"Seharusnya aku tahu, kalau sejak awal kamu hanya menganggap pernikahan ini hanya pernikahan kontrak tanpa ada rasa didalamnya. Lalu kenapa harus ada benihmu didalam rahimku?"
Indira tidak pernah mengira, bahwa pada suatu hari dia akan mendapatkan lamaran perjodohan, untuk menikah dengan pria yang bernama Juno Bastian. Indira yang memang sudah jatuh cinta pada pandangan pertama dengan Juno, langsung setuju menikah dengan lelaki itu. Akan tetapi, tidak dengan Juno yang sama sekali tidak memiliki perasaan apapun terhadap Indira. Dia mengubah pernikahan itu menjadi pernikahan kontrak dengan memaksa Indira menandatangani surat persetujuan perceraian untuk dua tahun kemudian.
Dua tahun berlalu, Indira dinyatakan positif hamil dan dia berharap dengan kehamilannya ini, akan membuat Juno urung bercerai dengannya. Namun takdir berkata lain, ketika kehadiran masa lalu Juno yang juga sedang hamil anaknya, sudah mengubah segalanya.
Apa yang akan terjadi pada rumah tangganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma Kirana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Sedikit penyesalan
Kata-kata yang dilontarkan oleh Pak Edwin, seakan mengejek Juno. Wanita pilihannya yang selama ini ditolak oleh Pak Edwin dan juga Papanya, sekarang sangat mengecewakan dan menyakitinya. Hanya kedua pria itu yang menolak Sheila sebagai anggota keluarga Bastian, sedangkan adik dan mamanya bisa menerima Sheila dengan baik.
"Wanita pilihan kamu sangat BAIK kan?" ucap pak Edwin lagi yang membuat Juno kehilangan kata-kata.
Tanpa bicara apa-apa untuk merespon perkataan kakeknya, Juno melangkah pergi ke kamarnya dengan perasaan yang hancur dan marah. Tapi, semarah apapun dia pada Sheila, dia tidak berani untuk memukul wanita itu. Dia ingat, Sheila adalah ibu dari putrinya. Apabila putrinya tahu ibunya diperlakukan dengan kasar, mungkin Viola akan sangat marah dan kecewa padanya. Dia tidak mau melakukan kekerasan, karena marah.
Namun, apa yang dulu dirasakan oleh Indira, tidak sebanding dengan apa yang saat ini dirasakan oleh Sheila. Tidak hanya dihina, mental Indira dihancurkan setiap harinya oleh Juno, apa lagi setelah Juno dan Indira tidur bersama. Juno sangat jijik pada wanita itu, bahkan dia pernah bersumpah tidak akan pernah tidur dengan Indira lagi.
Sheila menyusul Juno, dia menggedor-gedor pintu kamar suaminya. Dia memohon agar Juno mau berbicara padanya.
"Juno please.. dengerin aku dulu Sayang. Aku nggak mau pisah dari kamu. Please kasih aku kesempatan buat memperbaiki semuanya. Kamu memangnya udah kasihan sama Viola? Gimana kalau Viola tahu kalau mama sama papanya mau cerai? Tega kamu!" kata Sheila berteriak-teriak didepan kamar Juno sambil menangis.
Tindakannya ini diperhatikan oleh pak Edwin dan Dito. Pak Edwin yang dulu selalu mengingatkan Juno akan kelakuan Sheila, merasa senang karena sekarang mata hati Juno mulai terbuka.
"Ciye, yang mau diceraiin!" ledek Pak Edwin sambil tersenyum sinis. Sheila menoleh ke arahnya dengan kesal.
"Kenapa? Mau marah sama saya?" tanya Pak Edwin begitu dia melihat tatapan mata tajam Sheila yang tertuju kepadanya. Dia tahu Sheila pasti sangat kesal diejek seperti ini.
'Dasar tua bangka bau tanah! Kenapa sih dia gak diam aja?' kata Sheila dalam hatinya.Nafasnya memburu, kedua tangannya terkepal kuat menahan amarah pada pria tua ini.
"Siap-siap aja diceraikan ya."
"Kakek jangan bicara' sembarangan. Juno, tidak akan pernah menceraikan saya karena dia sangat mencintai saya!" kata Sheila dengan teguh, sembari mengusap basah di sudut matanya.
"Menyedihkan. Ketika kamu sudah rapuh, kamu tetap berusaha terlihat kuat Sheila. Angkuh , sombong, dan wanita seperti kamu, kalau tanpa laki-laki bisa apa?" ucap pria tua itu dengan sarkas, tanpa pedulikan perasaan Sheila. Dari dulu, pak Edwin emang selalu menunjukkan rasa tidak sukanya terhadap Sheila.
Disaat pak Edwin selalu bersikap tidak baik atau mengatakan sesuatu yang buruk terhadap Sheila, pasti akan selalu ada Juno yang membelanya. Tapi kali ini, Juno tidak membelanya.
"Kakek ini terlalu sombong. Justru Juno, yang akan jadi apa tanpa saya. Dia sangat mencintai saya, cucu anda itu tergila-gila pada saya! Anda jangan lupa kek, dulu dia meninggalkan wanita kampung demi SAYA." Sheila tidak mau kalah, mau dia berbicara dengan anak kecil ataupun dengan orang tua.
"Oh ya? Itu kan masa lalu, dan sekarang kamu lihat sendiri bagaimana sikap Juno sama kamu. Bukan hanya diabaikan, kamu mungkin akan diceraikan."
Sheila semakin tersudut dengan perkataan Pak Edwin yang memang tidak bisa diabaikan. Faktanya perkataan pria tua itu memang benar dan membuatnya gelisah.
'Tidak pernah Juno semarah ini sama aku, apa benar Juno akan sanggup menceraikanku?' kata Sheila dalam hatinya.
Tanpa bicara sepatah kata pun lagi untuk menanggapi perkataan Pak Edwin, Sheila melangkah pergi dari sana dan dia akan mencari kamar lain untuk dipakainya menginap. Nanti dia akan berbicara lagi dengan Juno tentang rumah tangga mereka, meskipun dia tidak yakin bisa membujuk Juna untuk tidak menceraikannya.
****
Juno mengguyur tubuhnya di bawah guyuran air shower yang mengalir. Dia mendinginkan kepalanya yang terasa panas, beberapa kali dia memejamkan mata untuk merasakan sensasi dinginnya air tersebut. Tapi, nyatanya hatinya tetap panas juga. Sebab, bayang-bayang masa lalunya dan Indira terlintas di kepalanya dan malah balik menyakiti hatinya sendiri.
"SIALAN! Apa yang sudah aku lakukan? Kenapa aku bisa sejahat itu pada Indira?" Pria itu merutuki kelakuannya sendiri, dia memukul tembok kamar mandi itu dengan satu tangannya.
"Indira, maaf. Aku akan memperbaiki semuanya. Maafkan aku Indira, dan aku berharap kalau kamu masih memiliki perasaan sama aku," gumam Juno berharap dan matanya menunjukkan penyesalan. Penyesalan itu hadir saat dia tahu bahwa Sheila bukanlah wanita yang baik untuk dirinya.
****
Malam itu Juno kembali mendatangi rumah Indira, dia datang tidak dengan tangan kosong. Dia membawa makanan dan tak lupa dia membawakan tiga tiket untuk Indira, Devan dan Hilman ke Indonesia. Indira menolaknya, dan dia mengatakan akan pergi ke Jakarta setelah urusannya di sini selesai.
"Kamu serius? Kamu mau pulang ke Jakarta, bersama Devan?" tanya Juno dengan mata berbinar-binar.
"Iya, aku dan Devan kan ke Jakarta."
Mendengar itu, Juno berpikir bahwa Devan dan Indira akan pergi ke Jakarta demi dirinya. Indira tahu isi hati Juno dan dia membiarkan pria itu berpikir demikian.
"Kalau kalian mau ke Jakarta, kabarin aku. Nanti aku bisa jemput kalian. Ini nomorku, Indira!" kata Juno sambil meletakkan secarik kartu namanya di atas meja.
Indira menatap kartu nama Juno dengan dingin tanpa menyentuhnya. "Ya sudah Mas, ini sudah malam. Lebih baik kamu pulang."
"Iya Indira. Tolong jaga anak kita baik-baik," ucap Juno sambil tersenyum dan Indira tidak menanggapinya. Tidak ada senyuman Indira yang dulu lagi.
"Ya Mas, tanpa kamu minta pun aku pasti akan menjaga anakku. Selama kurang lebih 6 tahun lamanya, aku menjaga Devan seorang diri."
Ucapan Indira, lagi-lagi membuat Juno tertampar. Karena dia sama sekali tidak berkontribusi apapun untuk anaknya sampai saat ini.
"Maafkan aku Indira, aku-"
"Pulang Mas, aku mau istirahat dan Devan besok harus sekolah," kata Indira yang langsung memotong perkataan maaf Juno yang belum usai.
"Oke, aku pulang ya." Juno menghembuskan nafasnya berat. Ingin dia mengatakan penyesalannya pada Indira, tapi wanita itu sepertinya tidak mau mendengarkannya.
'Sepertinya, aku memang harus bertindak untuk membuktikan bahwa aku sudah menyesal'
Pria itu pun mengalah, padahal mengalah bukanlah sikap seorang Juno Bastian. Tapi demi meraih kembali kepercayaan Indira terhadapnya, dia rela mengalah. Juno, tak tahu saja kejutan apa yang akan Indira buat untuknya saat ke Jakarta nanti.
Keesokan harinya Pak Edwin juga berpamitan pada Indira, dia merasa tenang karena Indira dan Devan akan kembali ke Jakarta.
"Opa buyut pulang dulu ya nak. Nanti opa buyut tunggu di rumah ya!"
"Iya opa buyut!" kata Devan sambil tersenyum lebar dan memeluk opa bututnya itu.
Setelah berpamitan, pak Edwin dan Juno pun pergi ke Jakarta. Mereka pergi bersama Sheila juga, lebih tepatnya Sheila yang mengikuti mereka. Sikap Juno benar-benar berubah pada Sheila.
****
Tibalah dari itu, hari dimana Devan dan Indira menginjakkan kakinya di Jakarta. Sudah lama Indira tidak kembali ke tanah airnya dan kali ini dia membawa Devan bersamanya.
"Ayo kita makan dulu sayang. Kamu pasti lapar!" kata Indira sambil tersenyum pada putranya.
"Ayo ma!"
Sebelum Indira dan Devan pergi ke rumah yang sudah Indira beli sebagai tempat tinggal mereka nanti. Indira mengajak Devan untuk makan siang terlebih dahulu. Mereka tiba di sebuah rumah makan.
"Itu bukannya si Indira ya Ma?"
"Kok dia bawa anak sih?" seorang wanita berambut pendek tanpa sengaja melihat Indira masuk ke restoran bersama dengan seorang anak kecil.
"Tiba-tiba muncul udah bawa anak aja. Pasti itu anak haramnya!"
*****
Hai guys, sambil nunggu update mampir dulu kesini yuk... harus baca sampai selesai ya jangan ditinggal hehe
penyesalan mu lagi otw juno