Sebastian tak berkutik.
***