The Worst Villain
Malam itu, hujan turun dengan deras, seolah-olah langit turut berduka atas tragedi yang terjadi. Di sebuah gudang tua yang remang-remang, Fany, seorang wanita cantik dan anggota mafia ternama, tergeletak di lantai dingin. Sebilah pisau terhunus di jantungnya. Darah mengalir dari luka itu, menggenangi lantai beton yang kotor.
Di sampingnya, Deric, tunangannya, berdiri dengan tangan gemetar, memegang gagang pisau yang masih tertancap di tubuh Fany. Wajahnya tegang, namun sorot matanya dingin dan penuh determinasi.
"Kenapa, Deric?" suara Fany bergetar lemah. "Kenapa kau melakukan ini padaku?"
Deric menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. "Kau terlalu kuat, Fany. Kau menjadi penghalang bagiku. Selama ini aku berada di bayang-bayangmu, tapi sekarang saatnya aku yang memimpin."
Fany terbatuk, darah merembes di sudut bibirnya. "Aku mencintaimu... aku pikir kita... kita akan memimpin bersama."
Deric menggeleng pelan, air mata menggenang di matanya, namun tekadnya tak goyah. "Cinta tidak cukup dalam dunia kita, Fany. Kekuatan dan kekuasaan adalah segalanya. Dan untuk mendapatkannya, aku harus menyingkirkanmu."
Fany tersenyum pahit, merasakan nyawanya perlahan memudar. "Kau akan menyesal, Deric. Kau tidak tahu... apa yang kau hadapi."
"Tidak, aku tidak akan menyesal," jawab Deric tegas. "Aku sudah membuat keputusan. Dunia ini kejam, dan hanya yang terkuat yang bertahan."
Dengan kata-kata itu, Fany menghembuskan napas terakhirnya. Senyum terakhirnya beku di wajahnya yang cantik. Deric berdiri, menarik pisau dari tubuhnya, dan menatapnya untuk terakhir kali.
"Selamat tinggal, Fany," bisiknya, suaranya penuh penyesalan yang tersembunyi di balik ambisi. "Maafkan aku."
Deric berbalik, meninggalkan gudang dengan langkah berat. Hujan terus mengguyur tanpa ampun, seolah-olah membersihkan dunia dari dosa yang baru saja terjadi. Di balik ambisinya yang tak terelakkan, Deric tahu bahwa bayang-bayang Fany akan selalu menghantuinya, sebuah pengingat akan harga yang harus dibayar untuk kekuasaan.
Fany merasa tubuhnya meringkuk dalam kegelapan yang tak berujung, kegelapan yang begitu pekat hingga rasanya seperti tenggelam dalam lautan malam tanpa bintang. Kegelapan ini bukanlah hal baru baginya, melainkan teman lama yang selalu menjemputnya setiap kali napas terakhirnya terhembus. Dia merenung dalam kesendirian yang sunyi, menyadari betapa hidupnya hanya menjadi permainan takdir yang kejam.
Ini adalah kehidupan ketujuhnya, dan untuk ketujuh kalinya pula, dia harus mati karena pengkhianatan dari tunangannya. Setiap kali, Fany berharap kisahnya akan berbeda. Namun, setiap akhir cerita selalu sama, selalu diwarnai dengan pengkhianatan dan darah.
Dia mengingat setiap kehidupan yang telah dijalaninya. Dalam kehidupan pertamanya, sahabat terdekatnya yang menusukkan belati ke punggungnya. Kehidupan berikutnya, dia dikhianati oleh keluarganya sendiri yang menjualnya demi keuntungan. Kehidupan ketiga, kekasih yang dicintainya dengan tulus ternyata hanya memanfaatkannya. Suaminya di kehidupan keempat yang begitu dipercayainya ternyata menyembunyikan niat jahat. Keluarga angkatnya di kehidupan kelima yang seharusnya melindunginya justru mengirimnya ke kematiannya. Dan sekarang, tunangannya yang baru saja berjanji setia ternyata adalah pengkhianat terakhir yang menutup tirai kehidupannya yang ketujuh.
Dalam keheningan yang menyesakkan, Fany bertanya-tanya, apakah semua ini adalah kutukan yang tak berujung? Atau ada tujuan yang lebih besar yang belum dapat ia pahami?
Di tengah kegelapan, Fany mendengar suara familiar, suara hatinya sendiri yang berbisik, "Berapa kali lagi aku harus melalui ini? Apa yang harus kulakukan untuk mengakhiri siklus ini?"
Namun, kegelapan hanya menjawab dengan keheningan yang dingin. Meskipun tubuhnya terasa lemah dan napasnya mulai memudar, semangat dalam diri Fany tidak pernah padam. Dia bersumpah, jika diberi kesempatan lagi, dia akan menemukan cara untuk memutus rantai pengkhianatan ini. Dia akan menemukan jalan keluar dari lingkaran nasib yang kejam ini.
Samar-samar, Fany mulai mendengar suara riuh di sekitarnya. Sorakan dan tawa yang awalnya terdengar sayup-sayup kini semakin jelas, mengiris kesunyian yang membungkusnya. Dengan enggan, dia membuka matanya dan terkejut saat mendapati dirinya duduk di lantai keramik dingin yang bersimbah makanan. Seragam sekolah SMA-nya kotor dan basah, dan tawa para murid yang memenuhi ruangan terdengar memekakkan telinganya.
Fany menatap sekeliling dengan kebingungan. "Apa ini? Kenapa aku kembali ke masa sekolah?" pikirnya, mencoba memahami situasi aneh yang menimpanya.
Seseorang dari kerumunan berteriak, "Lihat, si pecundang basah kuyup! Apa kau terlalu bodoh untuk makan dengan benar?"
Tawa semakin membahana. Fany merasakan panas di pipinya, bukan hanya dari rasa malu, tapi juga kemarahan yang mulai membara. "Ini mimpi buruk... lagi-lagi," batinnya berteriak.
Dia mencoba bangkit, tapi tubuhnya terasa lemah. "Kenapa aku harus mengalami ini lagi? Hidupku selalu berakhir dengan pengkhianatan. Apakah ini hukuman atas dosa yang tidak kuketahui?"
Mata Fany menyapu wajah-wajah yang menertawakannya. "Apakah di antara mereka ada pengkhianat juga? Apakah salah satu dari mereka yang akan mengakhiri hidupku kali ini?"
Rasa putus asa hampir membuatnya menyerah, tapi Fany meneguhkan hati. "Aku harus kuat. Aku tidak akan membiarkan mereka menghancurkanku lagi. Kali ini, aku harus menemukan cara untuk memutus siklus ini."
Dengan tekad yang mulai bangkit, Fany perlahan bangkit dari lantai, mengabaikan rasa malu dan tawa yang mengelilinginya.
"Aku tidak akan menjadi korban lagi. Aku akan menemukan jalan keluar dari semua ini."
Sorakan dan tawa masih memenuhi ruangan, tapi di dalam hati Fany, ada suara yang lebih kuat yang berbisik.
"Aku akan bertahan. Aku akan melawan. Dan kali ini, aku akan menang," batin Fany.
Fany baru saja berhasil berdiri ketika seorang gadis tiba-tiba menjambak rambutnya dengan kuat. Gadis itu tampak marah, matanya berkilat-kilat penuh kebencian. Dia mendorong kepala Fany hingga hampir jatuh kembali ke lantai.
"Jilat sepatuku!" gadis itu memerintah dengan suara dingin. "Sepatuku kotor gara-gara kamu!"
Fany mengangkat kepalanya, menatap gadis itu dengan tatapan kebingungan dan kesakitan. Namun, saat matanya bertemu dengan wajah gadis itu, ingatan masa lalunya kembali dengan cepat. "Vera...," batinnya berbisik. Ini adalah Vera, gadis yang suka membully-nya di kehidupan pertamanya.
"Aku... kembali ke kehidupan pertamaku?" pikir Fany, rasa terkejut dan kebingungan memenuhi benaknya.
"Jilat sepatuku sekarang!" Vera berteriak, menarik rambut Fany lebih keras.
Fany menggertakkan giginya, mencoba meredakan rasa sakit di kulit kepalanya. "Tidak, aku tidak akan melakukannya," jawabnya tegas.
Vera tertawa sinis, menambah tekanan pada jambakannya. "Apa kau bilang? Kau tidak punya pilihan, dasar pecundang!"
Para murid lain yang awalnya menertawakan Fany kini terdiam, terkejut melihat perlawanan yang tak terduga darinya.
Fany menatap Vera dengan mata penuh kemarahan, tangan yang kuat memegang pergelangan tangan Vera yang mencengkeram rambutnya. Dengan kejam, Fany meremas pergelangan tangan Vera, membuatnya berteriak kesakitan.
Vera menangis kesakitan, mencoba melepaskan diri, tetapi Fany semakin memperkeras cengkramannya.
"Berhenti! Tolong, berhenti!" teriak Vera dalam putus asa.
"Tolong, Fany! Lepaskan aku!" teriak Vera dengan suara tertekan, wajahnya pucat dan terasa kesakitan.
Fany menatap Vera dengan tajam, namun tatapannya tidak lekang dari rasa kemarahan. "Kau pikir kau bisa melakukan ini tanpa konsekuensi, Vera? Kau salah besar!"
Beberapa murid berbisik-bisik di antara mereka, mencoba memahami apa yang terjadi di depan mereka. Mereka tidak biasa melihat Fany, siswi pecundang yang yang tidak bisa apa-apa sekarang berani melawan Vera.
Vera menangis dengan histeris, mencoba melepaskan diri dari cengkeraman Fany yang kuat. "Maafkan aku, Fany! Aku tidak bermaksud seperti itu! Aku minta maaf!"
"Maaf tidak akan mengubah apa pun, Vera. Kau harus belajar bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi."
Para murid terus menatap dengan heran, tidak bisa menyembunyikan kebingungan mereka atas situasi yang terjadi di depan mata mereka. Bagi mereka, ini adalah pemandangan yang begitu tidak biasa dan mengejutkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Hasnah Siti
uwahhhh..daebak....!!!
awal storynya aja udah bagussssss...yuk lanjut baca lg🤩
2024-08-17
0
Uswatun hasanah
aq suka baca transmigrasi dan rengkarnasi wanita kuat dan tidak bodoh... ayo lawan.. Fany..
2024-06-07
10