Memiliki anak tanpa suami membuat nama Cinta tercoret dari hak waris. Saudara tirinya lah yang menggantikan dirinya mengelola perusahaan sang papa. Namun, cinta tidak peduli. Ia beralih menjadi seorang barista demi memenuhi kebutuhan Laura, putri kecilnya.
"Menikahlah denganku. Aku pastikan tidak akan ada lagi yang berani menyebut Laura anak haram." ~ Stev.
Yang tidak diketahui Cinta. Stev adalah seorang Direktur Utama di sebuah perusahaan besar yang menyamar menjadi barista demi mendekatinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 12~ AKAN MEMPERMALUKAN KAMU!
Menjelang siang, Vano pun berangkat ke rumah sakit setelah sebelumnya mengganti setelan kantornya dengan pakaian santai. Kali ini ia tidak menggunakan motor melainkan membawa mobilnya sendiri untuk menjemput Cinta dan Laura. Nanti dia akan bilang pada Cinta jika itu mobil rentalan.
Sesampainya di rumah sakit, ia langsung menuju ruang perawatan Laura. Cinta sedang membereskan barang bawaannya saat ia masuk.
Cinta menyambut kedatangan temannya itu dengan senyuman. Tak menyangka jika Stev akan benar-benar datang menjemputnya.
Vano pun membalas senyuman itu lalu berpindah menatap Laura yang duduk di atas bed. "Hei anak cantik, udah mau pulang ya? Duh senengnya mau ketemu Opa dan Oma di rumah." Ia mencolek gemas pipi gembul anak itu. Laura langsung bereaksi menangkap jari telunjuknya sambil tersenyum memperlihatkan giginya yang baru dua itu.
Cinta tersenyum kecut mendengar apa yang dikatakan Stev. Papanya bahkan tidak pernah menggendong Laura. Apa lagi mama Ratih, mama tirinya itu selalu menarp putrinya dengan tatapan jijik.
Setelah mendapat surat rujukan pulang, mereka pun segera meninggalkan rumah sakit. Benar saja, Cinta menanyakan soal mobil yang dibawa Stev, pria itupun harus berbohong dengan mengatakan itu adalah mobil rentalan.
Sebelum mengantarkan pulang, Vano terlebih dahulu mengajak Cinta untuk makan siang bersama di sebuah rumah makan sederhana yang terletak di pinggir jalan. Ini adalah pertama kalinya bagi Vano makan di tempat seperti itu, sebab tak mungkin dalam penyamarannya ini ia mengajak Cinta ke restoran bintang lima tempat ia biasa makan.
"Van, aku benar-benar gak enak loh. Kamu udah bela-belain jemput kami berdua sampai rental mobil segala. Dan sekarang kamu malah traktir aku makan," ucap Cinta. Makanan yang terhidang di depannya terlihat lezat, tapi tak mengunggah seleranya karena merasa tak enak hati pada Stev.
"Santai aja kali, Cin. Gak usah sungkan begitu. Kita kan teman, jadi sudah sewajarnya saling membantu," ucap Vano. Ia sudah lebih dulu makan, ternyata hidangan di rumah makan sederhana tak kalah lezat dengan makanan restoran bintang lima.
"Ayo makan, jangan dilihatin aja makanannya."
Cinta mengangguk, ia pun mulai menyendok makanannya. Vano yang melihatnya sedikit kesusahan makan dengan sambil memangku Laura, mengambil alih sendok di tangan wanita itu dan ganti menyuapinya.
"Stev, gak usah. Biar aku makan sendiri," tolak Cinta ketika Stev hendak menyuapinya.
"Gak apa-apa, biar aku suapin. Kamu repot sambil mangku Laura. Ayo buka mulutnya," pinta Vano.
Mau tak mau Cinta pun membuka mulut, ia memang sudah merasa lapar. Belum sempat makan dan tiba-tiba saja Stev sudah datang menjemputnya.
Jika Cinta merasa sungkan pada teman baristanya itu, lain lagi dengan Vano yang justru merasa momen ini sangat spesial. Kapan lagi ia bisa seperti ini, makan bersama Cinta juga Laura yang ada diantara mereka. Membuatnya merasa sudah terlihat seperti satu keluarga kecil.
Setelah selesai makan. Vano pun langsung mengantar dua wanitanya itu pulang. Kurang dari lima belas menit berkendara, mobil yang dikemudikannya pun tiba di depan gerbang rumah Cinta.
Vano segera mengambil masker dan memakainya, lalu keluar dari mobil lebih dulu Kemi membuka pintu di samping Cinta. Mengambil alih menggendong Laura agar Cinta lebih mudah turun dari mobil.
Meski heran melihat Stev tiba-tiba memakai masker, tapi Cinta tidak bertanya. "Terima kasih ya, Stev. Aku benar-benar merepotkan kamu hari ini," ucapnya masih merasa sungkan.
"Sama-sama. Aku senang kok direpotkan sama kamu. Kapan pun kamu butuh aku, langsung telpon saja," kata Vano.
Cinta menanggapinya dengan senyuman. Ingin sekali ia mengajak Stev untuk singgah sebentar, tapi kondisinya sekarang tidak memungkinkan ia membawa laki-laki masuk ke rumah. Bisa-bisanya ia akan semakin dipandang hina dan dianggap wanita murahan.
Pak Amin pun datang membukakan pagar. Tak berselang lama dari itu, Indri pun keluar untuk melihat siapa yang bersama Cinta. Ia sedang bersantai di balkon kamarnya saat sebuah mobil singgah di depan gerbang dan melihat Cinta turun dari mobil itu bersama seorang laki-laki. Terlalu sayang melewatkan apapun berita tentang saudari tirinya itu.
"Wah wah, sekarang kamu sama siapa lagi, Cinta? Sudah bosan ya sama laki-laki yang tempo hari bawa motor butut?" Indri tersenyum sinis menatap Cinta, lalu berpindah menatap pria bermasker di samping saudari tirinya itu. Tatapannya meneliti penampilan pria itu dari atas hingga bawah.
"Mobilnya sih keren, tapi orangnya enggak banget. Yakin deh, itu cuma mobil rentalan." Ia terkekeh geli menatap penampilan pria itu yang biasa-biasa saja. Tidak sinkron dengan mobil yang dikendarainya.
"Tapi mau-maunya aja sih, kamu sama perempuan yang punya anak haram seperti dia!" Indri kembali menatap Cinta dengan remeh.
Vano mengepalkan sebelah tangannya dengan erat, rahangnya tampak mengeras. "Jaga mulut kamu!" teriaknya penuh emosi.
Indri tersentak, ia menatap pria bermasker itu dengan kening mengkerut. Kenapa suaranya terdengar familiar.
Sadar telah bertindak gegabah, Vano menarik nafas dalam-dalam untuk mengurai emosi yang mengepung di dada. Tapi sungguh, ia benar-benar tidak terima mendengar Laura dikatai anak haram. Ingin sekali ia robek mulut Indri.
"Jaga bicaramu, gak ada yang namanya anak haram di dunia ini. Semua bayi itu terlahir suci tanpa dosa!" ucapnya kemudian dengan suara yang disamarkan.
Indri menatap pria bermasker itu dengan lekat. "Kenapa jadi kamu yang marah? Hah, aku tahu. Atau jangan-jangan kamu itu adalah ... Ayahnya Laura?" Sudut bibirnya tertarik membentuk seringai tipis kala melihat mata pria itu bergerak gelisah.
Vano melirik Cinta yang sejak tadi hanya diam. Sama sekali tidak ada reaksi yang ditunjukkan wanita itu atas perkataan Indri barusan. Sebenarnya apa yang terjadi pada Cinta, kenapa tidak mengenalinya sebagai laki-laki yang telah merenggut kesuciannya saat itu.
"Diam gak membantah itu artinya benar ya, kamu itu Ayahnya Laura?" Indri terkekeh. Maju selangkah mendekati pria bermasker itu. "Nikahi dong ibunya, jangan mau enaknya aja!" ucapnya sambil mendorong pelan bahu pria itu.
Indri pun mundur kembali lalu menatap Cinta. "Mantan anak kesayangan Papa ini ternyata benar-benar wanita murahan!" ucapnya lalu bergegas pergi. Entah pria itu benar ayah kandungnya Laura atau bukan, yang jelas ia merasa puas memaki Cinta dihadapan pria asing itu. Jika perlu didepan orang banyak agar semua orang tahu keburukan saudari tirinya itu. Sekarang ia tinggal mempersiapkan diri untuk tampil menarik menyambut kedatangan Vano dan orang tuanya malam ini. Akan akan ia tunjukkan pada Cinta, seberapa sayangnya papa Haris padanya yang sudah mau memenuhi keinginannya untuk menjamu keluarga Vano dengan spesial malam ini khusus untuknya.
"Non Cinta yang sabar, ya. Non Indri memang sangat keterlaluan." ucap pak Amin yang sejak tadi juga diam. Ia pun merasa geram atas semua cacian Indri terhadap Cinta.
Cinta mengangguk pelan dan tersenyum. Di rumahnya sendiri ia diperlakukan dengan semena-mena, tapi setidaknya ada pak Amin dan Mbok Darmi yang berpihak padanya.
"Stev, terima kasih ya sudah mengantar kami pulang. Dan aku benar-benar minta maaf atas kejadian tadi, aku benar-benar gak enak sama kamu," ucap Cinta.
"Kenapa sih, kamu diam aja? Seharusnya kamu balas semua cacian dia. Kalau perlu, sumpel mulutnya pake cabe setan!" geram Vano.
"Setuju!" Pak Amin malah mengacungkan jempolnya.
Cinta terkekeh, Stev dan pak Amin ada-ada saja.
"Ya udah, aku pamit dulu, ya." Vano mencolek hidung Laura. "Sehat-sehat ya cantik," ucapnya kemudian masuk ke mobil.
"Lihat saja, Indri. Aku akan mempermalukan kamu!" Vano mencengkram kuat stir mobilnya. Sebelum pak Haris yang akan ia buat menyesal telah menyia-nyiakan Cinta dan Laura. Ada Indri yang lebih dahulu harus ia permalukan di depan publik karena telah menghina dua wanitanya.