Feathers

Aku mengerang keras dan menyusupkan jari-jariku ke rambutku. Aku tidak tahu kalau Persaudaraan Penjaga Rahasia ada di negara ini. Biasanya para Penjaga lebih banyak di negara-negara Eropa dan Amerika bahkan mereka sangat aktif dan terbuka disana. Tidak seperti beberapa puluh atau ratus tahun lalu, mereka bekerja secara diam-diam bak organisasi bawah tanah. Tapi tugas mereka tetap sama, menjaga benih-benih dengan ketat.

   Tapi bagaimanapun mereka tetap manusia, mereka tidak bisa melacak benih malaikat seperti kami bisa merasakan mereka dengan mudah. Jadi ancaman dari para Persaudaraan tidak terlalu tinggi untuk kami. Kami tahu mereka terus mencoba menciptakan berbagai macam teknologi untuk mencari benih, tapi belum ada perkembangan sampai sekarang. Terkadang memang ada orang-orang tertentu yang memiliki ‘karunia’ untuk melihat dan melacak mereka. Tapi orang-orang berkarunia itu sangat jarang. 

   “Bagaimana mereka bisa tahu?” Tanya Kruz kasar sambil melempar kursi ke dinding seberang. Besi dan plastik kursi itu remuk dan berterbangan kemana-mana, namun tidak ada yang terlalu santai untuk menegur Kruz. Pikiran kami sedang sibuk bertanya-tanya pada pertanyaan tidak ada jawabannya. 

   Bau belerang masih tercium kuat dari tubuh Kaliyah dan Sa’el yang terbakar karena doa Persaudaraan. Astar yang lebih menguasai dunia medis sedang merawat mereka berdua yang sedang mengerang kesakitan. Walaupun kami ini bukan manusia, namun beberapa obat manusia bahkan obat hewan masih bisa membantu meringankan luka-luka kami walau tidak begitu efektif.

   Perlu cukup lama untuk menyembuhkan luka-luka seperti itu, tidak seperti kalau kami terluka karena senjata kami sendiri atau senjata manusia, dalam hitungan detik luka itu kembali menutup. Tapi kalau luka-luka yang berasal dari senjata surgawi dan doa dari orang beriman, maka butuh waktu berhari-hari untuk pulih sempurna.

   Tadi persaudaraan rahasia sudah datang di rumah Mikaela sebelum aku sampai disana. Walaupun Sa’el dan Kaliyah termasuk tentara kuat, mereka tetap terkalahkan dengan mudah. Masih belum ada senjata yang bisa menangkal kuasa doa dari para orang beriman. Doa mereka membakar mereka berdua hingga kulit mereka melepuh dan mengelupas, mereka tidak bisa menyerang jadi mereka hanya kabur meninggalkan buruan kami. 

      Dari cerita mereka berdua, organisasi Persaudaraan ini lebih tersembunyi dari pada di negara lain. Sebelum penyerangan terjadi, mereka sudah mematikan listrik di area perumahan Mikaela. Padahal seharusnya mereka tahu kalau kami tidak memerlukan penerangan untuk berburu. Karena insting dan kedua mata kami bisa melihat jelas dalam kegelapan. Jadi itu berarti mereka tidak ingin ada manusia yang tahu tentang mereka.

   Dengan kemampuan Sa’el dan Kaliyah yang terbilang cukup bagus, mereka tidak tahu kalau organisasi ini sudah menyusup ke dalam rumah Mikaela. Bahkan seraya mengangkut Mikaela dan Amy yang tidak sadar, mereka menyerang Kaliyah dan Sa'el padahal mereka berdua sudah menggunakan perisai tak kasat mata.

   Itu langkah yang terlalu berani atau terlalu bodoh. Organisasi ini seharusnya melumpuhkan Sa’el dan Kaliyah terlebih dahulu. Karena kalau jumlah kami banyak, pasti mereka pun juga akan kewalahan. Gerakan mereka ini  tak terduga, cepat dan efisien, seolah mereka sudah sangat sering melakukan hal seperti ini.

   Semua Persaudaraan pasti beroperasi di bawah naungan gereja dan mereka pasti membawa kedua gadis itu ke markas mereka. Jauh dan aman dari kami para malaikat terbuang.

      Kami tidak bisa memasuki tanah suci sembarangan. Kami memang bisa masuk kesana namun kami menjadi lebih lemah daripada manusia. Sedikit saja doa dari mereka, kami pasti akan terbakar, parahnya lagi kami bisa terseret ke lubang neraka tanpa jalan keluar. Beda halnya dengan iblis, mereka masih bisa melawan dengan tipu muslihat mereka.

   Kecuali ada portal yang bisa membuat kami menembus dimensi mereka dan kami bisa masuk dengan kekuatan penuh. Portal sebenarnya hanyalah keinginan manusia saja. Kalau mereka ingin kami datang, maka kami datang. Tapi kalau tidak, yah, kami ini hanyalah debu yang berterbangan.

   Tiba-tiba sesuatu melintas di benakku. Aku terdiam dan meresapi hal itu sejenak sebelum aku benar-benar yakin kalau itu adalah rasa lega. Mengetahui Persaudaraan Pemegang Rahasia yang menculik Amy entah kenapa membuatku merasa lega. Amy pasti lebih aman bersama mereka di dalam gereja mereka. Aku yakin tidak akan ada malaikat terjatuh yang bisa membunuhnya.

   “Oz, kamu bisa kan lacak mereka?” Tanya Deyna sambil berkacak pinggang. Pakaian dan rambutnya berlumuran darah Kaliyah. Untung saja aku dan Deyna bisa menolong Kaliyah dan Sa’el tepat waktu. Mereka berdua sedang dalam perjalanan kemari dengan kepayahan dan setengah tersadar. Sedikit lagi perisai tak kasat mata mereka pasti hilang. Hal terakhir yang kami ingin manusia lihat adalah sosok seperti malaikat bersayap hitam yang hangus terbakar.

   “Aku nggak yakin.” Jawab Ozzeus yang masih fokus menatap keluar jendela seolah dia bisa melihat dimana Amy sekarang. 

   “Raz, apa yang harus kita lakukan?” Tanya Deyna menuntut.

   “Entah.” Jawabku setengah hati. 

   Kalau kami mencarinya, lalu apa? Teman-temanku pasti akan membunuh Amy. Namun tidak mengetahui dimana gadis itu juga rasanya membuatku tidak tenang.

   Ini sangat aneh. Semua yang aku rasakan bertolak belakang dengan apa yang biasanya aku lakukan. Seharusnya aku sama kesalnya seperti teman-temanku karena buruan kami hilang. Seharusnya kami tetap mencari cara untuk mendapatkan buruan kami kembali walaupun mustahil. Atau bahkan melupakannya saja, toh kami tidak harus memburu benih. Tapi sudah jelas aku tidak bisa melupakan gadis itu begitu saja.

   Tiba-tiba nafasku terasa tersedot keluar. Aku terbungkuk, namun aku tetap berusaha menahan tubuhku dengan meletakkan tanganku yang berkeringat di dinding kaca. Detak jantungku berhenti sejenak sebelum berpacu dengan kecepatan penuh. Keringat dingin mulai keluar dari pelipisku. 

   Suara itu. Meminta bantuan.

   “Raz?” Sentuhan lembut menyapu lenganku, namun sentuhan itu malah membuatku kesal. Aku berusaha menyingkirkan tanganku dari Deyna, namun telapak tanganku yang berkeringat malah terpeleset dari dinding kaca, membuatku terhuyung. Deyna terkisap dan meraihku dengan kedua tangannya, memegangku dengan erat. “Ada apa? Raz! Kamu baik-baik saja kan?”

   Rasanya seolah tubuhku menyuruhku bergerak, berlari, melompat ke arah suara itu. Namun akal sehatku memakuku di tempat karena aku tidak tahu harus pergi kemana. Itu membuatku semakin frustasi. Aku menghantamkan kepalanku ke dinding kaca, dan merasakan kaca tebal di bawah tanganku mulai retak, tapi perasaan itu tidak juga hilang.

   Kemana aku harus pergi? Dimana kamu Amy?

   Aku tahu itu suara gadis itu. Aku tahu benar seperti aku tahu kalau air laut itu asin, api itu panas, matahari terbenam di barat.

Aneh. 

Apa ini?