NovelToon NovelToon
Temanku Ayah Sambungku

Temanku Ayah Sambungku

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Konflik etika / Cinta Terlarang / Beda Usia / Diam-Diam Cinta / Dendam Kesumat
Popularitas:453
Nilai: 5
Nama Author: Grace caroline

"Kamu serius Jas? Kamu merestui mama pacaran sama Arjuna? Temen kamu?" tanya Cahaya tak percaya. Senyum lebar mengembang di bibirnya.


"Lo nggak bohong kan Jas? Lo beneran bolehin gue pacaran sama nyokap Lo kan?" tanya Arjuna. Meskipun merasa aneh, tapi dia juga cukup senang. Berharap jika Jasmine tidak mengecewakan mereka.

Jasmine melihat sorot kebahagiaan dari mamanya dan Arjuna. Hatinya terasa sesak, benci. Sulit baginya menerima kenyataan bahwa Mamanya bahagia bersama Arjuna.

*
*
*

Hmm, penasaran dengan kelanjutannya? baca sekarang, dijamin bakal suka deh:)))

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 25. Lima Puluh Juta!!

Tepat pada pukul delapan pagi, saat dirinya tak ada kelas di kampus, Jasmine dengan penampilannya yang berbeda, memakai kemeja biru dongker rapi, rok span, rambut terurai, riasan tipis, dan sepatu hak tinggi yang ia pinjam dari bibi Kate terlihat menaiki taksi menuju ke kantor mamanya. PT. Cahaya Bulan. Sesuai nama mamanya.

Tak lama setelah itu taksi yang Jasmine naiki berhenti tepat di depan sebuah gedung pencakar langit yang cukup mewah dan besar. Sejenak Jasmine hanya menatap kearah gedung itu, lalu ia pun membayar taksi dan keluar.

Ia melangkahkan kakinya menuju ke gedung itu, yang di sekelilingnya penuh dengan mobil dan kendaraan lainnya.

Jasmine menaiki tangga beton, lalu melangkah masuk. Setibanya di dalam dia menatap ke sekitar yang di jangkau matanya. Suasana di depannya sangat jauh berbeda. Penuh dengan orang-orang sibuk.

"Gue ogah banget sebenarnya dateng ke tempat beginian. Tapi gue nggak punya cara lain...Tuhan, lancarkan tujuanku," ucap Jasmine di dalam hati. Ia pun pergi mendatangi meja resepsionis yang lokasinya tak jauh dari posisinya.

"Permisi, Bu Cahayanya ada? Saya mau ketemu," kata Jasmine setelah tiba.

Resepsionis wanita itu pun menoleh, dia tersenyum ramah, lantas menjawab, "Oh ada mbak. Bu Cahaya sedang berada di ruangannya. Mbaknya siapa? Apakah sudah ada janji bertemu sebelumnya?" tanya resepsionis itu.

Jasmine menggeleng. "Belum. Tapi saya adalah rekannya Bu Cahaya. Saya ingin bertemu dengan beliau sebentar. Ini urusan bisnis," desak Jasmine. Ia tidak mungkin menyebutkan namanya dan siapa dia sebenarnya.

Jika seumpama itu ia lakukan, tentu semua karyawan yang ada di kantor itu akan heboh dan mengerumuninya. Belum lagi Arjuna dan mamanya. Jasmine tidak mau semua yang ia lakukan sia-sia.

"Baiklah, saya hubungi Bu Cahaya dulu. Mbaknya bisa tunggu sebentar," ucap resepsionis itu, mempersilahkan Jasmine untuk duduk di kursi yang tersedia. Lalu ia pun meraih gagang telepon, memencet nomor bosnya. Tak lama telepon pun di angkat.

Resepsionis: Halo Bu

.....

Resepsionis: Ini Bu, ada rekannya ibu yang mau bertemu. Beliau sedang menunggu di lobi

.....

Resepsionis: Katanya mau bahas bisnis Bu. Perempuan muda, cantik

.....

Resepsionis: Oh baik Bu. Siap

Telepon pun mati. Resepsionis itu lantas menaruh gagang telepon kembali ke tempatnya. Ia menoleh ke arah Jasmine, yang terlihat duduk melamun.

"Mbak," panggil resepsionis itu.

Jasmine menoleh, lalu berdiri dan menghampiri resepsionis itu.

"Gimana? Bisa?" tanya Jasmine.

Resepsionis itu tersenyum ramah. "Bisa mbak. Bu Cahaya menyuruh saya untuk mengantarkan mbak ke ruangan beliau. Sekarang Bu Cahaya sedang menunggu mbak di ruangannya. Mari mbak saya antarkan," jawab resepsionis itu.

Jasmine mengangguk, lantas mengikuti resepsionis itu di belakangnya, menuju ke ruangan mamanya. Tak lama kemudian tibalah mereka di depan sebuah pintu yang merupakan ruangan mamanya. Resepsionis yang ada di depannya berbalik, menatap ke arah Jasmine. Senyumnya tetap terukir.

"Ini ruangan Bu Cahaya mbak. Silakan masuk, beliau sudah menunggu mbak di dalam," ucap resepsionis itu.

Jasmine mengangguk, tersenyum tipis. "Makasih ya," katanya. Resepsionis itu mengangguk, lalu pergi dari sana.

Pandangan Jasmine beralih kepada pintu di depannya. Dia menghela napas panjang, mengatur kata-katanya, lalu mengulurkan tangannya untuk mengetuk pintu.

Tok...X3

"Masuk," setelah terdengar sahutan dari dalam dan itu suara mamanya, Jasmine meraih gagang pintu, membukanya dan berjalan masuk.

Ketika pintu terbuka, pemandangan yang pertama kali di lihatnya adalah mamanya yang sedang duduk di sebuah kursi besar, mengerjakan sesuatu di laptopnya.

Tatapan mamanya terlihat serius, hingga tidak menyadari kedatangan Jasmine.

Jasmine pun berjalan mendekati mamanya. Suara langkah kakinya terdengar nyaring. Wajahnya dingin, arogan, tangannya terlipat di depan dada.

"Anda sedang sibuk Bu Cahaya?" tanya Jasmine, suaranya sedikit lebih lantang. Nada bicaranya terasa agak formal, berbeda dari biasanya.

Cahaya masih belum menyadari jika orang yang ada di hadapannya adalah Jasmine. Pun juga dia tidak menoleh.

"Lumayan. Pekerjaan saya sedang sangat banyak saat ini. Mbaknya datang ada keperluan apa?" tanya Cahaya, masih belum menoleh. Jari-jarinya masih fokus mengetikkan sesuatu di layar laptopnya.

Jasmine tersenyum miring. "Bukannya tadi sudah di beritahu sebelumnya saya datang ada keperluan apa?" tanyanya, terdengar tegas dan sedikit menyindir.

"Ah iya, saya lupa. Mbaknya datang karena mau membahas soal bisnis ya? Gimana-gimana mbak? Perusahaan mbak apa namanya?" tanya Cahaya, masih belum menoleh. Terkesan mengabaikan.

Jasmine merasa jengkel melihat sikap mamanya. Dia ingin sekali marah dan pergi dari sana. Lalu ia pun menarik napas dalam-dalam, mengelus dadanya.

"PT. Jasmine Permata," ucap Jasmine, suaranya tegas dan berwibawa. Dagunya sedikit terangkat, sorot matanya tajam, menampilkan aura yang menakutkan, seolah menyatakan bahwa dia bukan orang yang mudah dikalahkan.

Kening Cahaya mengerut mendengar nama PT yang Jasmine sebutkan. Ia pun mendongak, menatap siapa wanita yang ada di depannya.

Ketika ia mendongak, perempuan yang pertama kali di lihatnya adalah Jasmine. Jasmine dengan penampilannya yang berbeda. Sangat feminim. Cantik.

Cahaya bangkit berdiri, menatap lekat tanpa berkedip ke arah Jasmine.

"Ada apa Bu Cahaya? Kenapa menatap saya seperti itu?" tanya Jasmine, masih terdengar formal.

Cahaya tidak menyangka jika Jasmine, putrinya akan ada di hadapannya sekarang. Apa yang Jasmine lakukan di sini? Kenapa tidak memberitahunya atau Arjuna? Pikir Cahaya.

"Jas-Jasmine, kamu di sini nak?" tanya Cahaya, suaranya sedikit bergetar, matanya berkaca-kaca.

Jasmine masih menatap dingin ke arah mamanya. Persis seperti sikap mamanya saat berada di kantor. "Jasmine? Bukan, nama saya bukan Jasmine. Nama saya Permata," jawab Jasmine, suaranya datar.

Jawaban Jasmine membuat Cahaya tercengang. Dia yakin tidak salah. Perempuan di hadapannya ini adalah Jasmine, anaknya.

"Jasmine. Kamu apa-apaan sih? Nggak usah bohong deh. Kamu Jasmine, anak mama. Kamu ada apa kesini, nak? 

Kenapa nggak ngabarin mama atau Arjuna dulu? Nomor mama masih kamu simpan kan?" Cecar Cahaya. Dia masih ingat sekali dulu dia pernah memberikan Jasmine nomornya. Entah kapan dan dimana.

Jasmine tersenyum miring. Tangannya yang terlipat di depan dada terurai dan turun. "Aku mau kerja di kantor mama," ujarnya langsung, tanpa menjawab pertanyaan dari mamanya.

Sontak Cahaya terkejut. Tangannya terangkat menutupi mulutnya yang terbuka. "Kamu serius Jas? Kamu mau kerja di kantor mama?" tanya Cahaya memastikan.

Jasmine mengangguk singkat. "Ya, aku serius. Aku mau kerja di kantor mama. Sebagai karyawan. Jadi gimana? Aku boleh kerja di sini?" tanyanya serius.

Cahaya sejenak terdiam, berpikir. Lalu ia menjawab, "Tentu boleh dong Sayang. Mama malah seneng banget kalo kamu mau kerja di kantor mama." Cahaya tersenyum manis.

"Jadi kapan aku bisa bekerja?" tanya Jasmine.

"Mulai sekarang bisa Sayang. Nanti mama bakal minta salah seorang karyawan buat ajarin kamu. Ehm, oh iya kamu kesini sama siapa? Terus naik apa?" tanya Cahaya kemudian. Dia kembali duduk di kursinya, Jasmine pun duduk di kursi di depan meja Cahaya.

"Sendirian. Naik taksi," jawab Jasmine singkat. Ekspresi wajahnya masih tetap sama. Bahkan kini semakin dingin dan suaranya sedikit meninggi.

Cahaya mengangguk mengerti. "Nanti mama suruh sopir buat anterin kamu ya? Kamu butuh uang berapa? Mau mama kasih?" tanya Cahaya menawarkan. Dia takut jika dia tidak menawarkan terlebih dahulu dan langsung memberikannya, Jasmine akan marah kepadanya.

Jasmine terdiam, matanya menatap lurus ke arah mamanya, seolah ingin membaca isi hatinya. Lalu ia menjawab, "Nggak usah, aku bisa pulang sendiri dan tentang uang itu... Aku mau tiga puluh juta."

Seperti yang ia jadikan syarat kepada Arjuna. Jasmine menyebutkan ingin uang tiga puluh juta. Sebenarnya ia tidak terlalu butuh uang itu sekarang. Ia mungkin hanya menggunakannya untuk membayar uang kampus dan keperluan sehari-hari.

Cahaya tersenyum senang mendengar Jasmine meminta uang darinya. Ia pun lantas membuka laci, mengambil selembar kertas tebal, meletakkannya di meja, lalu menuliskan beberapa angka di atasnya.

Lalu Cahaya merobek kertas itu, memberikannya kepada Jasmine. Jasmine menerima cek itu, memandangi nominal angka yang tertulis di atasnya.

Lima puluh juta!!

Mata Jasmine melebar ketika tahu jika angka di dalam kertas itu bukan tiga puluh juta tapi lima puluh. Dia tak pernah memegang uang sebanyak itu sebelumnya. Ini adalah yang pertama kali.

Jasmine menoleh ke mamanya. "Ma, aku mintanya tiga puluh ya, bukan lima puluh. Ini kebanyakan." Jasmine menaruh cek itu di meja.

Cahaya tersenyum manis, matanya menyipit. "Nggak papa Jas. Itu buat kamu. Uang nafkah dari mama buat kamu. Terima ya, kamu gunain untuk keperluan kamu," ucapnya.

Helaan nafas keluar dari mulut Jasmine. Dia mengambil kembali cek itu. "Makasih ya Ma. Aku terima cek ini," kata Jasmine.

"Sama-sama Sayang," jawab Cahaya.

Sampai detik ini baru Jasmine menyadari perubahan sikap mamanya. Jika dahulu mamanya terlihat arogan, galak, perfeksionis, tegas dan dingin. Kali ini mamanya terlihat hangat, murah senyum dan ramah. Bahkan hati Jasmine yang paling dalam pun merasa senang dengan perubahan sikap mamanya.

Tok...X3

Terdengar suara ketukan dari luar. Cahaya dan Jasmine spontan menoleh ke arah pintu.

"Ah, ada yang masuk," kata Cahaya.

"Masuk," ucapnya lantang.

Pintu berderit terbuka, memperlihatkan seorang pria tampan dengan setelan jas rapi, sebuah map tergenggam di tangannya. Dia berjalan mendekati Cahaya dan Jasmine yang saat itu terlihat duduk memunggunginya.

Lalu pria itu berdiri di dekat meja Cahaya. Cahaya dan pria itu saling menatap, tersenyum. Lalu Jasmine mendongak. Dia terkejut melihat Arjuna di hadapannya.

Terlebih penampilannya yang berbeda. Arjuna pun juga terkejut melihat Jasmine di sana, juga penampilannya yang sama berbedanya.

"Jasmine?!" 

"Arjuna?!" 

Keduanya serentak bicara bersamaan. Suara keduanya meninggi, seperti tercekik, menunjukkan keterkejutan. Jasmine pun berdiri, jari telunjuknya terangkat, menunjuk ke muka Arjuna.

"Lo...ngapain di sini Jas dan penampilan Lo kok..." Arjuna tidak melanjutkan ucapannya. Masih heran sekaligus terpesona dengan penampilan Jasmine yang berbeda.

"Kenapa? Gue cantik kan? Kaget kan Lo lihat gue berpenampilan kayak gini?" tanya Jasmine bangga. Tangannya yang semula menunjuk muka Arjuna perlahan turun.

Arjuna kembali bertanya, ekspresi wajahnya berubah serius. "Ngapain Lo di sini Jas?"

Jasmine tersenyum miring, lantas menjawab, "Ini kan kantor nyokap gue Jun, jadi gue bebas dong buat datang ke sini?" Jasmine menatap ke sekeliling ruangan itu. Lalu ia tersenyum lebar. "Ternyata gede juga ya kantor ini dan sebentar lagi bakal jadi milik gue," katanya.

Kening Arjuna mengerut, dengan bingung dia bertanya, "Milik Lo?" 

Jasmine menoleh ke arah Arjuna. Senyuman di bibirnya masih juga terukir. "Of course, it will be mine. Lo lupa ya kalo gue ini adalah anak dari Bu Cahaya, bos Lo? 

Suatu saat perusahaan ini akan jadi milik gue, semua kekayaan mama juga bakal jatuh ke tangan gue. Jadi kenapa Lo nanya? Pengen juga Lo?" tanya Jasmine, nada sinis mulai terdengar dalam suaranya.

Arjuna sedikit mencondongkan tubuh ke arah Jasmine, tatapannya tajam, raut wajahnya serius. "Nggak pengen dan nggak mau. Gue bukan orang yang gila harta!" Ia lantas menjauhkan diri, lalu menoleh ke arah Cahaya yang hanya diam memperhatikan mereka bicara.

Ck!

"Dasar mvnafik!" seru Jasmine, nada bicaranya tajam, penuh sindiran. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, menggelengkan kepala, dan memalingkan wajahnya ke arah lain.

Bersambung ....

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!