Dendam Dan Cinta Suami Cacat

Edward kini di kamar nya, dia sedang duduk sambil melihat kearah jendela kamar nya.

Dunia di luar sana memang sangat luas dan indah, tapi tentu semua itu hanya untuk orang-orang yang sempurna fisik nya, tidak seperti dirinya yang cacat di kaki nya.

Ingatan nya di tarik saat Edward masih remaja, di saat itu Edward masih kecil dan banyak sekali bullying yang dia terima dari teman-teman nya.

"Jangan bermain bola, kau tidak memiliki kaki yang sama seperti kami" ucap salah satu teman Edward.

"Ya, sana minggir jangan coba-coba ikutan nanti kau jatuh, lalu menangis ke pelukan ibu mu" timpal yang lain nya.

Edward kecil sudah sering di bully hanya bisa diam, dia memilih duduk sendirian di tempat biasa dia makan siang.

Meski terlahir tanpa kekurangan materi tapi itu tak membuat Edward happy, dia tak ingin makanan mewah seperti ini tapi jika boleh meminta Edward hanya ingin kaki nya seperti kaki teman-teman nya.

Orang tuanya meninggal saat Edward berumur 10 tahun, dan dia di besarkan oleh Tante dan om nya kakak dari Mama nya.

"Mom, Dad, lihatlah banyak yang menghina kaki ku, kenapa kaki ku seperti ini? kenapa aku tidak terlahir seperti orang lain?" ucap Edward kecil menangis sambil memakan bekal nya.

Saat sedang menangis tiba-tiba seorang gadis kecil datang, dialah Maura yang cantik dengan lesung pipinya.

Maura adalah satu-satunya teman yang sangat baik pada Edward kecil, Maura yang menolong Edward saat Edward kecil di bully oleh teman-teman nya.

"Edward, kamu menangis?" tanya Maura.

"Tidak" balas Edward menyeka air matanya.

"Kata Ayah anak Laki-laki tidak boleh menangis, ayo hapus air matamu dan tersenyum lah" ucap Maura lagi.

Edward melakukan nya, lalu dia memberikan sebagian bekal nya pada Maura.

Keduanya makan bersama, hingga makanan nya habis tak tersisa.

"Maura" panggil Edward.

"Ya?" balas Maura cepat.

"Apakah kamu mau berjanji untuk tidak meninggalkan aku?" tanya Edward menatap gadis kecil yang duduk di samping nya.

Maura diam sebentar tapi beberapa detik kemudian dia pun akhirnya mengangguk pelan.

"Tentu saja, kita kan berteman jadi aku akan selalu menjadi teman baik mu" balas Maura cepat.

Edward tersenyum mendengar ucapan Maura yang berjanji berteman dengannya.

Keduanya saling menautkan janji nya dengan jari kelingking nya, hingga terdengar suara bel sekolah dan kedua nya pun langsung kembali masuk ke dalam kelas nya.

Hufh..

Edward menghela nafasnya panjang.

Ingatan masa kecilnya bersama Maura kembali dia ingat, satu-satunya orang yang dia percaya tidak akan menyakiti nya, tapi nyatanya malah meninggalkan nya tanpa pesan.

Edward memang bersalah karena mengartikan sebuah janji pertemanan dengan sebuah janji bersama selamanya.

"Maura, janji mu palsu" ucap Edward tiba-tiba wajah nua berubah menjadi merah.

Edward sudah meminta orang nya untuk mencari Maura, tapi jejak Maura benar-benar tidak bisa di temukan dimana pun.

Meski begitu Edward tetap berusaha untuk mencari Maura, dia membutuhkan jawaban dan alasan kenapa Maura pergi meninggalkan nya.

Tok..tok..

"Siapa" tanya Edward.

"Saya Tuan, di luar ada tuan Tom" ucap bi Ika.

"Aku akan keluar 5 menit lagi, minta dia menunggu ku di ruang tamu" balas Edward.

"Baik tuan" Bi Ika pun pergi.

Lalu Edward pun bangkit dari duduknya, kembali dia melangkah dengan langkah kaki nya yang tidak seimbang.

Di bawah nampak Rere yang sedang duduk, di depan nya ada Tom asisten Edward.

"Nona tolong jaga sikap anda, tuan muda akan segera sampai" kata Tom memperingati Rere yang memohon padanya untuk mencarikan alasan untuk Rere bisa jalan-jalan sebentar.

"Aku mohon pak, aku hanya mau jalan-jalan sebentar saja" mohon Rere lagi.

Rere baru tau jika sebelumnya juga ada wanita bernama Maura, dan Bi Ika menjelaskan jika wanita bernama Maura itu menghilang tanpa jejak.

Bi Ika juga menceritakan jika wanita bernama Maura itu kerap bertengkar dengan Edward, dan hal itu di karenakan Edward yang tidak memperbolehkan Maura keluar dari rumah, bahkan hanya untuk jalan-jalan sekalipun.

Hal itu membuat Rere takut karena dia juga melihat sifat Edward yang dingin padanya, dia takut bernasib sama seperti Maura yang menurut bi Ika mungkin saja sudah meninggal karena telah membuat Edward kecewa.

"Apa yang kalian lakukan!" suara Edward terdengar, membuat Rere seketika mundur sedikit menjauhi Tom.

"Aku sedang membenarkan dasi pak Tom" celetuk Rere asal.

Apa!

Mata Edward nampak membulat sempurna, tatapan tajam dia berikan kepada Tom.

"Tidak tuan, itu tidak benar" balas Tom menyangkal.

Lalu mata Edward yang melotot beralih melihat ke arah Rere yang nampak gugup.

"Aku hanya__" ucap Rere terpotong.

"Pergilah sebelum aku berubah pikiran" Kata Edward dingin.

Rere tentu saja tak menyia-nyiakan waktu dia langsung pergi dengan sedikit berlari, tapi sebelum pergi dia melirik Tom berharap pria tua itu mau membantunya nanti.

Kini tinggal Tom berdua dengan Edward, Tom memulai obrolan mereka dengan membicarakan masalah perusahaan.

"Perusahaan memiliki masalah tuan, saya sudah mencoba meng-handle semuanya tapi tidak bisa karena kini para pemegang saham mulai mempertanyakan keberadaan tuan, saya hanya khawatir semua ini di manfaatkan tuan Andre untuk menyingkirkan tuan" kata Tom menjelaskan.

"Apa maksud mu, aku pemilik perusahaan daddy dan tentu saja dia tidak bisa menyingkirkan ku" ucap Edward sewot.

"Tuan memang anak pemilik perusahaan, tapi yang di butuhkan semua karyawan dan pemegang saham adalah kehadiran tuan sebagai pemimpin (CEO) di perushaan, mereka membutuhkan pemimpin dan hal itu yang sedang di lakukan tuan Andre saat ini" jelas Tom lagi.

Dan kali ini Edward diam, membuat Tom kembali bersuara.

"Tuan harus keluar, ini sudah saat nya tuan turut andil dalam perusahaan karena jika tuan tetap bersembunyi tuan Andre akan semakin bersikap seenaknya dan banyak melakukan kecurangan pada perusahaan." lanjut Tom menjelaskan.

Tom menjelaskan tentang skandal Andre dan beberapa karyawan, dan satu diantara mereka ada yang hamil tapi di paksa untuk melakukan aboooorsi.

Tom takut skandal ini akan keluar dan menjadi asupan public mengingat perusahaan mereka perusahaan besar, yang nantinya skandal itu akan membuat rugi perusahaan.

Terdengar helaan nafas panjang Edward, bagaimana pun perusahaan itu adalah hak nya dan milik nya, tapi untuk keluar Edward rasa dia tidak bisa.

"Aku akan memikirkan nya, kembali lah dan laporkan apapun yang di lakukan Andre di belakang ku termasuk orang tuanya." balas Edward yang langsung pergi meninggalkan Tom.

Edward bukan hanya membutuhkan waktu, dia masih belum memiliki mental yang kuat untuk berada di depan banyak orang, apalagi Edward masih belum bisa menerima takdir nya yang memiliki fisik yang cacat.