Rocky, si anak mami dari keluarga konglomerat, dipaksa menikah dengan Lisa, gadis yang tidak sesuai ekspektasinya.
Kehadiran seorang pengusaha tambang diantara mereka telah menumbuhkan rasa cemburu dihatinya, sehingga dengan segala upaya ia berusaha membuat sang isteri jatuh cinta padanya.
Ikuti kisahnya ; ISTERIKU, CANDUKU
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi Payang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Sindiran
"Pergilah," usir Rocky pada asistennya, saat melihat ibunya telah membawa pergi pengantinnya dari tempat acara.
Suasana memang sudah sepi, hanya beberapa tamu undangan yang terlihat masih betah mengobrol dengan Gusman, tentu saja masih seputaran bisnis mereka.
"Tega sekali mengusirku. Memangnya kamu mau melakukan ritual malam pengantin? Jangan mimpi," Dirly terkekeh diujung kalimatnya.
"Memang apalagi yang akan dilakukan pasangan pengantin baru kalau bukan ehem dimalam pengantin? Pergi sana!" usirnya lagi, sambil menarik tangan Dirly agar bangkit dari kursinya.
Sejujurnya ia juga tak yakin dengan ucapannya, ia sadar benar hubungannya dengan Lisa tidak seperti lazimnya para pengantin baru lainnya yang saling mencintai.
"Selain playboy, kamu juga me sum," merasa tak terima diperlakukan Rocky secara demikian, namun masih terkekeh melihat roman sang bosnya.
"Jangan mengataiku, kamupun sama. Hanya bedanya, sekarang aku sudah berstatus suami, dan kamu belum," Rocky menarik dasi kupu-kupunya, lalu bergegas meninggalkan Dirly.
"Kemana Mami membawa Lisa?" cari Rocky, setelah membuka kamar pribadinya dan juga kamar Lisa tidak ada seorangpun ada disana.
"Aku tau," rasa penasaran membawa langkah kaki Rocky menuju lift, lalu menekan tombol nomor empat setelah berada didalamnya.
Ting!
Pintu lift terbuka. Rocky terpana sesaat, terkagum-kagum melihat lantai empat yang didekorasi begitu rupa, bahkan jauh lebih indah dari tempat acara pemberkatan nikah dirinya dan Lisa yang berada ditaman belakang rumah yang dijadikan pesta kebun dan makan malam.
Tidak aneh bila ia tidak mengetahuinya. Tiga minggu terakhir ini ia memang sengaja menyibukan diri dikantor, tidak terlalu perduli bagaimana pernikahannya nanti, bisa berjalan lancar ataupun tidak, karena dari awal ia memang tidak menginginkannya.
Lagi pula, dirinya sendiri yang meminta pesta pernikahan yang sederhana.
Juntaian tirai disana sini dengan warna ungu, dan putih yang mendominasi, menambah suasana kelembutan seluruh ruang lantai empat itu.
Bersamaan dengan itu ia melihat Lisa sedang berpose didepan seorang photographer yang sedang mengambil gambarnya. Sesekali sang photographer mengatur gaya Lisa lalu memotretnya lagi setelah sesuai arahannya.
Lisa terlihat semakin cantik pada pemandangan Rocky malam itu dengan gaun kuning gading yang ia kenakan, membuat penampilan gadis belia itu kian memukau.
Rocky melangkah keluar, lalu menyandarkan punggungnya pada dinding dingin disisi lift. Ia masih setia memperhatikan gerak-gerik Lisa yang patuh pada arahan sang photographer.
Pria tinggi kurus itu berkali-kali membidik, untuk mengabadikan setiap pose-pose terbaik Lisa, hingga akhirnya salah satu petugas rias membawanya masuk ke satu kamar mengganti gaunnya lagi untuk pemotretan selanjutnya.
Mendadak saja ada perasaan malu menyelinap dalam benak Rocky.
Ya, aneh saja bila ia datang kesana untuk mencari Lisa,mengingat segala penolakannya yang secara blak-blakan telah ia lakukan pada isterinya itu dihadapan semua penghuni rumahnya diawal mereka bertemu.
Berharap tidak ada yang menyadari kehadirannya, Rocky menegakan punggungnya, lalu kembali melangkah menuju lift.
"Mau kemana?"
Rocky lumayan kaget, hampir saja ia terlonjak didepan lift, mendengar suara cempreng sang Mami.
"Mami bikin kaget saja," sambil mengelus dada, melihat sang Mami tiba-tiba saja muncul didekatnya.
"Salah sendiri melamun. Sedari tadi Mami memanggil, tapi kamu malah mau pergi dari sini, itu sebab Mami buru-buru menghampirimu. Ayo ikut Mami," Marta menarik tangan putranya.
"Kemana Mam?"
"Jangan banyak tanya!" gelegar suara Marta, Rocky seketika bungkam. Laki-laki itu langsung menurut dan mengekor ibunya.
Wajar saja Papinya lebih sering mengalah bila berurusan dengan maminya, hardikan suara ibunya itu mampu membuat orang jantungan mendengarnya, sesuai dengan besarnya tubuh si pemilik suara, fikirnya didalam hati.
Rocky kembali terpana kala langkahnya berada tepat didepan pintu kamar yang terbuka, pemandangan dekorasi kamar yang memukau membuatnya kembali berdecak kagum.
"Apa ini semua ide Mami?" tanya Rocky, sambil mengedarkan pandangannya keseluruh sudut ruang kamar dihadapannya.
Taburan kelopak-kelopak mawar merah membentang mulai pintu masuk bak karpet merah menuju satu ranjang yang ia duga ranjang pengantin.
Sepasang angsa putih yang dibentuk dari kain bertengger begitu anggunnya ditengah-tengah pembaringan, dengan dihiasi kelopak-kelopak mawar berwarna merah muda tersusun rapi membentuk hati.
"Iya, ini semua ide Mami. Apa kamu menyukainya?" Marta balik bertanya.
"T-tentu Mam. Aku sangat suka," Rocky mengangguk dengan senyum lebarnya, hatinya begitu senang melihat apa yang telah dipersiapkan sang mami untuknya dan Lisa.
"Kalau begitu, masuklah. Lisa sudah bersiap untuk pemotretan selanjutnya dikamar pengantin bersamamu."
Tanpa rasa curiga, Rocky bergegas. Ia sudah lupa dengan perasaan enggan dan malunya datang ketempat itu, kala melihat semuanya begitu memukau, termasuk pengantin wanitanya yang telah menanti dengan gaun barunya lagi yang berwarna perak, sementara Rocky masih mengenakan tuxedo-nya yang ia kenakan saat pemberkatan nikah siang tadi.
Marta memperhatikan langkah Rocky memasuki kamar pengantin. Kedua sudut bibirnya terangkat, tersenyum bahagia.
Hatinya menghangat, menyaksikan putra kesayangannya kembali memasang dasi kupu-kupunya, mematuhi setiap arahan demi arahan sang photographer dalam mengatur setiap gaya dirinya bersama Lisa.
"Maafkan Mami, Rocky. Tujuan Mami hanya untuk membuatmu menjadi seorang pria sejati. Karena tidak selamanya Mami bisa mendampingimu. Semoga Lisa adalah pilihan Mami yang terbaik untukmu," Marta menghela nafasnya memikirkan rencana yang telah ia atur.
"Nyonya, semua sudah selesai. Kami pamit undur diri dulu," sang photographer dan kru-nya mendekat pada Marta, sang pemilik hajatan.
"Baik, terima kasih banyak," Marta mengantar sang photographer dan kru-nya itu hingga kedepan pintu, sampai mereka tidak terlihat lagi bersama tertutupnya pintu lift.
Perlahan, Marta kembali mendekati Rocky yang sedang membaringkan diri diranjang pengantin karena begitu lelah dengan sesi pemotretan malam itu.
"Rocky, kembalilah kekamarmu sekarang."
"Maksud Mami?" Rocky menatap wajah ibunya.
"Tidur dan beristirahatlah dikamarmu sendiri. Bukan disini," Marta memperjelas ucapannya.
"What? Mami yang benar saja. Bukannya ini kamar pengantin aku dan Lisa? Untuk apa harus kembali kekamar lama? Jangan seenaknya ya Mam," protes Rocky, tubuhnya begitu lelah, sehingga untuk bergerak saja rasanya sudah tak sanggup.
"Betul, ini memang kamar pengantin. Yang ngebet mau menikahkan kamu dengan Lisa kan adalah Mami? Kamu hanya pelaksana saja," sindir Marta mengingatkan.
Seketika Rocky terbungkam. Ia ingat, kata-kata itu telah ia lontarkan semalam pada sang Mami.
"Sudah pukul 11 malam, waktunya tidur. Bukankah kamu besok mau mengejar cuan-mu lagi sampai larut malam?" sindir Marta lagi tanpa ampun.
Rocky terpaksa berdiri, ia melirik kearah Lisa yang berdiri mematung disamping meja rias dengan kepala merunduk. Dengan perasaan malu, laki-laki itu keluar dari kamar pengantin menuju kamar pribadinya dilantai dua.
Walau lelah, dihadapan Marta dan Lisa, ia tak mau berjalan sempoyongan.
Bersambung...👉