Quinn, seorang gadis berusia 26 tahun itu memiliki kehidupan yang sempurna. Namun, siapa yang menduga, dibalik kehidupan yang sempurna Quinn sangat terkurung. Sebab sebagai putri seorang mafia membuat Quinn tidak bisa hidup dengan bebas.
Quinn memang memiliki kehidupan yang sempurna. Akan tetapi, Quinn nyatanya sangat apes pada percintaannya. Sekalipun Quinn memiliki harta melimpah dan juga paras rupawan, nyatanya tak bisa membuat Quinn menemukan cinta sejatinya.
Sampai tanpa sengaja, Quinn bertemu dengan Dimitri. Seorang laki-laki berusia 30 tahun itu terus mengganggu Quinn.
Akankah Dimitri bisa meluluhkan hati wanita tangguh dan cerdas seperti Quinn? Lantas bagaimana respon Dimitri ketika dia tahu kalau Quinn adalah putri seorang mafia yang sangat disegani pada masanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sisca Nasty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 7 Berjalan Baik
"Jalan!" Dimitri melihat mereka berpelukan.
Sehingga laki-laki itu langsung menutup kaca jendela mobilnya. Kemudian sang supir melajukan mobilnya setelah ia mendapatkan perintah dari Dimitri. Walaupun sang supir bingung karena tadi Dimitri memintanya berhenti, nyatanya supir itu tidak berani bertanya.
"Quinn, aku memang bukan laki-laki yang sempurna. Aku juga bukan laki-laki tampan ataupun kaya. Tapi aku sudah berjanji pada diriku sendiri. Bahwa aku akan membahagiakan kekasihku dengan caraku sendiri. Aku harap kau bisa menerima keadaanku sampai kapanpun." Jefri terus menggenggam tangan Quinn.
Kata-kata Jefri yang begitu indah di telinga Quinn, membuat pipi Quinn bersemu jingga. Selama ini para kekasih Quinn pasti ada yang membahas tentang penampilan seseorang. Tapi tidak dengan Jefri.
"Benar. Aku tidak salah pilih kekasih. Jefri begitu baik padaku. Dia memang laki-laki yang culun. Tapi, dia bisa membuatku bahagia hanya dengan sesuatu yang sederhana. Jefri memang tidak terlalu tampan maupun kaya. Bagiku itu tidak terlalu penting. Yang penting dia bisa memperlakukanku dengan baik. Jefri, kau semakin membuatku kagum padamu." Quinn membatin senang.
Setelah puas melihat pemandangan, Jefri pun diantar oleh Quinn pulang ke kosnya. Tentu saja Quinn senang karena Quinn juga penasaran bagaimana tempat tinggal Jefri.
"Apa? Kau mau mampir?" Jefri terkejut ketika Quinn bilang akan mampir sebentar. Saat ini Jefri dan Quinn tengah berada di dalam mobil Quinn.
"Aku ingin melihat bagaimana keadaan tempat tinggalmu. Apa itu salah, Sayang?" Quinn bertanya sambil mengemudi dan sesekali ekor matanya melirik ke arah Jefri yang saat ini terlihat pucat.
"Eh? Kau pucat. Apa kau sakit? Sepertinya lebih baik kita mampir ke apotek dulu." Quinn mulai panik. Ketika Quinn melihat wajah Jefri pucat.
"Tidak-tidak. Aku baik-baik saja. Memang belakangan ini aku belum membersihkan rumahku. Kau tahu, Sayang. Kalau aku tinggal di tempat yang kecil. Aku tidak ingin kau melihat diriku yang menyedihkan. Kau tahu kan kalau harga diri seorang laki-laki bergantung dari pekerjaannya?" Jefri mencoba mencari alasan. Supaya Quinn tidak mampir di rumahnya.
Quinn berpikir sejenak. Apa yang dikatakan oleh Jefri memang benar. Kalau harga diri seorang laki-laki bergantung pada pekerjaannya. Akhirnya Quinn tersenyum.
"Kalau begitu kau harus menceritakan bagaimana keluargamu? Ada berapa saudaramu. Aku sangat penasaran, Sayang," ucap Quinn penasaran.
Hening. Jefri menampakkan raut wajah yang tidak suka. Quinn saat ini tengah fokus mengemudi. Jadi Quinn tidak tahu kalau Jefri memperlihatkan ekspresi tidak sukanya secara terang-terangan. Namun, tanpa sengaja Quinn dapat melihat mimik wajah Jefri dari kaca spion.
"Kenapa dia menatapku begitu? Apa dia tidak suka kalau aku ingin mampir ke rumahnya? Mengapa? Bukankah aku kekasihnya? Kita bahkan sudah menjalani berbagai hal bersama-sama. Tapi, mengapa dia harus berekspresi seperti itu?" batin Quinn dalam hati.
"Kalau begitu, aku akan mampir lain kali. Sepertinya aku terlalu egois karena hanya memikirkan keinginanku. Padahal kau juga pasti lelah setelah seharian ini bekerja keras. Iya kan, Sayang?" Quinn mengalah. Ia tidak ingin hubungannya dengan Jefri bermasalah.
"Quinn, kau tahu kalau aku memiliki kehidupan buruk. Kuharap kau mau mengerti. Aku ingin fokus pada pekerjaanku dulu. Kalau hidupku tidak berantakan lagi, kau boleh mampir di rumahku kapanpun itu!" Jefri tersenyum lebar. Membuat Quinn bernapas lega seketika.
"Astaga! Ternyata aku yang terlalu berpikir aneh. Dia mungkin malu jika aku datang ke rumahnya yang bisa saja sangat kecil atau tidak layak. Benar. Aku seharusnya ingat kalau Jefri memiliki banyak utang. Harusnya aku memahami kondisinya yang sedang kesulitan. Mengapa aku malah berpikir aneh-aneh?" ucap Quinn dalam hati.
Akhirnya Quinn hanya mengantarkan Jefri saja. Ia segera pergi meninggalkan Jefri begitu ia sudah turun.
"Aku terlalu banyak berpikir negatif. Ayolah, Quinn. Itu tidak baik mencurigai kekasihmu sendiri."