'Gagak pembawa bencana' itulah julukan pemimpin klan mafia Killer Crow, Galileo Fernandez, yang terkenal kejam dan tidak pandang bulu dalam membunuh.
Hidupnya dari saat dia kecil dilatih menjadi pembunuh berdarah dingin oleh ayahnya, sehingga menciptakan seorang Leo yang tidak berperasaan.
Suatu hari dia di jebak oleh musuh bebuyutan dari klan mafianya dan tewas tertembak dikepalanya. Tetapi bukannya pergi ke alam baka, dia justru terbangun kembali di tubuh seorang anak laki-laki berusia 5 tahun.
Siapakah anak laki-laki itu?, Apakah Leo mampu menjalani hidupnya dan kembali menjadi mafia kejam dan membalaskan dendamnya?
Inilah Kisah tentang Galileo seorang mafia kejam yang bereinkarnasi ke tubuh seorang bocah yang ternyata menyimpan banyak misteri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ADhistY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
Matahari pagi mulai muncul dari ufuk timur, memancarkan sinar nya menembus celah jendela kamar Max. Max terbangun lalu meregangkan tubuhnya dan turun dari tempat tidurnya untuk mandi dan bersiap untuk menemui Gavin.
Max keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya, saat ketika ketukan pelan terdengar di pintu kamarnya.
Max membuka pintu, dan ternyata itu adalah Hannah seorang pelayan berusia 30an yang sudah bekerja di villa ini bahkan sebelum dia datang kemari.
"Ada apa?," tanya Max singkat.
"Nyonya menyuruh saya untuk memberitahu anda tuan muda, untuk segera sarapan pagi bersama," ujar Hannah, tanpa menatap Max.
"Baiklah," ucapnya, lalu menutup pintu kamar nya.
Hannah menghela nafas, entah kenapa dia merasa gugup dan terintimidasi dengan kehadiran dan wajah dingin tuan mudanya tadi, aura tuan mudanya benar benar tidak sesuai dengan usianya.
Setelah Max rapi dengan pakaian santai nya, dia berjalan menuju lantai bawah untuk sarapan bersama Mama nya.
"Selamat pagi Sayang," ucap Zivanna pada Max
"Gimana Max betah tidak tinggal disini?," lanjutnya.
Max duduk di kursi meja makan lalu menganggukkan kepalanya
"Iya mam, pokoknya Dimana pun Mama tinggal Max akan berada disana juga, walaupun tempat yang tidak nyaman sekalipun," ucap Max
Zivanna menggeleng
"No, mama Tidak akan membiarkan mu tinggal di tempat yang tidak nyaman, jadi beritahu saja pada mama jika max tidak betah disini, kita akan pindah." Ujar Zivanna serius.
Max terkekeh kecil
"Tidak Mam, aku betah berada di sini, tempat nya sangat nyaman," kata Max
"Hmm baguslah Kalau begitu," ujar Zivanna.
Max memperhatikan penampilan Zivanna yang pagi ini sudah terlihat rapi saja
"Mama mau kemana, tumben jam segini sudah rapih?," penasaran Max
"Mama mau ke perusahaan Max, ada rapat direksi hari ini," jawab Zivanna.
Max mengangguk, melihat Zivanna yang dari kemarin sibuk sekali dengan urusan perusahaan yang sedang collapse, dia mungkin harus membantu Zivanna diam diam agar mamanya itu tidak bekerja terlalu keras dan lupa waktu istirahat.
Max memakan sarapan yang disajikan oleh Zivanna setelah itu pamit untuk keluar rumah.
"Ma Max mau keluar ya hari ini, mungkin pulang agak sore," ucap Max
Zivanna mengernyitkan dahinya
"Memangnya Max mau kemana?," tanya Zivanna, pasalnya putranya ini baru sehari tinggal disini sudah izin pamit keluar seharian saja.
"Aku kemarin saat melihat lihat kota ini, dapat kenalan baru mam, dan dia ajak Max nongkrong di tempat mereka," alasan Max.
"Ohh baiklah, tapi Max harus janji sama mama, gak boleh aneh aneh, kalo temennya ajak yang gak baik, gak usah temenan lagi sama mereka ya." Ingat Zivanna pada putranya.
Max mengangguk
"Iya Ma," jawab Max
"Oh ya mama beliin mobil baru lagi buat Max disini, karena mobil lama masih butuh waktu seminggu buat nyampe, ini kuncinya," ujar Zivanna pada Max.
Max yang melihat itu hanya menghela nafas pasrah, biasanya orang tua enggan untuk membelikan sesuatu yang berharga fantastis untuk anaknya, tetapi Zivanna berbeda, bahkan Max tidak pernah minta pun, dia membelikan nya tanpa sepengetahuan Max. seperti saat ini tiba tiba saja dia dibelikan mobil sport baru, padahal dia sendiri juga lebih dari mampu jika hanya membeli mobil.
"Kenapa mama beliin Max mobil baru lagi sih, Max masih bisa nunggu seminggu buat nungguin mobil yang lama, apalagi perusahaan mama kan pasti butuh banyak dana," ucap Max tak habis pikir dengan Zivanna.
Zivanna tersenyum
"Tidak apa apa sayang, usaha fashion dan butik Mama masih lancar, jadi hanya membeli mobil untuk putraku itu bukan masalah, jadi terima saja pemberian Mama oke," jawab Zivanna.
Max hanya bisa menghela nafas pasrah melihat Zivanna yang bersikeras.
"Baiklah, terserah Mama saja, tapi jangan bekerja terlalu keras ya, ingat istirahat!," kata Max mengingatkan Zivanna.
Zivanna mengangguk
"Hmm baiklah," ucapnya tersenyum.
"Kalau begitu Max keluar dulu ya," pamit Max, tak lupa dia mencium pipi Zivanna sebelum pergi.
Max masuk ke mobilnya lalu menjalankan nya menuju mansion tempatnya dulu tinggal.
Tak lama dia sampai Disana. Tentu saja saat dia sampai langsung dibukakan gerbang oleh penjaga disana, karena Max sudah memberitahu Gavin Bahwa dia akan datang dengan menggunakan mobil dan memberitahukan plat nomor nya, agar tidak keliru.
Saat masuk, terlihat disana masih ada beberapa anggota killer Crow yang mengamankan mansion nya. Max melihat sekeliling mansion nya, masih sama seperti dulu fikirnya.
Max keluar dari mobil dengan mengenakan masker warna hitam, dia tidak ingin identitas nya saat ini diketahui orang luar, walaupun ini adalah daerah kekuasaan nya, dia tidak boleh gegabah, siapa tau jika terdapat mata mata pengintai dari Scorpions dan mafia lain yang di kirim kemari.
"Selamat datang tuan," ucapnya membungkuk pada Max.
Max melihat orang itu, pria berusia 30an, dia mengenalnya karena pria di depannya ini adalah salah satu anggota elit miliknya, Kode name J, Jeremy Wilson. Saat ini dia terlihat tidak berbahaya, seperti kepala pelayan biasa, tapi jangan salah dia adalah ketua shadow Crow, tim elit milik klan mafia Killer Crow.
Max mengangguk kan kepalanya kecil
"Mari tuan. Tuan Gavin sudah menunggu di dalam," ujarnya tersenyum ramah.
Max tidak menjawab dan hanya mengikuti arahan dari Jeremy.
Sedangkan Jeremy sendiri merasa bingung pada dirinya sendiri, entah kenapa dia merasakan aura familiar dari tamu tuan Gavin ini, seperti aura milik tuannya...
'tidak mungkin,' tepisnya di hatinya.
"Silahkan masuk," ujar Jeremy membukakan pintu.
Max melenggang masuk kedalam tanpa ragu, terlihat didalam ruangan Gavin Clair sedang duduk di sofa membelakangi dirinya.
"Gavin,"
.
.
.
.
.
.
.
.