Dear, My Love

"Nya, ini bekal buat kamu di sana. Sebenarnya mbak sama mas Zaki nggak tega biarkan kamu ke Jogja sendirian. Mbak pernah mengalaminya dulu." kata April dengan sedih.

Dia mengingat kembali kejadian beberapa tahun yang lalu saat dia pergi ke kota asing sendirian.

"Nanti kamu bakalan dijemput sama Maria, dia teman mbak waktu kuliah dulu. Sekarang dia udah jadi dosen. Nanti dia bakalan bantu kamu buat mengantar cari kos dan mengurus administrasi kamu di sana." kata April pada adiknya.

Anya pun mengangguk paham, dia pun memeluk tubuh mbaknya yang terlihat rapuh itu. Sepertinya keponakannya yang ini agak bandel, beberapa kali Anya melihat mbaknya mual dan muntah saat di mobil.

Mbak April tak bisa menghirup aroma pengharum ruangan maupun parfum. Di tangannya tak lepas dari botol minyak kayu putih yang beberapa kali dia hirup aromanya.

Bahkan, aroma tubuh mas Zaki sudah berubah. Mas Zaki harus menggunakan minyak telon ataupun minyak kayu putih jika ingin berdekatan dengan istrinya. Jika tidak, mbaknya akan mual dan muntah.

Kata mbaknya, terkadang dia juga mual melihat wajah suaminya apalagi saat pagi hari. Makanya mas Zaki lebih sering menggunakan masker, bukan karena takut terkena virus. Tetapi agar mbaknya tidak mual melihat wajah suaminya yang bucin akut itu.

"Kamu baik-baik ya di sana, jaga kesehatan kamu dan sering-seringlah menghubungi mbak." kata April

Anya pun memeluk tubuh mbaknya sambil menangis.

"Mbak juga, jaga kesehatan mbak juga calon adiknya Alif. Jangan terlalu garang sama Mas Zaki, kasian dia mbak." kata Anya pada mbaknya sambil melirik lelaki yang berdiri tak jauh dari mereka.

"Bukan maunya mbak, anaknya yang kayaknya sebel sama ayahnya." kata April sambil mengelus perutnya.

Anya pun tersenyum, lalu segera berpamitan. Dia lebih baik menunggu di dalam daripada terlambat. Apalagi mbak dan mas nya tak bisa berlama-lama. Mereka keluar rumah dengan alasan April ngidam dan kepingin makan sotong bakar.

"Mas, terima kasih untuk semuanya. Maaf Anya selalu merepotkan, kalian." kata Anya pamit pada suami kakaknya itu.

"Kamu itu adik mas juga, sama kayak Ara. Apapun yang terjadi, jangan pernah menghindari kami lagi. Ingat mas dan mbak kamu itu pengganti orang tua kamu." kata Zaki mengingatkan adik istrinya itu.

Anya pun mengangguk dan kemudian mencium tangan kedua orang yang disayanginya itu.

"Anya pergi dulu ya mbak, mas. Assalamualaikum." pamit Anya

"Waalaikumsalam." jawab April dan Zaki bersamaan.

Anya pun segera berjalan menuju arah pintu masuk untuk check ini. Dia hanya membawa sebuah tas ransel dan satu tas jinjing berukuran sedang yang disiapkan oleh mbaknya sejak tadi siang.

Mereka tak bisa membawa koper Anya karena terlalu mencolok. April mengatakan jika dia akan mengirimkan barang-barang yang lainnya jika Anya sudah mendapatkan tempat tinggal.

April hanya membawakan barang-barang penting Anya seperti surat untuk administrasi pendaftaran ulang kuliahnya juga beberapa helai baju.

April menatap sendu ke arah Anya yang sudah masuk ke dalam ruang tunggu. April merasa sedih melepas kepergian adiknya dengan cara seperti ini.

Tak jauh beda dengan dirinya dulu, bahkan lebih parah. Anya pergi dalam keadaan terpuruk. Dan ada satu hal yang mengganjal di hati April.

Ibu muda itu bukanlah perempuan polos, dia tau akibat perbuatan Rama akan menimbulkan dampak yang panjang nantinya.

Bukan tak mungkin jika Anya nantinya akan hamil. Dan jika itu terjadi, April sendiri bingung harus berbuat apa.

Rama memang beberapa kali mengatakan akan bertanggung jawab dan menikahi Anya jika adiknya sudah ditemukan.

Namun, Anya tak mau bertemu lelaki itu. Bahkan mendengar namanya saja membuat Anya jijik.

"Bang... Terima kasih." kata April pada suaminya.

Zaki mengernyitkan keningnya lalu menatap heran pada istrinya.

"Terima kasih, abang sudah membantu Anya pergi dan merahasiakan dari semua keluarga abang." kata April.

"Kenapa harus terima kasih. Itu kewajiban abang, sayang. Kebahagiaan Anya juga kebahagiaan kamu. Dan kamu tau kan abang secinta apa sama kamu. Abang akan melakukan apapun supaya kamu bahagia." kata Zaki yang mulai berjalan mendekati istrinya.

Sudah lama dia tak memeluk istrinya, semoga saja kali ini dia bisa memeluk tubuh istrinya.

"Stop bang, jangan dekat-dekat lagi. Segitu aja, nanti aku mual lagi." kata April menahan suaminya yang mulai mendekati dirinya.

"Yaah... Kok gitu sih, sayang. Baru juga pengen peluk." kata Zaki mendadak lemas.

"Gandengan aja, bang. Jangan pelukan, kayak anak kamu itu bener-bener sebel sama kamu." kata April lalu mengulurkan tangannya untuk digandeng suaminya.

Zaki pun akhirnya mengalah, dia menggandeng tangan istrinya daripada tidak sama sekali.

Mereka pun berjalan ke parkiran sambil bergandengan. Sementara Zaki berpikir jika anaknya yang kedua ini sungguh menjengkelkan.

'Dasar posesif, ayah mau peluk bunda aja gak boleh.' batin Zaki.

Namun, dirinya agak sedikit tenang. Istrinya sudah bisa tersenyum dan tak lagi murung seperti beberapa hari yang lalu.

Zaki juga yakin malam ini April tak akan lagi menangis diam-diam saat tengah malam di kamar Anya hanya karena tak mau menunjukkannya di depan keluarganya.

Zaki yang tak sanggup melihat kesedihan istrinya pun rela berbohong pada keluarganya untuk yang kedua kali.

Jika dulu dia berbohong dan membuat kakaknya menderita kali ini dia berbohong untuk menyelamatkan rumah tangganya dan juga impian Anya.

❤️❤️❤️

Dedek nya Alif kayaknya sentimen banget sama ayahnya. Liat mukanya Ong Kuy aja mual😂

Jangan lupa likenya ya 🤗