NovelToon NovelToon
Lezatnya Dunia Ini

Lezatnya Dunia Ini

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Spiritual / Keluarga / Slice of Life / Menjadi Pengusaha
Popularitas:4.1k
Nilai: 5
Nama Author: Esa

Diceritakan seorang pemulung bernama Jengkok bersama istrinya bernama Slumbat, dan anak mereka yang masih kecil bernama Gobed. Keluarga itu sudah bertahun-tahun hidup miskin dan menderita, mereka ingin hidup bahagia dengan memiliki uang banyak dan menjadi orang kaya serta seolah-olah dunia ini ingin mereka miliki, dengan apapun caranya yang penting bisa mereka wujudkan.
Yuk simak ceritanya..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Esa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Momen Seru

Seiring berjalannya waktu, warung kecil di teras rumah Pak Jengkok semakin hari semakin ramai. Warga kampung, mulai dari anak-anak sekolah hingga ibu-ibu yang baru pulang dari pasar, tak pernah absen mampir ke warung mereka. Aroma masakan yang sedap terus menggoda siapa saja yang lewat. Bahkan para guru yang awalnya hanya datang karena penasaran, kini menjadi pelanggan tetap. Omset warung mereka pun perlahan melejit dari hari ke hari.

Setiap pagi, Jengkok dan Slumbat sibuk mempersiapkan segala macam bahan makanan. Dari gorengan, keripik pedas, nasi uduk, hingga jajanan tradisional yang mereka buat dengan penuh cinta. Mereka berdua tidak pernah menyangka bahwa usaha kecil ini bisa berkembang sedemikian pesat. "Dulu kita cuma berharap bisa makan sehari tiga kali, sekarang malah bisa beli beras sekarung sekaligus," ucap Jengkok sambil tertawa kecil kepada Slumbat.

Suatu hari, saat sedang sibuk menata barang-barang dagangan, tiba-tiba seorang pelanggan baru masuk ke warung dengan wajah kebingungan. Ternyata, pelanggan itu adalah Pak RT, orang yang biasanya sangat serius dan jarang bergaul dengan warga lainnya. "Wah, Pak Jengkok, saya dengar warung ini terkenal di mana-mana. Katanya, masakan di sini enak banget? Saya jadi penasaran nih," katanya sambil tersenyum canggung.

Jengkok, dengan santainya menjawab, “Wah, Pak RT! Akhirnya datang juga ke warung kami. Saya jamin, sekali makan di sini, Pak RT nggak bakal cari makanan lain lagi!”

Pak RT mengangguk, lalu memesan beberapa gorengan dan kopi hangat. Saat ia mencicipi bakwan buatan Slumbat, matanya langsung membesar, “Wah! Ini enak banget, Jengkok. Kok bisa ya, sederhana begini tapi rasanya juara.”

Jengkok menepuk dada dengan bangga, “Itu dia, Pak. Rahasianya bukan di bahan-bahan mahal, tapi di tangan yang penuh kasih sayang waktu masak. Hahaha!”

Mendengar itu, Pak RT hanya bisa tertawa. "Halah, dasar kamu, Jengkok! Tapi memang betul sih, rasa makanan ini beneran beda."

Seiring makin ramainya pelanggan, omset mereka pun melonjak drastis. Dalam sebulan terakhir, mereka bisa menghasilkan ratusan ribu setiap harinya. Sore itu, setelah mereka menutup warung, Jengkok dan Slumbat mulai menghitung uang hasil jualan mereka.

"Mah, coba lihat ini. Hari ini kita dapat 600 ribu lebih, luar biasa banget!" ujar Jengkok dengan mata berbinar-binar.

Slumbat menghitung kembali dengan lebih teliti, lalu tersenyum puas. "Iya, ya. Dulu mana pernah kita mimpi bakal punya penghasilan sebanyak ini dalam sehari? Biasa dapet receh dari mulung aja udah bersyukur."

Jengkok mengangguk penuh rasa syukur. “Kalau begini terus, kita bisa mulai nyisihin buat renovasi rumah nih, mah. Atau beli motor baru? Supaya nggak capek kalau belanja bahan-bahan ke pasar.”

Slumbat setengah bercanda menimpali, “Motor sih oke, tapi aku minta dapur dulu direnovasi. Tiap kali masak, rasanya kayak sauna, keringetan terus!”

Jengkok tertawa terbahak-bahak, “Hahaha, iya juga ya! Kalau dapur bagus, makanan bisa makin enak. Siapa tahu nanti kita malah buka cabang warung di kampung sebelah!”

Tiba-tiba Gobed, yang baru pulang sekolah, datang menghampiri mereka dengan wajah serius. “Pak, Bu, katanya kita sekarang kaya ya?”

Jengkok mengernyit, “Kaya? Ya nggak juga, Nak. Tapi kalau terus seperti ini, mungkin kita nggak perlu lagi hidup susah.”

Gobed memasang wajah polos, “Kalau begitu, aku boleh minta uang jajan lebih nggak? Teman-teman di sekolah bilang kalau keluarga kaya harus sering traktir.”

Jengkok dan Slumbat saling pandang, lalu meledak dalam tawa. “Hahaha! Dasar bocah! Uang hasil kerja keras ini buat masa depan, bukan buat traktir teman. Tapi kalau kamu rajin belajar, siapa tahu nanti kamu bisa jadi bos besar dan traktir mereka semua,” ujar Jengkok sambil mengacak-acak rambut Gobed.

Gobed merengut, “Ah, bapak pelit!”

Namun, suasana langsung mencair saat Slumbat membawa semangkuk gorengan hangat untuk Gobed. “Nih, daripada minta uang jajan, mending kamu makan ini. Gorengan buatan ibu lebih enak daripada jajanan di sekolah, kan?”

Gobed langsung melahap bakwan dengan penuh semangat. “Iya sih, tapi tetap aja enakan kalau dikasih uang jajan lebih!”

Sementara itu, kabar tentang warung Pak Jengkok yang laris manis semakin menyebar. Bahkan ada beberapa warga dari kampung sebelah yang datang khusus untuk mencicipi makanan mereka. Hari-hari semakin sibuk, namun Jengkok dan Slumbat menikmati setiap momennya.

Suatu sore, saat warung sedang ramai-ramainya, salah satu pelanggan bercanda, “Pak Jengkok, lama-lama warung ini bisa masuk televisi nih, soalnya enak banget!”

Jengkok yang sedang sibuk menggoreng tempe menimpali, “Kalau sampai masuk TV, nanti saya kasih diskon khusus buat yang nonton, hahaha!”

Slumbat, yang mendengar itu, hanya bisa geleng-geleng kepala sambil tersenyum. Meski hidup mereka kini lebih baik, satu hal yang tak pernah berubah: kebahagiaan dan tawa selalu hadir di tengah keluarga mereka. Dan dari sebuah warung kecil di teras rumah, mereka perlahan-lahan membangun kehidupan yang lebih baik, penuh harapan dan canda tawa yang tak pernah padam.

Pagi itu, Gobed berangkat ke sekolah seperti biasa. Dengan sepatu barunya yang masih mengkilap, ia berjalan penuh percaya diri menuju gerbang sekolah. Namun, suasana di sekolah kali ini berbeda. Begitu tiba di kelas, ia disambut oleh tatapan teman-temannya yang penasaran. Beberapa bisik-bisik terdengar di sudut ruangan, sementara Bu Ratna, guru favorit Gobed, masuk dengan senyum yang lebih lebar dari biasanya.

“Gobed, apa kabar?” sapa Bu Ratna dengan nada yang sedikit berbeda, penuh dengan antusiasme. "Dengar-dengar, warung orang tuamu baru buka ya? Warungnya sukses besar, kan?"

Gobed hanya tersenyum malu, tak menyangka bahwa berita tentang warung kecil di teras rumahnya bisa menyebar dengan cepat. “Iya, Bu. Baru buka kemarin,” jawab Gobed sambil menunduk, masih merasa canggung.

Bu Ratna tertawa kecil. “Hebat sekali, Gobed. Katanya makanan yang dibuat orang tuamu enak sekali. Teman-teman kalian sudah ada yang mencoba?”

Semua teman-teman Gobed di kelas langsung menatap satu sama lain. Wajah-wajah mereka penuh rasa penasaran. Si Udin yang biasanya suka usil, kali ini malah jadi yang paling semangat. “Gue belum coba, Bu! Eh, Gobed, beneran makanan di warung lo enak banget? Katanya kayak restoran bintang lima?”

Gobed menggeleng cepat. “Ah, biasa aja kok, Din. Cuma warung kecil di teras rumah.”

Tapi Udin tak mau menyerah. “Besok-besok gue ajak semua teman-teman buat nyobain, ya! Pasti seru banget. Sekalian gue mau buktiin bener nggak sih rendang buatan nyokap lo enak kayak yang orang-orang bilang.”

Gobed cuma bisa nyengir. "Ya silakan aja, Din. Warungnya terbuka buat siapa aja kok."

Lonceng tanda pulang berbunyi, dan seperti yang sudah direncanakan, Udin menggeret teman-temannya untuk segera menuju rumah Gobed. "Ayo, ayo! Kita makan di warungnya Gobed! Siapa tahu ada diskon spesial buat temen sekelas!" teriak Udin yang kini berlari paling depan.

Sepanjang perjalanan pulang, obrolan mereka hanya tentang warung baru keluarga Jengkok. Bahkan beberapa teman yang biasanya malas ikut keramaian, kali ini tak ingin ketinggalan. Mereka penasaran bagaimana sebuah warung kecil bisa membuat heboh satu sekolah.

Sampai di rumah Gobed, benar saja, warung kecil di teras rumah sudah ramai pembeli. Ibu-ibu tetangga, bapak-bapak yang baru pulang kerja, hingga beberapa orang yang lewat semuanya sedang asyik menikmati makanan. Di pojok warung, terlihat Jengkok dan Slumbat sibuk melayani pesanan dengan cekatan.

“Wah, rame banget, Bed!” Udin berbisik pada Gobed. “Gue jadi lapar banget nih. Yuk, kita coba!”

Gobed hanya mengangguk, membiarkan teman-temannya mengambil tempat duduk di meja panjang yang sudah disiapkan. Tak lama kemudian, Slumbat datang menghampiri dengan senyum hangat.

“Eh, ini teman-temannya Gobed ya? Mau makan apa? Ada rendang, ayam goreng, dan mendoan,” tanya Slumbat ramah.

Udin dan yang lainnya langsung kompak memesan rendang. “Rendang, Bu! Kita mau buktiin nih beneran enak apa nggak!”

Tak butuh waktu lama, sepiring rendang tersaji di depan mereka. Dengan nafsu makan yang besar, Udin langsung menyendok nasi dan daging rendang ke mulutnya. Begitu gigitan pertama masuk, matanya langsung melebar. “Ya ampun, enak banget! Ini rendang bikinan siapa? Wah, gue nggak nyangka bisa seenak ini!”

Teman-teman Gobed yang lain juga langsung mengangguk-angguk setuju. Mereka semua terpukau dengan cita rasa masakan yang, meski sederhana, punya kelezatan yang tak terkira.

Salah satu teman Gobed, si Tuti, tiba-tiba nyeletuk, “Eh, ini kayak makan di restoran mahal, ya. Tapi kok bisa murah?”

Jengkok yang mendengar dari balik dapur langsung tertawa kecil. “Ya namanya juga warung teras, Dek. Kita bikin makanan dengan cinta dan bumbu warisan keluarga. Itulah rahasianya!” candanya sambil terus sibuk di dapur.

Teman-teman Gobed pun terus makan dengan lahap, sementara Udin—yang biasanya terkenal paling bawel—kali ini hanya fokus menghabiskan makanannya. Setelah semuanya kenyang, mereka akhirnya beranjak untuk pulang.

“Gobed, besok-besok gue bakal ajak keluarga gue ke sini. Gue nggak bohong, ini warung terenak yang pernah gue makan. Kapan-kapan lo mesti bukain cabang, deh!” kata Udin sambil tertawa.

Gobed cuma menggeleng sambil tersenyum malu. "Halah, lo ada-ada aja, Din."

Saat semua temannya pulang, Jengkok dan Slumbat tak bisa menahan tawa. "Liat tuh, Mah. Anak-anak pada kepo semua sama warung kita. Lumayan buat promosi gratis."

Slumbat mengangguk sambil membersihkan meja. "Iya, Pak. Kalau begini terus, kita beneran nggak perlu lagi kerja keras muter-muter cari barang bekas. Tinggal fokus di warung, pasti rejeki kita terus ngalir."

Jengkok tertawa kecil. "Betul, Mah. Apalagi nggak ada lagi pocongan iseng yang nongol tiba-tiba kayak dulu. Aman lah!"

Mereka berdua tertawa, sambil menikmati sore yang tenang setelah hari yang ramai dan penuh kebahagiaan. Gobed, yang mendengarkan dari jauh, hanya bisa tersenyum bangga. Warung kecil keluarganya ternyata berhasil menjadi tempat favorit baru bagi banyak orang.

1
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯
dapat inspirasi di mana nama unik begitu wkwk
DJ. Esa Sandi S.: oke gas brow
ℨ𝔞𝔦𝔫𝔦 𝔞𝔫𝔴𝔞𝔯: follow sampeyan di follback gak nih?
total 3 replies
anggita
like👍+☝hadiah iklan. moga novel ini sukses.
DJ. Esa Sandi S.: makasih Anggita,, moga kamu juga sukses ya/Smile/
total 1 replies
anggita
Jengkok, Slumbat, Gobed...🤔
DJ. Esa Sandi S.: hehehe iya, tau gak artinya?
total 1 replies
Princes Family
semangat kak..
DJ. Esa Sandi S.: makasih ya dek , sukses kembali untukmu ya /Drool/
total 1 replies
Maito
Bahasanya mudah dipahami dan dialognya bikin aku merasa ikut dalam ceritanya.
DJ. Esa Sandi S.: terimakasih suportnya ya 🤗. semoga kamu sukses selalu ya
total 1 replies
Gemma
Terjebak dalam cerita.
DJ. Esa Sandi S.: hehehe . thanks
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!