Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.
Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.
Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.
Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.
Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?
Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode : 7 — Menara Putih
"Teringat masa lalu?" Di sampingnya, Zi Mo bertanya lirih. Lelaki dengan rambut dan jenggot panjang itu tampak iba. "Aku tak menyarankan itu. Kita ada pertemuan di Menara Putih."
Qin Sheng mendongak, menatap Menara Putih yang berdiri di puncak tebing batu. Sebuah menara besar dan amat tinggi. Qin Sheng malas untuk datang ke sini, bukan hanya karena masa lalu, terutama sekali adalah harus naik tangga sampai ke puncak.
Ia menatap Zi Mo, lelaki berumur tiga puluhan akhir yang menjadi pemimpin perang Suku Serigala. "Kau benar. Aku tak boleh kelihatan terguncang atau Para Saudari Tanpa Wajah akan menertawakanku."
Zi Mo tertawa keras. "Para Saudari tak punya selera humor, kita tak pernah melupakan itu."
Qin Sheng tersenyum tipis membalasnya.
Rombongan mereka yang berjumlah lima puluh orang mulai menaiki jalan setapak kecil yang mendaki tebing tersebut. Ada dua orang wanita berpakaian abu-abu dengan wajah tertutup kain menyambut mereka di awal pendakian, membungkuk penuh hormat. Mereka itulah yang disebut Saudari Tanpa Wajah, para wanita yang tak lagi menghiraukan urusan duniawi.
Panji bergambar serigala putih dengan latar kuning emas berkibar-kibar ketika rombongan ini berjalan naik. Sampai di puncaknya, sudah ada tiga panji lain yang ditancapkan di depan menara. Panji Suku Kuda Laut, Suku Merak dan Suku Matahari.
"Kita tak terlalu terlambat," kata Qin Sheng sebelum memerintahkan pasukannya menancapkan panji pada tempanya dan berjaga di luar bersama pasukan suku lain.
Dia bersama Zi Mo mendatangi pintu menara yang disambut dua Saudari Tak Berwajah.
Mereka menaiki tangga melingkar yang amat tinggi. Sering kali mereka melihat para Saudari di ruang-ruangan sepanjang tangga. Mereka itu adalah para pengurus menara.
Ketika sampai di puncak, Qin Sheng pura-pura tenang padahal jantungnya sedang berdegub tak karuan. Melihat ke bawah, Zi Mo masih harus menaiki sepuluh tangga lagi untuk sampai atas, Qin Sheng menunggu.
Ketika memasuki ruang pertemuan, dia melihat dua wanita dan satu pria, mereka semua berumur hampir lima puluh tahun, kecuali pemimpin Suku Merak, seorang wanita yang masih cukup muda berumur dua puluhan akhir. Wajar saja, pemimpin Suku Merak sebelumnya baru saja wafat.
"Kalian bernasib sama, tak ada yang bisa baik-baik saja setelah naik tangga itu," wanita tua pemimpin Suku Matahari, Ling Yun, berkata sebagai sambutan. "Kalian tak usah pura-pura begitu."
"Terima kasih," berkata Qin Sheng sambil menjura dibarengi dengan Zi Mo. Saat menjura itulah Qin Sheng terbatuk karena tak tahan berpura-pura.
Mereka semua membawa satu pengawal kepercayaan ke dalam ruang pertemuan, demikian pula Qin Sheng yang membawa Zi Mo.
Qin Sheng juga melihat panji-panji suku di ruang tersebut, tapi dia tak melihat panji gagak. Entah kapan tapi panji itu sudah dilepas dari tempatnya.
Pemimpin Suku Kuda Laut, yang tampak paling sepuh dengan jenggot dan alis putih serta rambut panjang terurai bernama Xiao Feng, berkata lirih. "Suku Langit memang jauh, tapi aku selalu jengkel dengan Naga yang menjadikan terlambat sebagai kebiasaan."
"Adakah kesombongan yang melebihi Naga?" pemimpin Suku Merak menimpali. Namanya Mei Yan.
Tak lama setelah itu, datanglah pemimpin Suku Langit yang seumuran dengan Qin Sheng, lima puluhan tahun. Namun, wajahnya masih tampak lebih muda dengan sedikit kerutan. Dia membawa satu pengawalnya.
"Ini baru benar," katanya setelah memberi salam kepada semua orang lalu memasang panji bergambar gagak dengan latar hitam. "Suku Gagak tetap menjadi bagian dari tujuh penguasa Wilayah Pedalaman."
"Kau selalu baik, aku kagum," berkata pemimpin Kuda Laut.
"Tapi sebentar lagi Naga akan merobeknya," lanjut nenek Matahari, Ling Yun.
"Biarkan mereka mencoba," pria pemimpin Suku Langit menyeringai.
Mungkin kurang lebih selama dua dupa kemudian, Suku Naga baru datang. Pemimpinnya adalah seorang lelaki sepuh yang mungkin sudah tujuh puluhan tahun, tatapannya tajam tapi senyumnya membayangkan ejekan dan kesombongan.
"Kami hanya datang terlalu awal," Ling Yun menyindir dengan senyum miring. "Naga yang mengundang, tak ada kata terlambat bagi tuan rumah."
Pria sepuh pemimpin Naga mengangguk. "Memang harusnya begitu."
Ucapan ini berhasil memanaskan hati mereka semua.
Pemimpin Suku Naga melirik panji gagak, pemimpin Suku Langit bersiap untuk bergerak, tapi pria sepuh itu tak melakukan apa-apa.
"Aku hanya ingin minta persetujuan dari kalian semua, aku akan mengambil wilayah Suku Gagak."
...----------------...
Malam itu, Chen Huang merenung di pondoknya. Dia menatap langit-langit pondok dengan perasaan tak karuan. Bukan tanpa alasan, tapi dia merasa gelisah memikirkan perkataan Qin Yuying siang tadi.
Setelah dia mencoba menanyakan ada keperluan apa sampai Qin Sheng pergi ke Menara Putih, Qin Yuying menjawab.
"Karena kau muridku, maka aku akan mengatakannya. Kemungkinan besar pertemuan itu akan membahas tentang Suku Gagak."
"Sukuku?"
"Kalau tak ada Suku Gagak lainnya, maka benar."
"Apa yang mereka bicarakan?" Chen Huang menyatakan rasa penasarannya.
Qin Yuying memandangnya lekat-lekat. "Kau yakin ingin tahu?"
Chen Huang mengangguk mantap.
"Ini hanya prasangka, tapi aku yakin paman dan Ming Zhe merasa ini benar. Bisa saja mereka akan membicarakan hak kepemilikan wilayah Suku Gagak." Qin Yuying mengamati wajah Chen Huang yang sedikit memucat. "Bagaimana menurutmu? Ini juga hanya prasangka, tapi mungkin yang menang Suku Naga, bukankah terakhir kali kalian terjadi perebutan wilayah dengan Naga?"
Sampai malam ini, Chen Huang tak pernah bisa mengenyahkan kegelisahan itu. Walau di Desa Gagak kini hanya diisi dengan bangunan kosong dan tengkorak, tetap saja itu rumahnya.
"Biarkan saja Naga mengambil," akhirnya, Chen Huang mengeraskan hatinya. "Biar dia berhadapan dengan pembantai kami!" Digenggamnya Jimat Hitam erat-erat dan dia pulas tanpa sadar.
Pagi hari berikutnya, itu hampir dua minggu sejak keberangkatan Qin Sheng ke Menara Putih, akhirnya rombongan itu kembali.
Mereka disambut dengan meriah oleh para penduduk desa, tapi Qin Sheng tak menghiraukan. Pikirannya kalut dengan hasil pertemuan di Menara Putih.
Sampai di ruangannya, sudah menunggu Qin Yuying dan Ming Zhe. Keduanya menjura penuh hormat sebagai sambutan selamat datang.
"Naga ingin mengambil wilayah Gagak," katanya tanpa banyak basa-basi lagi. "Tak ada yang mau cari ribut dengan Naga, tak ada yang bisa menolak."
"Kecuali Gagak," celetuk Qin Yuying.
Qin Sheng menatap keponakannya, tak begitu mengerti dengan kalimat tersebut.
"Hanya Raja Malam yang mampu menyatukan ketujuh suku, dan dia dari Suku Gagak."
"Benar," Qin Sheng mengangguk setuju. "Kalau kupikir-pikir, memang hanya Suku Gagaklah yang berani berselisih dengan Naga. Mengingat jumlahnya yang paling sedikit, itu luar biasa."
Ming Zhe menautkan kesepuluh jari-jarinya. "Jadi?"
Sejenak, Qin Sheng mengamati lelaki sepuh itu. Kemudian dia menatap Qin Yuying dengan tajam. "Kau jadi gurunya, kan?"
Wanita itu mengangguk.
"Jangan pernah ajarkan Simbol Magis Serigala milik kita padanya."
"Aku tahu. Simbol Magis adalah kekuatan khas setiap suku, tak boleh dibagi-bagi secara sembarangan."
Qin Sheng masih menatap keponakannya. "Tapi tak pernah ada larangan serupa untuk teknik bertarung dan ilmu meringankan tubuh."
Senyum Qin Yuying mengembang. "Untuk sementara, biarkan dia jadi serigala."
Qin Sheng menganggukkan persetujuan. "Jangan sampai Naga tahu kalau kita memelihara Gagak."
Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻