Ajeng harus pergi dari desa untuk menyembuhkan hatinya yang terluka, sebab calon suaminya harus menikahi sang sepupu karena Elis sudah hamil duluan.
Bibiknya memberi pekerjaan untuk menjadi pengasuh seorang bocah 6 tahun dari keluarga kaya raya di Jakarta.
Ajeng iya iya saja, tidak tahu jika dia adalah pengasuh ke 100 dari bocah licik itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lunoxs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 6 - Duduk Kaku
Ryan melihat saat Sean menutup pintu kamarnya dengan kuat, lalu mendengar saat Ajeng bicara pada dirinya sendiri.
Sabar dan istighfar.
Mendengar itu Ryan tersenyum, bisanya para pengasuh yang lain akan menangis atau langsung mengumpat, tapi tidak dengan gadis kampung ini.
"Om Ryan, mau apa kesini? bertemu dengan Sean?"
"Rencananya iya, tapi sepertinya dia sedang marah."
"Dia marah padaku, bukan pada om Ryan, silahkan masuk," balas Ajeng pula, dia sedikit menyingkir agar Ryan punya akses lebih banyak pada pintu itu.
Jujur saja Ajeng juga mencemaskan keadaan Sean di dalam, akan lebih baik jika bocah itu ada yang menemani dan untunglah Ryan datang.
Pria tampan itu lantas dengan perlahan membuka pintu, lalu melihat Sean yang sudah tertidur, memunggungi arah pintu.
"Sean," panggil Ryan, dia masuk dan duduk di tepi ranjang.
Sean bergeming, memejamkan mata pura-pura tidur.
"Sepertinya dia sudah tidur Jeng, lebih baik kamu kembali ke kamar mu. Besok pagi-pagi temui Sean lagi untuk bersiap ke sekolah."
Ajeng juga sudsh masuk ke kamar ini, berdiri 2 langkah di hadapan Ryan.
"Saya tidur disini saja Om."
"Tidur dimana? di sini kan ranjangnya cuma 1."
"Itu ada sofa panjang." Ajeng menunjuk sofa di dekat jendela.
Ryan lantas memindai tubuh Ajeng, tubuhnya mungil, mungkin tingginya hanya sekitar 145, tubuhnya juga langsing, jadi sepertinya tidak masalah untuk tidur di sofa panjang itu.
"Baiklah, di lemari Sean ada selimut dan juga bantal, pakai agar kamu tetap nyaman."
Ajeng tersenyum malu-malu, tak menyangka Mendapatkan perhatian seperti ini dari seorang pria tampan.
Astagfirulah, istighfar Jeng, istighfar, fokus, kerja mu cuma jaga Sean, bukan berhayal jadi nyonya.
"Baik Om, terima kasih," balas Ajeng patuh.
Ryan pun keluar dari dalam kamar itu, terkekeh pelan ketika sudah berada di luar.
Kedua pipi Ajeng yang langsung berubah merah merona terlihat lucu di mata pria itu.
"Ajeng," ucap Ryan, seolah mengingat-ingat namanya.
Di dalam kamar Sean.
Ajeng segera mengambil bantal dan selimut. Sean tidak suka tidur dalam kegelapan, sementara Ajeng selalu tidur dengan lampu yang di matikan.
Dua kepribadian yang berbeda.
Jadi agar Ajeng bisa tidur, dia menutup seluruh tubuhnya itu menggunakan selimut. Dinginnya AC juga membuat dia nyaman tidur dalam keadaan seperti itu.
Di jam 11 malam Sean membuka matanya dan melihat mbak Ajeng tidur di sofa.
Ada sebuah perasaan hangat yang tiba-tiba merayap masuk ke dalam hatinya yang dingin.
Sean tidak bereaksi apapun, dia terus melihat ke arah mbak Ajeng sampai akhirnya tertidur lagi.
"Sen! bangun Sen, ini sudah pagi," ucap Ajeng, saat ini sudah jam 6 pagi.
"Ayo mandi bareng Malvin!!" panggil Ajeng lagi dengan suara yang lebih tinggi. Meski pun semalam mereka seperti bertengkar, tapi pagi ini Ajeng ingin terlihat biasa saja.
Dan mendengar nama Malvin disebut, Sean pun langsung membuka mata.
"Aku mandi sendiri, mbak Ajeng tidak usah masuk," titah Sean.
"Baik," balas Ajeng patuh dan antusias.
Sean juga memakai baju seragamnya sendiri, Ajeng hanya perlu merapikannya sedikit.
Sekolah nanti Ajeng akan terus menemani, dari jam 7.30 pagi sampai jam 10.
Tiap pagi Reza selalu mengantar sang anak, nanti ketika pulang baru dijemput oleh supir.
"Kamu mau kemana?" tanya Reza saat Ajeng hendak masuk ke kursi tengah.
"Duduk Pa."
"Kamu duduk di depan."
Ha? Ajeng bingung, padahal Reza mengemudikan mobil itu sendiri, tapi kenapa malah memintanya untuk duduk di depan. Padahal dia ingin menemani Sean dibelakang.
Apa pak Reza mau deket-deket sama aku ya? batin Ajeng, pipinya tiba-tiba merah merona.
Dia tidak tahu, jika kursi pengasuh/pelayan memang di depan sana. Sementara di tengah hanya untuk majikan.
Ajeng nyaris tersipu, sampai akhirnya dia melihat wajah Reza yang dingin, lengkap dengan tatapan tajam.
Deg! Ajeng tidak jadi tersipu, kini dia mendadak takut.
Duduk kaku di samping sang Tuan.