Kepergian Nayla menjelang pernikahannya, membuat semua orang bersedih, termasuk Laura sang kakak.
Ketika takdir membalikan kehidupan dan menulis cerita baru, Laura harus menerima kenyataan bahwa ia harus menjadi pengantin pengganti sang adik, Nayla. Untuk menikah dengan calon suaminya bernama Adam.
Namun, ketika akad nikah akan berlangsung, sang ayah justru menolak menjadi wali nikahnya Laura. Laura ternyata adalah anak haram antara ibunya dengan laki-laki lain.
Pernikahan yang hampir terjadi itu akhirnya dibatalkan. Fakta yang baru saja diterima lagi-lagi menghantam hati Laura yang masih di rundung kesedihan. Laura lalu meminta pada Adam untuk menunda pernikahan hingga dia bertemu dengan ayah kandungnya.
Bagaimana perjalanan Laura mencari ayah kandungnya? Apakah dia akan bertemu dengan ayah biologisnya itu? Dan bagaimana kisah cintanya dengan Adam? Baca kisah selanjutnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab Tiga Puluh Empat
Pagi ini Adam langsung menuju kantornya. Telah lebih seminggu, sejak papanya kecelakaan, dia meminta asistennya mengurus perusahaan. Dia yakin sudah banyak berkas yang harus di tanda tangani. Dia juga ingin lebih sukses agar bisa menyaingi Daniel.
Hingga jam makan siang Adam masih sibuk dengan pekerjaannya. Sepertinya dia sengaja melakukan itu agar bisa melupakan Laura dulu sementara dia pergi ke luar kota.
Hingga jam makan siang barulah Adam selesai dengan pekerjaannya. Dia langsung menuju ke rumah sakit.
Adam berjalan masuk ke dalam kamar rawat sang papa, melihat mamanya yang masih melayani papa dengan baik. Namun, dia melihat bahwa mamanya masih memiliki ekspresi kecewa, tapi Mama Ratna tidak menunjukkan karena tak ingin menambah penyakit bagi sang suami.
"Mama," Adam berkata dengan suara yang lembut, berusaha untuk menghibur mamanya.
Ratna memandang Adam dengan mata yang sedih, tapi dia tidak banyak bicara. "Adam. Kamu dah pulang, Nak?" Ratna bertanya dengan suara yang pelan, nyaris tak terdengar. "Bagaimana pekerjaanmu, Nak?" tanya Ratna lagi. Untuk menghilangkan kecanggungan antara dirinya dan Ariel.
"Semua berjalan baik, Ma. Tadi, aku sudah ke kantor Laura. Dia harus ke luar kota dengan pimpinannya. Kembali dari sana, dia janji akan menemui mama," ucap Adam dengan senyuman.
Ariel yang terbaring, hanya bisa mendengar obrolan mereka. Dia sedikit menguping obrolan mereka. Apa lagi menyebut nama Laura.
"Bukankah tempat Laura bekerja itu pimpinannya masih muda?" tanya Mama Ratna lagi.
"Ya, Ma," jawab Adam singkat dengan wajah sendu.
Mama Ratna langsung mengerti kesedihan yang Adam rasakan. Wanita itu langsung memeluk tubuh sang putra.
"Percayalah, Nak. Jika memang Laura jodohmu, pasti kalian akan dipersatukan walau banyak rintangan yang menghadang," ucap Mama Ratna. Adam menganggukan kepalanya tanda setuju.
Ariel mencoba memejamkan matanya. Berharap setelah bangun, kakinya bisa digerakkan.
Sekitar jam empat sore, Ariel terbangun. Dia mencoba menggerakkan kakinya kembali. Tapi tak bisa.
"Kenapa kakiku ini sudah tidak bisa bergerak lagi?" pikirnya, kepanikan mulai merayap di dadanya. Tiga hari sudah dia terbaring. Tiga hari ketidakpastian membawa gelombang ketakutan yang tak pernah dia rasakan sebelumnya.
Ratna, istrinya, sedang duduk di kursi di dekat jendela. Rambutnya yang panjang tergerai indah, meskipun wajahnya terlihat lelah. Ketika dia merasakan mata Ariel menatapnya, Ratna langsung menghampiri.
"Mas, kamu sudah bangun?" tanya Ratna sebagai basa basi. Dari tadi dia tak ada bicara sepatah katapun.
Ariel berusaha tersenyum, tetapi ketidakpastian terasa lebih menyesakkan daripada sebelumnya. “Ratna, aku ... aku tidak bisa menggerakkan kakiku. Ini sudah aku rasakan dari dua hari lalu.”
“Tidak bisa bergerak?” Ratna meringis, wajahnya seolah dipenuhi awan gelap. “Apa maksudmu, Mas?”
Ariel menggigit bibirnya, berusaha menyusun kata-kata. “Entahlah. Aku coba, tapi kakiku terasa beku. Seakan-akan ... tidak ada yang merespons.”
Ratna langsung duduk di tepi ranjang, menggenggam tangan Ariel erat. “Tapi kan kamu baru saja menjalani operasi. Mungkin ini hanya efek samping. Tenang saja, Mas. Dokter akan datang dan memeriksa kamu.”
Adam, tidur di sofa terjaga mendengar ucapan kedua orang tuanya.Dia menggosok-gosok matanya lalu berlari menghampiri mereka. “Pa, ada apa?"
Ariel tersenyum sambil berusaha mengangkat tangannya. “Tak ada, hanya sedikit kesulitan," jawab Ariel.
“Kesulitan apa?” Adam bertanya, semangatnya langsung redup seolah merasakan kesedihan di hati orangtuanya.
“Papa tidak bisa menggerakkan kaki,” Ariel menjawab, suaranya pelan.
"Biar aku panggilkan dokter dulu."
Adam langsung berlari keluar ruangan. Dia mencari dokter yang biasa menangani palanya. Beberapa detik kemudian, pintu terbuka lebar, dan seorang dokter berkacamata masuk dengan cepat.
“Selamat siang, Bapak Ariel. Saya Dr. Rudi,” katanya, menatap Ariel dengan serius. “Saya mendengar bahwa Anda mengalami kesulitan dalam menggerakkan kaki. Bisa ceritakan lebih detail?”
Ariel mengangguk, berusaha menyampaikan perasaannya. “Sejak bangun dua hari lalu, saya coba gerakkan kaki tapi tidak bisa... Rasanya seperti berat sekali.”
Dr. Rudi mengamati Ariel sejenak, kemudian memanggil perawat untuk mempersiapkan serangkaian tes. “Kami perlu melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan keadaan Anda. Mari kita lakukan tes sederhana.”
Perawat segera membawa alat untuk memeriksa refleks Ariel. “Silakan, angkat kaki Anda, Pak Ariel. Saya akan memeriksa responnya.”
Ariel mencoba yang terbaik, tetapi kakinya tetap tidak bergerak. Perawat dan dokter bertukar pandang, ekspresi mereka tampak serius. Setelah beberapa tes dilakukan, Dr. Rudi kembali menghadap Ariel.
“Baik, Bapak Ariel. Saya harus memberitahukan Anda bahwa setelah serangkaian pemeriksaan, kami menemukan bahwa kaki Anda mengalami kondisi yang dikenal sebagai lumpuh sementara.”
Ariel terkejut. “Lumpuh sementara!? Tidak! Ini tidak mungkin!” Dia berusaha berdiri, tetapi tubuhnya terkulai lemas. “Tolong bilang aku tidak lumpuh. Aku perlu berjalan lagi.”
Ratna memegang tangan Ariel dengan lembut. “Mas ... sabar. Kamu dengar dulu ucapan Dokter!" seru Ratna.
“Aku tidak bisa percaya ini,” suara Ariel serak, matanya mulai menyiratkan kepanikan. “Kapan aku bisa bergerak lagi, Dok? Berapa lama waktunya? Apakah ada kemungkinan?”
Dr. Rudi menghela napas, mempersiapkan kata-katanya dengan hati-hati. “Kondisi ini bervariasi dari orang ke orang. Beberapa pasien dapat mulai merasakan kembali gerakan dalam beberapa minggu, sementara yang lain mungkin memerlukan terapi fisik lebih lama. Kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membantu proses penyembuhan Anda.”
“Tapi …” Ariel merasakan air mata mulai menggenang di sudut matanya. “Aku ingin segera bekerja. Aku tidak mau terbaring terus seperti ini.”
“Pa, aku percaya kamu bisa sembuh!” Adam berusaha menghibur. “Kamu hanya butuh waktu. Kita bisa latihan bersama agar kakimu bisa bergerak lagi!”
Ariel menarik napas berat. Takut jika ini adalah kelumpuhan permanen. Tapi, dalam hatinya berkata, dia tak boleh menyerah. Harus berusaha sembuh.
Ketika Dr. Rudi melangkah mundur, Ariel merasakan benang harapan yang lembut menyusup di antara rasa sakit. Dia tahu tidak ada jalan pintas untuk sembuh, tetapi dengan cinta keluarganya, Ariel merasa diperkuat untuk menghadapi kenyataan pahit ini.
“Jadi, apa langkah selanjutnya, Dok?” Ratna bertanya, suaranya tenang meski wajahnya menyiratkan kekhawatiran.
“Kami akan memulai terapi fisik secepatnya, selama pasien mengikuti programnya secara teratur,” Dr. Rudi menjelaskan. “Mungkin juga ada kebutuhan untuk pengobatan tambahan sesuai kondisi yang berkembang nanti.”
Saat dokter menjelaskan, Ariel hanya bisa mendengarkan, pikirannya sudah penuh dengan hal-hal yang perlu dilakukannya. Berharap suatu hari bisa kembali berjalan.
Tapi dalam lubuk hatinya, Ariel masih meragu. Seperti bayangan kaki yang tak bergerak itu, harapan yang ditempuh pun terasa samar. Dia masih takut jika dirinya tak akan bisa berjalan untuk selamanya.
"Karma apa yang sedang aku terima ini?" tanya Ariel pada dirinya sendiri.
dan watak bpknya Danil itu kayaknya bisa menghalalkan segala cara yang penting tujuannya tercapai,dan itu berbahaya buat Laura