Tiba-tiba Jadi Istri Pak Guru
_____________________________
Arta Malik seorang pengusaha sukses di bidang fashion di Korea, usianya yang sudah tak muda lagi ia ingin anaknya melanjutkan bisnisnya.
"Aku belum siap menikah, yah."
"Usia kamu sudah hampir 30 tahun, coba kamu pikir masa depan kamu, sudah saatnya kamu gantiin posisi ayah."
Bian Malik, ia sangat tidak minat untuk terjun di dunia bisnis. Usianya yang sudah hampir kepala tiga ini ia sama sekali belum memiliki niat untuk menikah. Setelah Bian menikah Arta akan memberikan semua tanggungjawab perusahaan pada Bian.
___________________________________________
"Tis, nanti malam kamu dandan yang cantik ya ada tamu penting yang mau datang."
Latisya Andini, di usianya yang masih 18 tahun ia harus menanggung perbuatan kakeknya. Ia harus menyerahkan dirinya untuk diperistri seseorang yang usianya jauh lebih tua dibanding dirinya.
"Loh bapak kok di sini?"
"Ya? ada masalah?"
Siapakah pria itu? Simak kelanjutannya di cerita ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ssabila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Siang
Tak lama kemudian Bian masuk ke kamar dan langsung berbaring di samping Tisya. Bian memiringkan tubuhnya menghadap sang istri.
Tisya yang belum benar-benar terlelap dapat merasakan ketika Bian naik ke ranjang. Tiba-tiba saja ada tangan yang melingkar di perutnya.
Tisya membuka matanya dan ingin protes.
"Pak apaan sih." Protes Tisya.
"Kamu diam saya sudah ngantuk." Ucap Bian.
"Ihh."
Tisya langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Bian.
Sepanjang tidurnya Tisya merasa nyaman, hingga akhirnya ia terbangun ketika mendengar suara adzan.
Tisya membuka matanya dan melihat tangan Bian masih setia melingkar di perutnya. Tisya melepas pelukan itu lalu ia membalikkan tubuhnya.
Tisya mengamati wajah suaminya. Ia menempelkan tangannya ke hidung suaminya dan mengusapnya pelan.
"Ini asli apa buatan ya?" Monolog Tisya.
Tangan Tisya tidak sengaja menyenggol bibir kenyal Bian. Tisya lalu menurunkan tangannya dan mengusap lembut bibir Bian.
Seketika adegan malam itu teringat.
"Kok jadi pengen ya." Ucap Tisya.
Sang empu langsung membuka matanya. Tisya segera menarik tangannya dan ia terlambat Bian sudah lebih dulu menahan tangannya.
"Pengen?" Tanya Bian.
"E.. engga." Jawab Tisya.
Tisya kemudian hendak bangkit namun Bian langsung menariknya hingga Tisya kembali terlentang di kasur. Bian menindih tubuh Tisya lalu membungkam bibir Tisya dengan bibirnya.
Tisya memukul-mukul dada bidang Bian, namun bagi Bian itu tidak terasa.
Bian menggigit bibir bawah Tisya hingga akhirnya Tisya mau membuka mulutnya.
Awalnya ciuman Bian lembut namun lama kelamaan ciuman itu berubah menjadi panas.
Bian melepas tautannya.
"Hosh hosh." Napas Tisya terengah-engah. Keringat memenuhi kening Tisya. Dinginnya AC tidak bisa mengalahkan ciuman panas mereka.
Bian mengambil selembar tisu untuk mengelap bekas darah di bibir Tisya.
"Aw aw." Rintih Tisya.
"Tahan tahan." Ucap Bian.
"Bapak sih main gigit aja." Gerutu Tisya.
Bian tidak menjawabnya. Ia membuang tisu kotor itu lalu masuk ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu.
Setelah selesai menunaikan ibadah sholat subuh, Bian kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur empuknya.
Berhubung hari ini hari libur ia ingin bermalas-malasan terlebih dahulu.
"Mau kemana?" Tanya Bian saat Tisya hendak membuka pintu kamar.
"Ke dapur." Jawab Tisya.
"Bilang ke Mbok Sumi kalau nanti siang kita mau pergi, suruh Mbok Sumi pulang kalau sudah selesai pekerjaannya." Ucap Bian.
" Emangnya kita mau kemana?" Tanya Tisya.
"Nanti kamu tahu sendiri." Jawab Bian.
......................
Pagi harinya Arta duduk santai di taman belakang rumah sambil menikmati secangkir kopi pahit.
Saat Arta tengah asyik membaca koran tiba-tiba saja matanya terasa berat. Ia meletakkan korannya ke atas meja lalu membuka kacamatanya.
"Umur sudah tua, mau baca aja susah, padahal matanya ada empat." Ucap Arta.
Umur Arta saat ini sudah tidak muda lagi yaitu 65 tahun, banyak penyakit yang datang mendekatinya.
Mayang datang menghampiri Arta sambil membawa satu piring buah.
"Paahh" Panggil Arta
"Iya mah. " Jawab Mayang.
Berbeda dengan Arta, Mayang jauh lebih muda dibanding Arta. Umurnya masih 40an dan tubuhnya terawat.
Selama 15 menikah dengan Arta, mereka belum juga dikaruniai anak. Tapi itu tidak jadi masalah untuk mereka. Bagi Arta dikaruniai Bian sudah lebih dari cukup.
Kemana perginya Ibu Arta?
Ya sejak Arta berusia 1 tahun ibunya pergi dipanggil oleh Yang Maha Kuasa.
Setelah melahirkan Bian, Ayu ibunya Bian sering mengeluh sakit perut.
"Kita periksa ke rumah sakit ya mah." Ucap Arta kala itu.
Setelah diperiksa oleh dokter ternyata Ayu mengidap penyakit kanker rahim.
Setelah pemeriksaan itu Ayu sering keluar masuk rumah sakit.
Tak selang waktu lama, Ayu di bawa ke Korea untuk pengobatan yang lebih serius, namun belum sempat mendarat di Korea Ayu menghembuskan napas terakhir di langit Indonesia.
Setelah kepergian Ayu, Bian dirawat oleh pengasuhnya hingga dia tamat SD. Setelah Bian memasuki usia SMP Arta mulai dekat dengan Mayang. Namun awalnya Bian belum bisa menerima kehadiran Mayang. Seiring berjalannya waktu, Mayang sering mengajak Bian bermain hingga akhirnya Bian bisa menerima kehadiran Mayang.
Setelah Bian bisa menerima akhirnya Arta mempersunting Mayang.
Setelah Arta menikahi Mayang Arta membawa keluarganya ke Luar Negeri. Ia mulai mengembangkan bisnisnya di sana.
Mayang selalu setia mendampingi kemana Arta pergi. Namun akhir-akhir selama di Indonesia Mayang jarang ikut Arta ke kantor, ia malah sering keluar sendiri bertemu teman-temannya.
"Papa mau alpukat?" Tanya Mayang
"Boleh mah." Jawab Arta.
Mereka berdua mengobrol di taman sambil menikmati buah-buahan.
"Hari ini rencananya papa mau kemana?" Tanya Mayang.
"Emmm hari ini papa ada meeting sama rekan bisnis papa, mama mau ikut?" Tanya Arta.
"Kayaknya engga deh pah, soalnya mama nanti rencana mau ketemu sama Vena." Jawab Mayang.
"Vena siapa?" Tanya Arta.
"Itu lo pah teman arisan sosialita mama." Jawab Mayang.
Arta mencoba mengingat-ingat namun ia juga tidak ingat.
"Papa lupa mah, teman mama banyak banget sih." Jawab Arta.
...****************...
Di Rumah, Bian dan Tisya sedang menikmati sarapannya.
'Ting'
Ponsel Tisya berbunyi. Ia membuka ponselnya dan mendapat lirikan dari Bian.
"Kalau makan jangan terbiasa sambil main ponsel." Ucap Bian.
Tisya kemudian meletakkan kembali ponselnya dan melahap makanannya.
Seteleh selesai sarapan Tisya langsung mengumpulkan pakaian kotornya untuk dicuci Sumi. Sedangkan Bian berada di taman belakang.
Tisya membuka jendela kamarnya dan terlihat Bian tengah mencabuti rumput liar di taman.
Siang harinya setelah selesai menunaikan ibadah sholat duhur Tisya dan Bian bersiap hendak pergi. Tisya mengenakan pakaian yang modis namun tetap sopan sedangkan Bian mengenakan kaos berkerah warna hitam dipadukan celana panjang warna abu-abu.
Berbeda dengan biasanya, Bian terlihat lebih tampan. Kaos yang ketat membuat tubuh Bian tampak lebih kekar dan gagah.
"Kita mau kemana pak?" Tanya Tisya.
"Makan siang sama mama." Jawab Bian.
Bian kemudian melajukan mobilnya menuju restoran di salah satu mall. Setelah tiba Bian dan Tisya keluar dari mobil bersamaan.
Sebelum keluar dari mobil Tisya lebih dulu mengenakan masker, ia takut kalau teman sekolahnya ada yang melihat dirinya jalan bareng Bian.
Tisya dan Bian berjalan tanpa bergandengan. Tisya lebih memilih berada di belakang Bian dari pada di samping Bian.
"Siang ma." Ucap Bian.
Bian dan Tisya bergantian mencium tangan Mayang. Bian duduk di hadapan Mayang dan Tisya duduk di samping Bian.
"Loh kamu ikut?" Tanya Mayang pada Tisya sambil senyum yang sulit diartikan.
"Iya mah soalnya nanti mau sekalian belanja kebutuhan rumah." Bukan Tisya yang menjawabnya namun Bian.
Bian pikir Arta juga ikut makannya ia mengajak Tisya sekalian.