11
Anggi Putri Nugroho, wanita cantik yang baru menyelesaikan pendidikan kedokterannya di usia 23 tahun. Memiliki kepercayaan diri tingkat tinggi membuat Dokter Anggi tanpa segan menerima tantangan dari kedua sahabatnya untuk menakhlukan seorang laki-laki asing yang mereka temui di club. Hingga akhirnya kisah rumit percintaannya 'pun dimulai.
Ig : Ratu_Jagad_02
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratu jagad 02, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 7
Anggi tersenyum sombong saat melihat wanita tadi keluar dari cafe dengan wajah yang begitu kesal. Pandangan Anggi terarah pada Kia dan Bela, ia mengedipkan sebelah matanya pada kedua wanita itu seakan ingin menyombongkan diri dan mengatakan bahwa pesona seorang Anggi sama sekali tidak dapat ditolak oleh siapapun. Ia lantas memakai kaca matanya kembali dan hendak berjalan menuju meja kedua sahabatnya. Namun tubuhnya ditarik begitu saja oleh Morgan, hingga kini keduanya saling berhadapan dengan jarak yang begitu dekat.
"Kau yang menciptakan jebakan ini, maka kau harus mempertanggung jawabkan perbuatanmu."
Glek!
Entah pergi ke mana keberanian Anggi yang tadi setinggi gunung. Karena kini, melihat sorot mata tegas Morgan, membuatnya sedikit gentar. Namun sekali lagi Anggi ingin katakan bahwa tidak ada satu apapun yang bisa membuatnya takut. Dengan keberanian yang kembali melambung tinggi, Anggi mengangkat tangan kanannya dan mengelus rahang tegas Morgan, lalu tanpa segan melabuhkan satu kecupan di sana.
"Pertanggung jawaban yang seperti apa yang kau harapkan? Menikahimu, begitu?" tanya Anggi.
Morgan sempat terkejut dengan tindakan Anggi. Namun ia masih bisa mengendalikan diri dan bersikap begitu santai. Ia lantas mengambil tas Anggi dan merogoh tas tersebut untuk mencari ponsel Anggi. Begitu ponsel Anggi berada dalam genggamannya, ia lantas membukanya, tapi ternyata pengaman ponsel membuatnya terganggu. Ia mengarahkan ponsel ke wajah Anggi dan pengaman ponsel 'pun langsung terbuka.
"Apa yang kau lakukan? Dasar tidak sopan!" tukas Anggi.
Morgan seakan tuli, ia mengetikkan nomor ponselnya di ponsel Anggi dan langsung melakukan miss call pada nomor ponselnya tersebut, hingga dering ponselnya 'pun terdengar.
"Tidak ada kata tidak sopan bagi sepasang kekasih, bukankah begitu Honey?" Morgan mengembalikan ponsel Anggi. "Aku akan menghubungimu saat aku membutuhkanmu. Terima kasih untuk bantuanmu kali ini. Dan ini—" Morgan mengeluarkan uang satu juta dari saku jas-nya. "Bayaran untukmu karena berhasil membuatku bebas dari perjodohan. Bye!"
Anggi masih tercengang di tempatnya hingga ia tidak menyadari kepergian Morgan. Bahkan kedatangan kedua sahabatnya 'pun masih belum mampu membuatnya tersadar. Apa tadi, uang satu juta? Apa laki-laki itu berpikir bahwa dirinya benar-benar seorang wanita yang kekurangan uang hingga ia bersedekah dua kali dengan nominal yang cukup besar seperti ini. Baiklah, karena otak realistis Anggi bekerja dengan baik, maka ia tidak akan menolak rezeki, ia langsung memasukkan uang itu ke dalam tas-nya.
"Nggi, apa yang dia katakan padamu?" tanya Bela penasaran.
"Apakah itu penting?" Anggi mengangkat uang satu juta yang tadi Morgan berikan. "Minuman kalian malam ini aku yang bayar." ucapnya kemudian.
"Tidak sekalian makanannya?"
"Ngelunjak!"
*
Pagi ini, setelah dua hari dibebaskan dengan urusan rumah sakit, kali ini Anggi benar-benar dipaksa untuk belajar mengelola rumah sakit keluarganya. Ia sudah siap dengan pakaian yang cukup sopan. Ya, sebuah dress dibawah lutut berwarna biru menjadi pilihannya kali ini.
"Bagaimana, siap?" tanya Bunda Gita.
"Hm," Anggi memutar tubuhnya di hadapan sang bunda. "Bagaimana penampilan Anggi, Bun. Perfect?"
"Huh! Bukan penampilan yang dinilai, tapi kinerja. Kalau kinerjamu buruk, maka tetap saja buruk." ucap Bunda Gita.
"Ets, jangan salah. Dengan penampilan yang menarik, pasien akan jauh lebih nyaman untuk berkonsultasi tentang keluhan mereka. Coba Bunda bayangkan kalau seorang dokter berpenampilan kumal, bau dan tidak menarik, pasien-nya pasti akan bosan melihatnya." Anggi benar-benar tidak mau kalah.
"Terserah padamu. Tapi ingat, menjadi anak pemilik rumah sakit bukan berarti membuatmu bebas untuk bersikap semaunya karena peraturan pegawai rumah sakit berlaku bagi semua pegawai, tidak ada pengecualian karena kau anak pemilik rumah sakitnya. Mengerti?"
"Siap Bun."
Anggi mengangguk patuh. Sebagai seorang dokter, ia akan mencoba untuk profesional tanpa mengandalkan nama besar kedua orang tuanya. Ia tidak akan berbuat onar, melakukan tindak kriminal atau kasus pembunuhan lainnya. Ahhh, otak gila Anggi kembali membuat pusing. Ia menggelengkan kepalanya menghalau segala pikiran gilanya itu, setelah itu ia langsung mengikuti langkah ayah dan bundanya yang sudah keluar lebih dulu.