Akibat memiliki masalah ekonomi, Gusti memutuskan bekerja sebagai gigolo. Mengingat kelebihan yang dimilikinya adalah berparas rupawan. Gusti yang tadinya pemuda kampung yang kolot, berubah menjadi cowok kota super keren.
Selama menjadi gigolo, Gusti mengenal banyak wanita silih berganti. Dia bahkan membuat beberapa wanita jatuh cinta padanya. Hingga semakin lama, Gusti jatuh ke dalam sisi gelap kehidupan ibukota. Ketakutan mulai muncul ketika teman masa kecil dari kampungnya datang.
"Hiruk pikuknya ibu kota, memang lebih kejam dibanding ibu tiri! Aku tak punya pilihan selain mengambil jalan ini." Gusti.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desau, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 7 - Mobil Elang
Gusti sekarang ada di mobil Elang. Tampilan di dalam mobil Elang kembali membuat Gusti berdecak kagum.
"Gila! Mobilmu pasti mahal," komentar Gusti.
"Aku nggak bisa membantah," tanggap Elang seraya menjalankan mobil.
Gusti menatap Elang. Dia mencoba memberanikan diri untuk menanyakan hal yang membuatnya penasaran.
"Aku yakin kau bukan orang biasa di kota ini. Apa kau anak--"
"Anak konglomerat? Itu kan yang ingin kau tanyakan?" potong Elang dengan tebakannya. "Kau salah, Gus. Aku tinggal sendirian semenjak umur 16 tahun. Aku nggak punya orang tua. Semua yang kumiliki adalah hasil jerih payahku sendiri," sambungnya.
"Benarkah? Kau hebat sekali." Untuk yang kesekian kalinya Elang membuat Gusti terkesan. "Kau kerja apa?" tanyanya penasaran.
"Aku punya cafe. Punyaku salah satu yang paling populer akhir-akhir ini. Aku kebetulan sudah membuka cabang ke-empat," jawab Elang.
"Kau benar-benar keren! Aku yakin membangun semua itu bukanlah hal mudah bagimu." Gusti sekali lagi memuji kehebatan Elang. Cowok berambut cepak itu hanya terkekeh mendengar pujian Gusti. Benar-benar tanggapan yang ambigu.
"Semuanya bisa terwujud, Gus. Asal harus ada keberanian dan juga tekad. Seorang cowok harus begitu bukan?" ujar Elang.
"Kau benar. Tapi seorang cowok pasti butuh perjuangan panjang untuk mendapat kesuksesan. Apalagi untuk orang kayak aku." Gusti merasa pesimis. Mengingat dia tidak terlahir di keluarga yang berada.
"Mau mampir ke cafeku?" tawar Elang.
Mata Gusti membola. Dia tentu sangat tertarik. Apalagi dirinya sedang malas kembali ke kost-kostan sekarang.
"Tapi kalau kau sibuk, kita bisa pergi nan--"
"Nggak! Aku mau kok. Lagian aku masih nggak pengen kembali ke kost-kostan," sergah Gusti yang tak perlu berpikir lama untuk setuju.
"Oke. Kita ke sana sekarang!" Elang segera mengarahkan mobilnya ke cafe miliknya. Lokasi cafe tersebut tidak begitu jauh.
Perlahan Elang menghentikan mobil di parkiran. Dia dan Gusti sudah tiba di tempat tujuan.
Atensi Gusti tertuju ke arah cafe milik Elang di depannya. Nama cafe itu adalah Sekedar Kopi. Tempatnya ramai sekali.
"Tempat ini sepertinya benar-benar populer," ungkap Gusti.
"Ayo kita masuk!" ajak Elang yang keluar dari mobil lebih dulu. Dia dan Gusti kini melangkah bersama.
"Ngomong-ngomong, kau kenapa malas pulang ke kostan?" tanya Elang.
"Kostan yang aku tinggali itu kost-kostan campuran, El. Cowok atau cewek bisa keluar masuk ke sana sesuka hati," jelas Gusti.
"Benarkah?" Elang tersenyum miring. Sebuah senyuman yang begitu misterius.
Gusti mengangguk. "Ngeri sendiri aku, El!" ungkapnya.
Elang hanya diam. Dia dan Gusti sudah melangkah masuk ke dalam cafe.
Tanpa diduga, terlihat Widy dan teman perempuannya di sana. Cewek itu langsung menyapa Gusti dan Elang. Widy tampak melambaikan tangan sambil tersenyum ceria.
"Itu Widy kan, El? Kenapa kau nggak bilang kalau dia ada di sini?" tanya Gusti.
"Mana aku tahu, Gus! Aku juga kaget lihat dia di sini," sahut Elang. "Ayo kita samperin!" ajaknya sambil berjalan lebih dulu.
"Eh, tapi..." Gusti ragu untuk ikut. Tetapi dia tak punya pilihan lain selain mengikuti.
Jantung Gusti berdegup kencang saat sudah berdiri di hadapan Widy. Gadis itu terlihat lebih cantik dengan pakaian biasa. Widy terlihat menggerai rambut pendek sebahunya.
"Ngapain kau di sini, Wid?" tanya Elang.
"Nongkronglah! Apalagi dong? Kalau kalian?" Widy menatap Gusti dan Elang secara bergantian. Ia tampak memperhatikan penampilan dua cowok tersebut dengan seksama. Jelas mereka memiliki penampilan yang sangat berbeda.