NovelToon NovelToon
The Worst Villain

The Worst Villain

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Balas Dendam / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:21k
Nilai: 5
Nama Author: @hartati_tati

Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak sekarat dengan pisau menancap di jantungnya, dipegang oleh tunangannya, Deric.

"Kenapa, Deric?" bisik Fany, menatap dingin pada tunangannya yang mengkhianatinya.

"Maaf, Fany. Ini hanya bisnis," jawab Deric datar.

Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan sekali lagi, Fany mati karena pengkhianatan. Ia selalu ingat setiap kehidupannya: sahabat di kehidupan pertama, keluarga di kedua, kekasih di ketiga, suami di keempat, rekan kerja di kelima, keluarga angkat di keenam, dan kini tunangannya.

Saat kesadarannya memudar, Fany merasakan takdir mempermainkannya. Namun, ia terbangun kembali di kehidupannya yang pertama, kali ini dengan tekad baru.

"Aku tidak akan membiarkan siapapun menyakitiku lagi," gumam Fany di depan cermin. "Kali ini, aku hanya percaya pada diriku sendiri."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @hartati_tati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 7

Pulang sekolah, Fany memutuskan untuk tidak langsung pulang ke rusunnya. Dengan langkah mantap, dia melangkah keluar dari gerbang sekolah dan menyusuri trotoar yang ramai. Tangan kanannya merogoh tas, mengeluarkan handphone yang bergetar dengan tanda pesan masuk.

Di layar, tertera pesan dari salah satu pekerjaan part-time yang pernah dia lamar. Fany berhenti sejenak di pinggir jalan, membuka pesan itu dengan cepat.

"Selamat sore, Fany. Kami ingin mengundang Anda untuk wawancara besok pukul 16.00 di kafe kami. Kami tertarik dengan lamaran Anda dan berharap bisa mendiskusikan lebih lanjut tentang posisi barista yang Anda lamar."

Senyum tipis muncul di wajah Fany. Dia tahu ini mungkin adalah kesempatan yang dia butuhkan untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan hati yang penuh harapan, Fany mengetik balasan.

"Terima kasih atas undangannya. Saya akan datang besok pukul 16.00."

Setelah mengirim pesan, Fany melanjutkan perjalanannya, kali ini dengan tujuan yang lebih jelas. Dia memutuskan untuk mencari tahu lebih banyak tentang kafe itu, mungkin dengan mengunjunginya langsung atau mencari informasi di internet.

Langit mulai berubah warna, tanda sore hari yang semakin menjelang. Fany menavigasi jalanan kota yang ramai, pikirannya penuh dengan rencana untuk wawancara besok. Meski perutnya masih lapar dan tubuhnya lelah, semangatnya tetap membara.

Setelah beberapa menit berjalan, Fany menemukan kafe yang dimaksud. Dia berdiri di depan pintu kaca yang besar, melihat ke dalam. Kafe itu tampak hangat dan mengundang, dengan aroma kopi yang harum menyeruak dari dalam. Fany mengambil napas dalam, merasa sedikit lega dan bersemangat sekaligus.

"Besok akan jadi hari yang penting," gumamnya pada diri sendiri. Dengan langkah ringan, Fany berbalik dan mulai berjalan kembali menuju rusunnya, berharap untuk istirahat sejenak sebelum mempersiapkan diri untuk wawancara esok hari.

Fany berjalan menuju rusunnya, pikirannya dipenuhi rencana untuk wawancara esok hari. Langit mulai gelap, dan udara malam mulai terasa dingin. Saat dia melewati jalan-jalan yang sepi, perasaannya tiba-tiba berubah. Instingnya yang terlatih mulai bekerja, dan dia menyadari ada beberapa orang yang mengikutinya.

Fany memperlambat langkahnya, berpura-pura melihat-lihat etalase toko di pinggir jalan. Dari sudut matanya, Fany menyadari ada beberapa orang yang tampaknya mengikutinya dari kejauhan. Pengalamannya di masa lalu membuatnya peka terhadap situasi seperti ini. Dengan hati-hati, dia menilai gerak-gerik mereka.

Tidak seperti malam sebelumnya, kali ini dia tidak merasakan ancaman langsung. Orang-orang ini, meski mencurigakan, tampak kurang agresif dan lebih berhati-hati. Fany bisa merasakan bahwa mereka tidak memiliki niat jahat. Mungkin mereka hanya memantau atau mengamatinya.

Dengan sikap tenang, Fany melanjutkan perjalanannya. Dia mengambil rute yang lebih panjang dan berbelok beberapa kali, menguji apakah orang-orang itu masih mengikutinya. Mereka tetap berada di kejauhan, menjaga jarak namun tidak kehilangan jejaknya.

"Siapa mereka?" pikir Fany.

Sesampainya di rusunnya, Fany memutuskan untuk tidak langsung masuk. Dia berbelok ke arah gang kecil di sebelah gedung, berhenti sejenak untuk melihat apakah mereka masih mengikutinya. Orang-orang itu tampaknya berhenti di ujung jalan, ragu-ragu untuk mendekat.

Fany menatap mereka dengan tajam dari bayang-bayang, memastikan bahwa mereka tidak mencoba sesuatu yang mencurigakan. Setelah beberapa menit, orang-orang itu perlahan berbalik dan pergi, meninggalkan Fany sendirian di gang.

Dengan hati-hati, Fany keluar dari gang dan kembali ke pintu rusunnya. Meski lega, dia tetap waspada. Dia harus lebih berhati-hati mulai sekarang. Setelah memastikan tidak ada lagi yang mengikutinya, Fany masuk ke dalam gedung dan naik ke kamarnya.

Di dalam kamarnya yang sempit, Fany menghela napas panjang. Hari ini cukup melelahkan, tetapi besok adalah kesempatan baru yang harus dia persiapkan dengan baik. Dia menyiapkan seragam sekolahnya untuk esok hari, memikirkan wawancara yang akan datang dengan harapan besar.

Sebelum tidur, Fany memeriksa sekali lagi pintu dan jendela, memastikan semuanya terkunci dengan aman. Dia berbaring di tempat tidur, mencoba menenangkan pikirannya yang penuh dengan berbagai pikiran. Akhirnya, perlahan-lahan, dia terlelap dengan satu pikiran di benaknya.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Di dalam ruang mewah yang dipenuhi barang-barang antik dan lukisan-lukisan berharga, suasana terasa tegang. Kilau perabotan mahal dan hiasan dinding yang indah tampak kontras dengan ekspresi marah dua orang wanita yang berdiri di tengah ruangan.

"Kenapa kakek masih belum menjemput Fany?!" seru salah satu wanita dengan nada tegas. Dia adalah Regina, menantu keluarga ini, mengenakan gaun elegan berwarna merah anggur.

Di sebelahnya, berdiri Nyonya Eliza, ibu mertua Regina, yang juga tampak marah. Wajahnya yang biasanya tenang kini penuh dengan kemarahan yang tertahan.

Lima orang pria dewasa berdiri di hadapan mereka, kelihatan sedikit gugup di bawah tatapan tajam kedua wanita itu.

"Regina, kau tahu ini bukan keputusan yang mudah," ujar salah satu pria, mencoba menenangkan situasi.

"Mudah atau tidak, itu tidak penting! Fany adalah putri kami, dan dia seharusnya tidak perlu menjalani hidup yang keras seperti ini. Enam pekerjaan part time hanya untuk bertahan hidup dan membayar sekolah? Ini tidak bisa dibiarkan!" kata Regina tidak bisa menahan amarahnya.

"Aku tidak bisa memahami keputusan kalian untuk menunda ini. Kita punya sumber daya dan kekuatan untuk membawanya kembali, dan kita harus melakukannya sekarang," ujar Eliza mengangguk setuju dengan perkataan menantunya.

"Kami masih mengawasinya dan memastikan dia aman. Tidak ada ancaman serius yang akan membahayakannya," kata salah satu pria dengan nada takut.

"Keamanan saja tidak cukup!" Regina hampir berteriak. "Fany berhak mendapatkan kehidupan yang layak, berhak mendapatkan kasih sayang keluarga. Kalian tidak mengerti betapa sakitnya melihat putriku harus berjuang sendirian."

"Kami tidak akan lagi menerima alasan. Besok, kalian harus membawanya pulang. Atau aku sendiri yang akan pergi menjemput cucuku."

Kelima pria itu hanya bisa menghela napas pasrah, menyadari bahwa titah dari penguasa rumah ini tidak bisa dibantah. Mereka tahu betul bahwa Regina dan Nyonya Eliza memiliki pengaruh besar dalam keluarga, dan ketika mereka berdua sepakat akan sesuatu, bahkan Kakek, penguasa tertinggi dalam keluarga ini, harus mendengarkan mereka berdua.

"Pastikan kalian melakukannya. Ini bukan lagi masalah bisa atau tidak bisa, tapi masalah harus. Putriku tidak boleh menderita lebih lama lagi," kata

Regina menatap mereka dengan tajam

Regina dan Eliza Hawthorne menatap tajam kelima pria yang keluar dengan langkah gontai dari ruang pertemuan keluarga.

Pengenalan Tokoh

Kakak pertama: Sebastian Hawthorne yang berusia 28 tahun

Kakak kedua: Gabriel Hawthorne yang berusia 25 tahun

Kakak ketiga: Dominic Hawthorne yang berusia 22 tahun

Papa: Alexander Hawthorne yang berusia 50 tahun,

kakek: Maximilian Hawthorne yang berusia 75 tahun.

Nenek: Eliza Hawthorne berusia 67 tahun.

Mama: Regina Hawthorne berusia 45 tahun.

1
Uswatun hasanah
apakah ada yang bundir.. ngeri.(moga nggak /baperan).. 🤨
Sofi Sofiah
cerita nya keren...aku maraton baca dari awal tpi rasanya masi kurang
Zeendy Londok
lanjut thor
Uswatun hasanah
masih jadi teka teki ni..
Uswatun hasanah
iri dengki akan menghancurkan dirinya sendiri.. 😌
Uswatun hasanah
wow.. hebat .. suka mengintimidasi ternyata Fany.. gak bakal dibully... 😅
Uswatun hasanah
kehidupan Fany yang sesungguhnya dimulai... nunggu part selanjutnya...
Leha
keren
Leha
Buruk
Uswatun hasanah
ok.. ditunggu partai selanjutnya.. pertemuan... 😉
Uswatun hasanah
kayaknya Fany mati rasa..
queen bee
up terus 👍👍👍👍👍👍🤩🤩🤩🤩🤩
De Ryanti
orang ma dah nemuin anaknya langsung jemput lah ngapain nunda lama2 kurang apa terpaan hidup fany dr bayi ampe gede gitu...kakek ma bapak nya fany aneh
Uswatun hasanah
setelah kejadian ini Terima mereka Fany.. kamu berhak bahagia..
Alfatih Cell
suka sangat thor.. crazy up 💪💪💪
Rina Yuli
tapi percuma juga Fany dibawa pulang orang dianya gak percaya siapapun bahkan keluarga kandungnya
Uswatun hasanah
yeeyyy akhirnya.. didatangi juga Fany karna takut ama Ratunya 😂
Cahaya yani
knp kluarga ny tdak mnjemput nya.. ap scara tdak sngja di latih biar tangguh, tpi kl gtu knp tnpa ad bntuan scr tk di sngja
Uswatun hasanah
apakah Fany korban penculikan.. aish... penasaran...
Cahaya yani
thooorr please up yg byk donk 😭😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!