Berawal dari sebuah dendam di hati Sakti yang terpendam selama puluhan tahun kep pada keluarga Rangga. Sakti pun tega menculik Ainun yang tak bersalah, Ainun sendiri adalah gadis dari keluarga sederhana yang berusia 23 tahun di hari pernikahnnya dengan Rangga.
Bahkan Sakti membuatkan sabotase pesta pernikahannya yang begitu megah untuk mengeabui pihak kluarga Rangga.
Akhirnya, Keluarga Rangga pun menetapkan Ainun dan kluarganya menjadi pihak yang bertanggung jawab atas gagalnya pesta pernikahan Rangga lalu menuntut mereka.
akankah ada perasaan di antara pernikahan itu? Sedangkan Sakti hanya memanfaatkan Ainun sebagai alat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Geerqiasilatusiluchen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Seharian dengan Pria itu
"Bangun!" Pekik Satria menyeru Ainun dari ranjangnya.
Ainun yang masih tidur di tikar pun bergegas bangun "Ah... Ada apa?' tanyanya. Ia memaksakan kelopak matanya untuk terbuka lebar, meski saat ini ia masih sangat mengantuk.
"Bangun dan cuci mukamu... Kau harus melayaniku sepanjang hari ini" tegas Satria memperingatkan Ainun.
"Apaan sih..."
"Sekali lagi mengomentari perintahku. Maka kau tahu akibatnya" ujar Satria.
Ainun pun seketika terperanjat menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan mencuci mukanya "Huuh, apa pengaruhnya pria itu untukku! Setiap saat kerjanya hanya marah marah dan memerintah saja... Apakah dia tak takut cepat tua? Dasar... pria galak!" umpat Ainun dalam hatinya.
"Jangan banyak mengeluh! Aku bisa tahu isi pikiranmu!" teriak Satria dari kamar utama.
"Untuk apa aku mengeluh... Tidak ada untungnya. Lagi pula situasinya tak akan pernah berubah meski aku mengeluh padamu sekalipun!" kesal Ainun membisik dalam toilet.
"Cepat selesaikan dan lekas layani aku!" teriak Satria mengulang keinginannya.
Ainun pun mempercepat keperluannya dan kembali ke kamar utama untuk melakukan tugasnya sesuai permintaan Satria "Baiklah yang mulia. Apa yang kau inginkan dariku?" tanya Ainun dengan wajah yang masam.
"Heh. Wajahmu jelek dan akan tambah jelek jika kau memperlihatkan muka masam begitu" ucap Satria menatap buku tebal di tangannya.
Jelek!! Jelek! Jelek terus! Jika aku jelek kenapa kau malah mau menikahi ku dasar... Bilang saja sesuatu yang tidak membebaniku. Dasar... Pria tampan tak punya hati! Bentak Ainun memaki Satria.
"Jangan menggumam aku bisa mendengarkan mu dengan jelas!" Ujar Satria.
Ainun pun kembali terkejut "Kenapa timing nya pas sekali. Di saat aku menggumam, dia pasti mengomentari dengan berkata aku bisa tahu! Aku bisa dengar! Dan lain sebagainya... Dasar tidak berguna!" batin Ainun kembali meracau.
"Aku bosan, cepat kupas kan apel itu!" pintanya masih menatap buku di tangannya.
"Kenapa harus di kupas, kan lebih nikmat jika di makan langsung bersama kulitnya?" ujar Ainun.
"Heh. Kau memang orang kampung yang tidak menghargai tradisi orang kota" balas Satria membuat Ainun mati kutu.
Orang kampung! Hei tuan asal kau ingat ya. Orang kampung juga adalah manusia! Sama sama di ciptakan oleh tuhan untuk hidup! Kau pikir dunia ini hanya milik orang orang kaya sepertimu. Huh... Bisa bisa nya aku bertemu pria aneh seperti ini dan begitu merendahkan ku begini. Batin Ainun menggumam.
"Cepat kupas! Tunggu apa lagi?" Marah Satria menatap Ainun kesal.
"Aih. Ia... Maafkan aku" Ainun pun lekas meraih apel merah di keranjang buah dan mulai mengupasnya.
"Sebaiknya biasakan dirimu dengan tugas tugas kecil seperti ini. Karena sekarang kau adalah asisten pribadiku!" tegas Satria begitu dingin. Ia bicara demikian seraya menatap buku tebal di tangannya.
Apa maksud pria ini? Dia menganggap ku asistennya dan bukan istrinya? Oh ia aku lupa... Aku kan di paksa menikah demi belas dendam. Oh tuhan, rupanya nasibku sungguh sial sekali... Aku benar benar tidak bermimpi. Batin Ainun menggumam.
Setelah di kupas... Ainun pun lekas menaruh apel itu di sebuah mangkuk kecil berwarna bening "Sudah selesai... Ayo di makan" pinta Ainun.
Satria mendelik ke arah mangkuk itu dan lekas mengerutkan dahinya "Apa apaan itu?" tanya Satria tampak tak puas.
"Itu apel yang sudah di kupas" balas Ainun.
"Apel itu terlalu besar jika aku yang memakannya. Potong potong lebih kecil... Lagi jika tidak. Maka aku akan memasukannya langsung ke mulutmu!" tegas Satria menatap Ainun tajam.
"Eh! Baiklah... Maafkan aku' Ainun lekas memotong motong apel itu menjadi potongan dadu.
"Sudah selesai... Silahkan di cicipi" ucap Ainun menyodorkan apel itu ke arah Satria.
Satria masih belum bergeming, ia menatap mangkuk itu dan mulai diam lagi lagi dia diam... Sekarang apa yang sedang dia pikirkan? Batin Ainun menggumam.
"Apakah kau tak lihat jika aku sedang sibuk?" tanya Satria kembali menatap tajam Ainun.
Sibuk? Apanya yang sibuk? Dari tadi ku lihat kerjanya hanya membaca saja... Memang membaca itu bisa di sebut sibuk? Oh tuhan, lama lama aku bisa benar benar gila karma ulah pria di depan ku ini. Batin Ainun menggumam, ia sudah terlanjur kesal.
"Lalu aku harus apa? Jika kau sedang sibuk... Aku harus bagai mana?" Ainun terus saja menahan amarahnya. Rasanya ia ingin memukul wajah pria itu hingga babak belur.
"Ambil garpu itu lalu suapi aku" balasnya santai.
Ainun pun tak ingin banyak bicara dan lekas meraih garpu itu dan menusuk nusuk buah apel yang sudah ia kupas itu lalu menyuapi Satri "Ini... Sekarang ayo, buka mulutmu" ujar Ainun mengarahkan garpu itu ke mulut Satria.
"Karna kau terlalu lama... Aku tidak nafsu makan. Aku hanya ingin kau mengambilkan air putih itu" pintanya.
Apa? Dasar, dia ternyata sedang mengerjai ku! Marah Ainun dalam hatinya.
"Air putih? Air itu kan ada di samping mu. Kenapa kau tidak meraihnya dan meminumnya sendiri?"
"Apakah kau ingin berdebat denganku?" tanya Satria mulai mengalihkan pandangannya ke arah Ainun.
Ainun sungguh merinding saat melihat tatapan ganas Satria, ia pun berusaha tersenyum dan mengambil air putih itu ke arah pria itu "Ah. Ini... Aku sudah mengambilnya. Jadi jangan marah hehehe"
"Kau tersenyum juga tetap saja jelek!" hujat Satria.
Oh tuhan. Aku sudah tahu jika diriku jelek, jadi jangan banyak bicara! Nanti aku bisa benar benar menghajar mu! Bathin Ainun.
"Silahkan minum... Air ini sangat segar!" Ainun berusaha menyodorkan air itu ke bibir Satria. Tapi nampaknya Satria kembali berubah pikiran "Tidak mau. Jangan jangan kau sudah menabur racun ke dalam minuman itu... Jadi sebaiknya kau saja yang meminumnya" lagi lagi Satria membuat Ainun marah.
Tahu kau takut mati kenapa kau menyuruhku ini dan itu... Kesal, menyebalkan...
"Sebaiknya aku berendam saja... Lalu aku akan sarapan di bawah" Satria kembali mengoceh.
"Benar. Berendam juga hal yang baik... Silahkan" Ainun seakan merasakan kelonggaran di kamar itu.
Satria menatap Ainun dingin "Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Satria.
"Eh?" hanya itu yang keluar dari bibir Ainun. Ainun yang terlihat melongo di depan Satria itu membuat Satria marah.
"Apanya yang Eh? Cepat siapkan air di bathtub aku ingin segera berendam!" bentak Satria membuat Ainun terperanjat.
"Ah. Ba-baik... Baik akan aku siapkan airnya!" Ainun lekas berlari menuju Bathtub dan mengisi bak tersebut dengan air hangat bertabur bunga mawar dan juga wewangian.
Setelah mengisi air itu, Ainun pun merengungkan nasibnyab"Kenapa aku malah merasa bahwa diriku ini hanyalah seorang pelayan di matanya?" tanya Ainun masih berjongkok dan mengusap usap air di bathtub itu. Pikirannya kosong dan pandangannya hampa...
Tak berselang lama... Satria pun melangkah menuju bathtub dengan seluruh pakaian nya telah terlepas dari tubuhnya, ia tampak polos... Ainun pun menutup wajahnya "Ah! Kenapa tiba tiba... Kamu datang dan bertelanjang bulat!" teriak Ainun masih mengumpat di balik ke lima sepuluh jemarinya.
"Kenapa? Inikan rumah ku?"
"Tapi... Kau itu... Seenaknya!"
"Di rumah ku. Aku bisa lakukan apa pun... Terutama, membuatmu menderita!" Tegas Satria sungguh membuat Ainun membelalak meski ia telah mengumpat di balik jemarinya.