Tidak pernah terbersit di pikiran Mia, bahwa Slamet yang sudah menjadi suaminya selama lima tahun akan menikah lagi. Daripada hidup dimadu, Mia memilih untuk bercerai.
"Lalu bagaimana kehidupan Mia setelah menjadi janda? Apakah akan ada pria lain yang mampu menyembuhkan luka hati Mia? Kita ikuti kisahnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
The Power Of Mbak Jamu. Bab 18
Tok tok tok
Jaka mengetuk pintu kaca mobil sambil berseru agar pria yang sudah berani mengikuti itu turun. Tetapi hingga beberapa detik kemudian tidak ada tanda-tanda pintu akan dibuka.
Tidak Jaka duga, pengendara misterius pun memundurkan mobil lalu putar balik melaju kencang.
"Sial, siapa orang itu" Gumam Jaka, dia pun akhirnya pulang.
Sementara pria yang mengikuti mereka itu pun kembali ke restoran. Dia berjalan tergesa-gesa menyingkap lengan kemeja, melihat arloji. Tiba di pinggir meja, terdengar rekan kerjanya tengah membicarakan dirinya.
"Eheemm..." Vano berdehem.
"Tuan Vano darimana?" Salah satu karyawan bertanya. Seharusnya rapat sudah di mulai jam tujuh, tetapi Vano yang pamit ke toilet lama sekali.
"Sebaiknya kita mulai" Vano tidak menjawab pertanyaan karyawan, kemudian duduk kembali. Rapat pun dimulai, seharusnya jadwal rapat hanya sampai jam sembilan, tetapi hingga jam 10 malam baru selesai.
Mereka pun ke parkiran ambil kendaraan masing-masing, begitu juga dengan Vano. Di dalam mobil sambil menunggu mesin panas, dia membuka handphone.
10 kali panggilan dan chat dari Dona tidak dia ketahui, karena handphone tersebut Vano tinggal di mobil.
Vano mengabaikan chat sumpah serapah Dona, lalu menyimpan handphone kembali. Sambil menyetir pikiran Vano kembali mengingat perjalanan cintanya dengan Dona.
Pacaran yang sudah mereka jalani selama lima tahun bukan waktu yang singkat. Tetapi selama itu, sikap Dona belum juga dewasa.
Putus nyambung, entah sudah berapa kali. Akankah hubungan yang sudah hampir menikah pun kandas? Mengingat akhir-akhir ini pun Dona selalu membuat masalah.
Vano menarik napas panjang, kini dia benar-benar lelah akan hubungan ini. Jika berlanjut ke jenjang pernikahan, apakah Dona akan berubah? Vano takut jika sudah menikah nanti pernikahan mereka akan diwarnai pertengkaran.
Mobil yang Vano kendarai melambat ketika tiba di depan pagar. Dia tekan remote melaui kaca mobil yang Vano buka setengah. Dalam hitungan detik, mobil Vano sudah berada di dalam pagar, bahkan sudah tertutup.
Malam ini udara sangat panas mungkin karena mendung. Vano berjalan cepat ingin segera masuk ke kamar merasakan dinginnya ac.
"Kamu darimana saja Van? Jam segini baru pulang?" Pertanyaan yang muncul dari arah gazebo seperti pertanyaan orang tua kepada sang anak ketika terlambat pulang. Tetapi nyatanya, pertanyaan itu dari mulut Dona.
"Dona? Kenapa malam-malam begini kamu masih di sini?" Vano bukan menjawab tetapi balik bertanya. Dia dekati Dona yang menatap Vano tidak bersahabat.
"Kamu belum menjawab pertanyaan aku Van, darimana kamu?" Cecar Dona, dengan bibir menyeringai.
"Rapat. Memang Mama nggak cerita" Vano berpaling dari wajah Dona yang sangat emosi. Begitulah Dona, wanita itu tidak ada lembut-lembunya sama sekali.
"Alasan saja, rapat!" Dona melengos, tatapan matanya mentok ke pagar tembok yang tertutup tanaman merambat.
"Kalau nggak percaya terserah kamu, sebaiknya kamu pulang Dona" Vano bermaksud mengantar Dona, walaupun badanya sudah lelah. Karena saat ini sudah jam 10 malam, tidak mungkin Dona menginap di rumahnya
"Kamu mengusir aku, Vano" Dona membentak. Seharian dia tunggu-tunggu ketika pulang bukan diajak ngobrol, tetapi Vano justru menyuruhnya pulang.
"Jelas aku mengusir kamu Na, sudah jam berapa ini?" Vano tak kalah membentak. Lagi-lagi mereka bertengkar.
"Kamu sekarang sudah berubah Van, ini pasti gara-gara tukang jamu itu," Dona berdiri menantang di depan Vano dengan tatapan sinis.
"Jangan bawa-bawa tukang jamu Dona. Sebenarnya kita yang sudah tidak sejalan lagi" Vano menurunkan intonasi suara.
"Baik, sekarang juga kita putus! Jangan pernah mencari aku lagi," Dona pun memencet remot mobil miliknya, lalu masuk.
Dia tancap gas, mobil kecil itu akan dia tabrakan ke pagar. Tetapi secepatnya Vano memencet remote hingga pagar terbuka.
"Ya Tuhan..." Vano duduk lemas di gazebo, lalu menyeret bokongnya bersandar di pagar gazebo yang terbuat dari kayu. Hingga beberapa menit kemudian, dengan langkah gontai Vano melanjutkan masuk ke rumah.
"Mama belum tidur?" Tanya Vano, kedatangannya disambut oleh Paulina.
"Belum" Paulina menuturkan, menemani Dona ngobrol sebelumnya akhirnya Dona ke gazebo.
"Dona kemana? Sudah kamu antar pulang?" Paulina hendak mencecar pertanyaan, sebab Dona menunggu Vano dari pagi. Tetapi melihat wajah Vano yang tidak baik-baik saja, Paulina sudah bisa menebak bahwa anaknya bertengkar lagi.
"Pulang sendiri dia Ma, biar saja," Vano nampak menyerah dengan hubungannya.
"Lebih baik kamu mandi, terus istirahat, Van" Paulina tidak tega mengajak bicara Vano mengenai Dona saat ini. Tentu akan bicara jika putranya sudah tenang.
"Iya Ma" Vano pun akhirnya mandi kemudian tidur
Pagi harinya di meja makan, sarapan pagi sudah tersedia. Banyak hidangan di meja tersebut, tetapi hanya ada dua orang yang sarapan di sana.
"Van, bagaimana hasil rapat tadi malam? Ulang tahunnya akan dilaksanakan hari h, atau mencari hari lain?" Tanya Paulina. Rupanya akhir-akhir ini sering mengadakan rapat, karena akan menyelenggarakan pesta ulang tahun Sandranu grup.
"Rencananya minggu depan Ma" Vano mengatakan bahwa panitia sudah menyiapkan semuanya.
Paulina mengangguk setuju, tadi malam dia tidak ikut rapat karena diadakan malam hari. Paulina juga mengusulkan untuk kue basah agar panitia menyerahkan kepada Mia.
"Mia? Siapa itu Ma?" Vano mengangkat kepala, menatap sang mama yang tengah menyeruput jamu setelah selesai sarapan.
"Mia itu pedagang jamu"
"Memang dia bisa, Ma"
"Mia itu serba bisa Van" Paulina menceritakan ketika Mia kesini tempo hari membawa kue dan rasanya tidak kalah enak dengan kue yang dijual di mall.
"Baik Ma, kalau gitu, nanti aku bicarakan dengan bagian konsumsi," Vano kemudian menghabiskan kopi di cangkir.
"Oh iya Van, Mama mau tanya masalah lain. Ada apa lagi kamu dengan Dona?" Paulina melanjutkan pertanyaan tadi malam yang tertunda.
"Ma, seandainya kami tidak jadi menikah bagaimana?" Vano rupanya sudah tidak tahan lagi harga dirinya sebagai laki-laki selalu di injak-injak oleh Dona.
"Loh... kenapa begitu Van," Paulina terkejut karena pernikahan mereka tinggal dua bulan lagi.
"Kami sudah tidak ada lagi kecocokan Ma" Vano tadi malam sudah merenung dan berpikir matang-matang. Dia ingin perkawinan yang hanya sekali seumur hidup maka tidak mau menyiksa diri.
"Mama sih, terserah kamu saja Van, rumah tangga itu tidak cukup hanya dengan modal cinta, tetapi membutuhkan komitmen dari kamu dengan Dona, agar rumah tangga kalian menjadi sehat. Tetapi... kalau sekarang saja kalian terus bertengkar, bagaimana nanti Van" Nasehat Paulina panjang lebar.
"Aku mengerti Ma, kalau gitu aku berangkat" Vano pun akhirnya berdiri.
"Mama ikut Van" Paulina bukan mau ikut ke kantor, hanya ingin numpang sampai komplek sebelah dan akan mencari Mia.
"Tidak usah Ma, nanti Mbak jamu ke kantor kok" Vano berjanji akan memesan jamu untuk sang mama.
"Kalau gitu, Mama mau ikut ke kentor Van" Paulina bersemangat.
Vano hanya geleng-geleng kepala, melihat sang mama yang selalu bersemangat setiap akan minum jamu Mia. Dia berpikir jika Mbak Jamu mempunyai ilmu pelet, untuk memelet para pelanggannya agar ketagihan. Sebab, setiap orang yang minum jamu buatannya pasti kecanduan. Contohnya para pemegang saham dan petinggi perusahaan pun hari ini memesan jamu Mia.
...~Bersambung~...