NovelToon NovelToon
Nabil Cahaya Hidupku

Nabil Cahaya Hidupku

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom / Anak Genius / Anak Yatim Piatu
Popularitas:5.1k
Nilai: 5
Nama Author: SOPYAN KAMALGrab

Nabil seorang anak berkepala besar
bayu ayahnya menyebutnya anak buto ijo
Sinta ibu bayu menyebuutnya anak pembawa sial
semua jijik pada nabil
kepala besar
tangan kecil
kaki kecil
jalan bungkuk
belum lagi iler suka mengalir di bibirnya
hanya santi yang menyayanginya
suatu ketika nabil kena DBD
bukannya di obati malah di usir dari rumah oleh bayu
saat itulah santi memutsukan untuk meninggalkan bayu
demi nabil
dia bertekad memebesarkan nabil seorang diri
ikuti cerita perjuangn seorang ibu membesarkan anak jenius namun dianggap idiot

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SOPYAN KAMALGrab, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

belanja ke pasar

Pintu dibuka paksa. Heni berdiri di ambang, napasnya memburu, matanya menyalak marah.

“Heru! Keluar kamu! Dasar anak tak tahu diri!”

Santi berdiri tegak di depan pintu dapur, menyeka tangannya yang masih kotor jelaga. “Ada urusan apa pagi-pagi sudah teriak-teriak seperti orang tak punya malu?” tanyanya datar.

Heni melangkah masuk tanpa permisi, menggedor udara dengan amarah yang tak terbendung. “Adikmu itu sudah keterlaluan! Sudah makan di hajatan orang, pecahkan piring, lalu pergi tanpa pamit. Sekarang sok-sokan bawa nasi goreng! Dari mana uangnya kalau bukan mencuri?!”

Santi tidak menyangka drama nasi goreng masih terus berlanjut seolah dia dan heru tak berhak membeli nasi goreng, kirain dikota saja banyak orang yang julid ternyata dikampung juga banyak yang julid.

Santi mengangkat dagunya, tak gentar.

“Kami tidak mencuri. Uang itu dari saya. Dan soal piring—kalau memang rusak, bilang ke pemiliknya, bukan mengamuk ke sini.”

“Alah, kamu itu mana mungkin bisa beli nasi goreng. Uang dari mana coba kamu?” ucap Heni.

“Alah, jangan banyak omong lah. Ayo kita ke kantor polisi. Atau kita panggil polisi kampung. Kita bicara di depan penegak hukum saja. Kita buktikan siapa yang bersalah. Saya dan Heru memang miskin, tapi kami diajarkan untuk bekerja, bukan mencuri. Ayo kita buktikan siapa yang salah. Kalau adikku salah, aku rela dia mendekam di penjara. Tapi kalau tidak terbukti, saya akan tuntut kamu dengan pasal pencemaran nama baik,” ucap Santi tegas.

“Alah, masalah begini saja segala lapor polisi.”

“Saya sudah jelaskan semalam ke suami kamu. Terus, kamu pagi-pagi sudah ngamuk di rumah saya. Mau kamu apa, hah?” ucap Santi. Matanya melotot, tangannya bertolak pinggang.

“Jangan belagu kamu, Santi. Jangan sok preman!”

Santi mendekat.

“Jangan kira karena aku dan Heru miskin, kamu bisa seenaknya menindas kami. Kamu dan suami kamu tidak bisa membuktikan apa pun kalau Heru mencuri. Sekarang cepat pergi,” ucap Santi.

“Ingat, aku tidak akan mudah kalian tindas.”

Tubuh Heni gemetar. Niatnya ingin mengintimidasi Heru karena di rumah banyak cucian. Kalau Heru takut, maka Heni akan menyuruhnya mencuci baju tanpa dibayar. Tapi sayang, ternyata ada Santi yang tak bisa diintimidasi.

Santi menutup pintu perlahan. Tangannya sedikit gemetar, tapi matanya tetap menyala.

“Tidak ada lagi yang boleh menginjak keluarga ini,” bisiknya.

Santi masuk ke dalam rumah. Tampak Heru dan Nabil sedang memandang ke arahnya. Nabil tersenyum, dan Heru pun ikut tersenyum.

“Kenapa kamu, Ru?”

“Kakak hebat,” ucap Heru, mengacungkan jempolnya.

Nabil meniru Heru, ikut mengacungkan jempol.

Santi terharu dengan pemandangan itu.

“Kita jangan mau diinjak oleh orang. Sekali diinjak dan kita hanya sabar, maka mereka akan terus menginjak kita,” ucap Santi, memberi nasihat pada Heru, dan tentu saja pada dirinya sendiri.

Enam tahun bersabar dengan Bayu, bukannya empati yang ia dapatkan, tapi penghinaan yang tiada henti.

Sabar harus pada tempatnya.

Toh, dalam ajaran agama juga diperbolehkan membela diri dan menjaga harga diri.

“ka pagi ini aku ada yang panen, aku mau ikut memanen padi jadi aku ga bisa jaga nabil ka” ucap heru merasa bersalah

Santi menarik nafas panjang dia merasa bersalah sama heru, harsunya heru masih sekolah tapi sayang karena keterbatasan ekonomi akhirnya heru harus berhenti dan bekerja untuk bertahan hidup “ya sudah kiamu hati-hati ya, kaka juga akan kepasar membeli kompor gas dan yang lainnya” ucap santi

Dengan menggunakan angkutan umum santi berangkat kepasar, nabil walau jalan masi tertatih tetap bisa berjalan, santi dengan sabar jalan perlahan, banyak mata melihat nabil dengan jijik tapi santi diam saja, tak ada perasaan malu sedikitpun, dia bangga punya nabil.

Di pasar, Santi memilih barang satu per satu. Kompor gas dua tungku, wajan besar, sapu tali, baskom plastik. Ia lalu membeli bahan untuk gorengan: kol, wortel, tahu, tempe, tepung, dan bumbu dapur.

Penjual menatapnya aneh. “Mau bikin hajatan, Mbak?”

Santi tersenyum. “Bukan. Saya mau jualan. Doakan ya, semoga laris.”

Penjual tertawa. “Semangat, Mbak. Ibu-ibu kayak sampean ini yang biasanya sukses. Punya tekad kuat.”

Santi membayar semua belanjaannya, menggandeng tangan Nabil yang berjalan di sampingnya.

Santi melihat nabil, nabil terlihat menggerak-gerakan tangannya dan mulutnya komat kamit seperti sedang menirukan ucapan sang penjual

Saat  mereka melewati gang sempit di dekat pasar, beberapa ibu berpakain seragam majlis taklim menatap Nabil sambil berbisik.

“Itu lho, anak yang kayak buto ijo...”

“Wajahnya aneh banget, ya?”

“Eh, jangan deket-deket, nanti ketularan!”

Santi berhenti. Napasnya memburu. Ia menoleh ke arah arah ibu- ibu. Langkahnya pelan, tapi setiap injakan seperti pukulan palu.

Santi melihat Nabil. Bocah itu tak bereaksi apa pun. Pandangannya tertuju pada keramaian pasar, seolah suara-suara hinaan tadi hanyalah angin lalu.

“Hei, kalian ini berjilbab tapi mulut enggak bisa dijaga. Selama ngaji tidur ya?” ucap Santi, suaranya tegas dan lantang.

“Kami cuma bicara kenyataan,” sahut seorang ibu-ibu berjilbab merah dengan riasan menor. “Lihat tuh anak kamu! Kepalanya besar, matanya besar, umur segitu jalannya masih goyah. Pasti cacat, kan? Kamu pasti memuja setan!”

Santi mendengus. “Hei, karung beras kebanyakan makan duit haram, jaga mulut kamu! Tuduhanmu itu dicatat malaikat. Kalau aku tidak terbukti memuja setan dan anakku ini anak manusia, maka malaikat sendiri yang akan mengutuk kamu!” ancamnya, tak gentar.

“Doamu tidak akan didengar, karena kamu orang miskin!”

Santi tertawa sinis. “Haha... lihat saja nanti. Aneh banget kamu, mau berangkat ke pengajian tapi hatimu busuk. Kamu pasti cuma mau pamer emas dan baju baru hasil kredit, kan? Mau pamer, bukan mau ngaji.”

“Kamu—!” seru wanita gendut itu. Wajahnya merah padam. Ia melangkah maju, hendak menghampiri Santi dan memberinya pelajaran.

Namun tiba-tiba, suara lain terdengar dari arah belakang.

“Hei! Di sini rupanya kau! Kami cari ke mana-mana, rupanya kau ngumpet di pasar,” teriak seorang pria berjaket denim lusuh—Poltak.

“Eh, Bang Poltak, kenapa ada di sini?” suara si wanita mendadak ciut.

“Kau masih tanya kenapa aku di sini?” Poltak menatap tajam. “Aku sudah pusing cari kau! Cepat bayar cicilanmu! Sudah bosan aku dengan janji palsumu. Macam caleg aja, cuma bisa janji!”

“Jangan di sini dong, Bang. Aku kan jadi malu…”

“Ah, tak peduli aku! Bayar cepat! Kalau tidak, aku lepas paksa itu emas kau!”

Mendadak, semua mata di pasar tertuju pada wanita gendut itu. Cibiran demi cibiran mulai terdengar. Orang-orang yang tadi hanya menonton, kini ikut menertawakan.

Santi tidak peduli. Ia menggenggam tangan Nabil erat, melanjutkan langkahnya dengan kepala tegak. Ada kemenangan kecil hari itu—bukan karena mulutnya lebih tajam, tapi karena ia tak lagi membiarkan dirinya diinjak.

Di rumah, Santi mulai menata barang-barang yang dibelinya dari pasar. Kompor gas diletakkan di sudut dapur kecil mereka. Wajan dicuci, dipoles hingga mengilap. Heru membantu menyiapkan adonan dengan cekatan, sesekali melirik ke arah kakaknya, menanti instruksi.

Nabil duduk di bangku kecil, menatap penuh semangat. Tangan mungilnya kadang menepuk-nepuk udara, memberi semangat dalam diam.

Pandangan Nabil kadang ke atas, kadang ke bawah, seperti sedang menyerap dunia dengan caranya sendiri. Santi memperhatikan gerak-geriknya dengan hati yang hangat.

"Tempe, dua puluh ribu," gumamnya sambil menghitung di dalam hati.

"Tahu, lima belas ribu."

"Kompor, empat ratus lima puluh ribu."

Ia terus menyusun barang dengan rapi—beras, bumbu dapur, sayuran segar, semuanya ditata di tempatnya masing-masing. Besok, ia akan mulai berjualan. Dan meski dagangannya masih sederhana, semangatnya membubung tinggi.

Ada rasa bangga yang menyelinap di dada Santi. Sejak pindah ke tempat ini, begitu banyak perubahan yang ia lihat pada Nabil. Anaknya yang dulu begitu pendiam kini mulai menunjukkan keajaibannya.

Baru sekali diajak ke pasar, Nabil sudah menyebutkan banyak kata-kata baru. Suaranya memang masih belum jelas, tapi Santi bisa mengenali maksudnya.

Kosa kata Nabil bertambah pesat. Dulu, saat masih tinggal di rumah Bayu, kata-kata Nabil hanya terbatas pada “mamah,” “makan,” “minum,” dan “pup.”

Namun kini, baru satu kali keluar rumah dan menghirup dunia luar, Nabil seolah sedang menghafal seluruh isi pasar. Seolah-olah otaknya menampung semuanya dalam tempo singkat.

Santi menatap anaknya dengan mata berkaca. Ada harapan yang tumbuh. Nabil bukan kutukan seperti yang selalu dituduhkan. Ia adalah berkah yang selama ini terkurung dalam dinding-dinding penuh hinaan.

Dan kini, mereka mulai dari awal. Tapi kali ini, mereka bebas.

1
Tata Hayuningtyas
suka dengan cerita nya
Tata Hayuningtyas
up nya lama sekali Thor...tiap hari nunggu notif dari novel ini...kalo bisa jgn lama2 up nya Thor biar ga lupa SM ceritanya
Wanita Aries
Nah yg bertamu ibu2 yg merasa trsaingi jualannya
Wanita Aries: Bner bgt ka sllu nungguin update
Vina Nuranisa: nagih bgt ceritanya wkwk
total 2 replies
Wanita Aries
Mantap santi mnjauhlah dari org2 dzolim
Vina Nuranisa
kapan up lagii dah nungguin bgt😁
Wanita Aries
MasyaAllah nabil hebat pinter
Wanita Aries
MasyaAllah nabil
Yurnalis
cerita yang bagus semangat terus di tunggu lanjitannya
Wanita Aries
Menguras emosi karyamu thor
Devika Adinda Putri
terima kasih atas cerita yang bagus ini, semoga bermanfaat untuk para pejuang di luar sana, untuk penulis tetap semangat, mungkin tulisan ini belum banyak peminatnya, tapi aku yakin akan banyak yang suka, dengan cerita yg mevotivasi untuk semua orang
Devika Adinda Putri
selalu di tunggu lanjutannya
Wanita Aries
Sama kyk kluarga arman ya ceritanya
Wanita Aries
Sukaaa
Lestari Setiasih
bagus ceritanya
Arlis Wahyuningsih
mantap shanti....maju terus...👍👍👍😘😘
Arlis Wahyuningsih
cerita yg menarik..perjuangan seorang ibu demi putranya ygtak sempurna fidiknys tp luar biasa kemampuanya...mantap thor..💪💪🙏🙏
Farldetenc: Ada karya menarik nih, IT’S MY DEVIAN, sudah End 😵 by farldetenc
SOPYAN KAMALGrab: makasih ka doakan lulus kontrak..kalau lulus lanjut
total 2 replies
ARIES ♈
jangan lupa mampir ya Kakak ke ceritaku. ☺️☺️☺️
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.
hih geram banget ma bayu.. kalau gua mah dah gua racun satu kluarga 🙄🙄
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.: iyaa sama"
SOPYAN KAMALGrab: terimakasih KA udah komen k
total 2 replies
.•♫•♬•LUO YI•♬•♫•.
ceritanya bagus, juga gak bertele-tele... semangat trus ya thor..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!