Melia menangis sejadi-jadinya saat terpaksa harus menerima perjodohan yang tak di inginkan. pasal nya melia sudah memilki kekasih yang begitu ia cintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspita.D, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"rasa percaya yang memudar"
Setelah perdebatan antara kakak beradik akhir nya, keadaan kembali hening. Nyonya drajat memutus kan untuk kembali ke luar negri. "mas...maaf kan aku atas kejadian tempo lalu" dengan suara bergetar melia mencoba meminta maaf walau sebenar nya bukan salah nya.
"katakan yang sebenar nya, anak siapa yang ada dalam rahim mu itu" ucap arkan, bagai tersambar petir hati melia begitu sakit. "apa maksud perkataan mu mas, aku sama sekali tak mengerti". Jawab melia dengan derai air mata yang terus saja mengalir.
"berapa lama hubungan mu dengan kak radit" melia menatap sedih pada suami nya. "aku tak punya hubungan apa-apa dengan kak radit mas" arkan mengacak rambut nya dengan kasar ia tak tau harus percaya pada siapa.
"baik lah kalo mas nggak percaya kita buktikan setelah anak ini lahir" ucap melia merasa putus asa menjelaskan semuanya.
...****************...
Pagi hari melia bangun namun ia sudah tak mendapati suami nya. Biasanya suami nya selalu mengucapkan selamat pagi kepadanya. "huf" ada rasa sakit di hati melia seakan dunia nya terhenti "ibu...bapak...lihatlah anakmu ini yang sedang dalam masalah namun tak tau harus apa" melia menangis dengan menutup wajah nya.
Melia turun berniat untuk sarapan. Sesampai di meja makan ia melihat berbagai menu makanan yang masih utuh seolah belum ada yang sarapan. "mbok..." panggil melia. "iya non, mau sarapan ya non?" mbok tun segera mengambilkan sarapan untuk melia. "mbok mas arkan kemana kok makanan ini seperti belum di sentuh" tanya melia "entah lah non tadi pagi-pagi sekali den arkan pergi, mbok panggil-panggil tapi nggak nyaut non, jadi nya memang belum ada yang sarapan" jawab mbok tun. "silahkan non makan yang banyak. Jangan hiraukan masalah yang datang yang penti dede bayi nya sehat" melia mengangguk dengan senyum masam.
Setelah sarapan melia merasa bosan ia berniat untuk mengunjungi orang tua nya tapi..ia tak tau suami nya berada di mana.bosan menonton tv melia tertidur di sofa depan tv. Radit yang baru pulang dari perkebunan melihat melia yang sedang tertidur, hati nya merasa sakit kala mengingat melia bukan lagi kekasih nya.
"den radit sudah pulang?" sapa mbok tun radit gelagapan seperti tertangkap basah sedang memandangi adik ipar nya yang tertidur. "ah iya mbok, dimana arkan?" "den arkan belum pulang, apa den radit mau makan siang sekarang? Biar mbok siapkan" radit berpikir sejenak "aku mau mandi dulu mbok" mbok tun mengangguk tanda mengerti.
...****************...
Arkan merasa bingung, frustasi, dan kecewa atas diri nya sendiri. "aku harus apa tuhan? Apa aku harus percaya pada istri ku atau pada apa yang aku lihat. Aku begitu mencintai nya, dan aku tak kan sanggup jika suatu saat mengetahui kenyataan bahwa anak itu..." arkan tak mampu meneruskan kata-katanya. Air mata nya menetes tanpa perintah berulang kali ia usap air matanya namun sangat sulit menghentikan nya.
...****************...
Beberapa bulan telah berlalu usia kandungan melia sudah memasuki 8 bulan. Keadaan masih sama arkan masih pada pendirian nya bahkan ia sering tak pulang. Radit kembali ke kota sementara tuan dan nyonya drajat telah beberapa bulan lalu kembali.
"mbok boleh minta tolong nggak?" ucap melia mbok mengangguk "aku pengen makan sate mbok" mbok tun bingung harus beli di mana pasalnya di kampung tersebut hanya malam hari ada penjual sate. "jam segini beli sate di mana non? Pengen nya ganti yang lain aja ya non"..... Melia sedikit kecewa dengan wajah cemberut ia kembali ke kamar nya "lah kok malah nyelonong" mbok tun geleng-geleng.
"mbok melia di mana kok nggak kelihatan biasanya ia jam segini ngemil depan tv" kata nyonya drajat pada mbok tun yang tengah bersih-bersih. "ada di kamar nyonya tadi katanya pengen makan sate, mbok bilang jam segini mana ada pedagang sate, eeh malah ngambek" ujar mbok tun panjang lebar.
"arkan nggak pulang lagi ya semalam?" mbok tun menghentikan aktifitas nya yang sudah selesai lalu menjawab pertanyaan sang nyonya. "den arkan sudah satu minggu lebih nggak pulang, kasihan non melia, setiap ingin sesuatu lebih suka nahan" nyonya drajat terdiam ada rasa sedih yang tak bisa ia gambarkan.
Nyonya drajat berjalan menuju kamar sang menantu, tok tok tok "melia....boleh mama masuk?" tak ada jawaban nyanya drajat membuka pintu dengan perlahan di sana menampakkan melia yang sedang tertidur dengan perut buncit namun tubuh yang semakin kurus.
Nyonya drajat perlahan mendekat ia mengusap rambut sang menantu. Melia terbangun dan terkejut melihat mama mertua nya duduk di tepi ranjang. "mama... Sedang apa, apa mama ada perlu? Kenapa nggak suruh mbok tun panggil aku ma" nyonya drajat menahan tangis melihat kondisi menantu nya saat ini, "nggak ada apa-apa mama kangen aja sama cucu mama, katakan kamu mau makan apa biar nanti sopir yang carikan" mendengar pertanyaan itu melia menunduk. "nggak ada ma semua yang aku dapatkan di rumah ini sudah lebih dari cukup, makanan disini juga semua enak lalu apa lagi yang aku inginkan" mendengar itu nyonya drajat memeluk melia. "ya sudah kalo saat ini belum pengen sesuatu, tapi kalo butuh sesuatu jangan sungkan ngomong ya" melia mengangguk.
Tiga minggu berlalu kehamilan melia sudah tinggal menunggu hari. Arkan yang baru pulang memasuki kamar. Melia yang begitu merindukan suaminya langsung memeluk nya sambil menangis. "mas....kemana saja kenapa biarkan aku sendiri menanggung rasa rindu yang begitu menyakitkan, lihat lah sebentar lagi anak kita akan lahir, kita akan merawat nya bersama-sama kan?" seolah sudah mati hati nya arkan hanya diam bahkan perlahan ia melepaskan pelukan melia dan pergi ke kamar mandi untuk mandi.
Setelah selesai mandi arkan berbaring dan memejamkan mata nya seolah tak ingin di ganggu. Melia hanya bisa menangis dalam diam. "andai kau ingin kan aku pergi aku akan pergi mas, tapi aku nggak sanggup kalo harus menjalani keadaan seperti ini sendiri mas" lirih melia.
"mbooook.....tolong mbok ini sakit sekali" teriak melia di satu malam ia lupa bahwa mbok tun pulang di malam hari sedang kan arkan tak tau entah di mana.
tuan drajat yang samar-samar mendengar rintihan melia segera membangun kan sang istri "ma bangun itu melia kenapa merintih kesakitan" nyonya drajat segera berlari menuju kamar melia namun sudah tak ada suara, saat membuka pintu nyonya drajat terkejut "melia...pa....papa...." melia pingsan dengan darah tercecer di mana-mana.
Setelah menempuh perjalanan 1jam akhir nya tuan dan nyonya drajat sampai di rumah sakit "dokter tolong menantu saya akan melahir kan* perawat segera mendorong brangkar. "ada apa ini bu kenapa sampai pendarahan" ujar suster "kami juga nggak tau sus tolong tolong segera lakukan tindakan" jawab nyonya drajat.
Sementara tuan drajat sibuk menghubungi arkan yang tak tersambung sambung.
Beberapa jam setelah di lakukan tindak operasi melia di nyatakan koma. "mungkin ini hanya sebentar bu karna tekanan yang di alami nya terlalu berat, ibu yang sabar ya, untuk bayi nya perempuan dan alhamdulillah bayinya masih tertolong, selamat untuk bapak dan ibu saya permisi dulu" nyonya dan tian drajat tertegun mendengar penuturan dokter. "gimana pa apa arkan menjawab telfon nya?" tuan drajat menggeleng. "nomor nya tidak aktif tapi papa sudah kirim kan pesan supaya nanti kalo aktif dia langsung baca dan menuju kemari".
Tak berselang lama arkan datang ada rasa bahagia bercampur takut. "ma...pa...gimana keadaan melia dan bayinya" ingin rasanya tangan tuan drajat menampar sang putra. "kemana saja kamu hah? Apa ini yang papa ajarkan ke kamu menelantarkan istri hanya karna kesalah fahaman,"ujar tuan drajat penuh amarah. "kamu tau melia koma bayi nya hampir kehilangan nyawa" dada tuan drajat kembang kempis menahan amarah, sang istri mencoba menenangkan . "pa...sabar kendalikan diri papa kita bicarakan baik-baik yah" kata sang istri, arkan yang merasa bersalah hanya bisa menunduk.
Dua bulan telah berlalu keadaan melia belum membaik. Arkan yang berada di samping bed melia menggenggam erat tangan sang istri yang kini terlihat lebih kurus. "maaf kan mas de' mas sudah meragukan kesetiaan mu, mas salah mas sudah membuktikan bahwa kania putri kita, bangun lah de' apa kamu lupa terakhir kita bertemu kamu bilang ingin merawat putri kita bersama" ujar arkan penuh penyesalan.
Tiga hari berlalu saat suster memeriksa keadaan melia tangan nya mulai bergerak gerak. "mba melia?" suster tersebut segera memanggil dokter.
"Bagaimana dengan mimpiku, Bu? Apa aku tak berhak untuk memiliki mimpi atau mewujudkannya?" Melia nelangsa, dengan derai air mata bla bla bla
semisal,
Di hadapan
Diduga
dan untuk nama menggunakan huruf kapital. Melia
dan untuk kata -nya itu digabung, bukan dipisah ya.