Setelah mengalami gagal menikah, Xander Rey Lergan belum juga kunjung menikah di usianya menginjak 32 tahun. Namun, sebagai penerus tunggal, menikah adalah sebuah tuntutan. Tapi hatinya masih terikat dengan—Raisa.
Saat mengetahui Raisa telah menjanda kembali, Xander tak mau kehilangan kesempatan untuk kesekian kalinya. Kali ini, dia menggunakan kekuasaannya sebagai pewaris keluarga Lergan untuk menjerat Raisa sebagai istrinya. Xander sengaja, menyulitkan Raisa untuk dapat menekannya.
"Aku dapat memberikan darahku untuk kembaranmu. Dengan syarat, menikahlah denganku."
Raisa tak bisa menolak, dan dengan terpaksa dia menerima tawaran Xander demi saudaranya.
Mengetahui pernikahan Xander dan Raisa, menuai kemarahan keluarga Lergan. Mereka merasa, Raisa yang seorang janda tak pantas bersama Xander yang seorang perjaka dengan status pewaris.
"Keluargamu tak merestui, kita bercerai saja."
"Cerai? Kalau gitu ... aku hamili saja kamu sekarang! Agar, kamu tak bisa lari dariku—Raisa."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Impianku, memiliki anak denganmu
Malam hari, Raisa baru selesai dengan pekerjaannya. Lumayan banyak pasien hari ini, ada dua wanita yang juga melahirkan. Jadi, Raisa harus menunggu sampai pembukaan lengkap dan itu memakan waktunya. Sampai jam sebelas malam, dirinya baru bisa pulang.
Untungnya, Xander sudah menjemput Zira. Jadi, Raisa bisa fokus pada pekerjaannya. Mungkin besok, dia baru akan membawa Zira menjenguk Zion. Jika hari ini, tidak akan sempat.
"Dokter Raisa!"
Raisa yang bersiap pulang mengalihkan pandangannya, dirinya melihat dokter Gavin datang menghampirinya. "Ya Dokter?"
"Apa Dokter akan pulang? Kebetulan, aku juga akan pulang. Sudah sangat malam, lebih baik aku antar saja." Gavin menawarkan diri.
Namun, Raisa menolak dengan halus. Xander sudah menunggunya di parkiran, pria itu bela-bela datang untuk menjemputnya. Tak mungkin, dirinya ikut dengan Gavin.
"Maaf Dokter, sudah ada yang menjemputku. Permisi," Raisa mengambil tasnya dan melangkah cepat, dia tak perduli soal pandangan dokter Gavin padanya.
Xander menunggu Raisa sambil bersandar pada pintu mobil. Melihat wanita yang sejak tadi dirinya tunggu, gegas dia membukakan pintu utuknya. Raisa balik membalas senyuman Xander, dan masuk ke dalam mobil. Barulah, Xander menyusul masuk dan mulai melajukan mobilnya.
"Zira bagaimana tadi? Apa dia marah?" Tanya Raisa mengingat putrinya.
Xander menggeleng, "Pulang sekolah Zira meminta es krim, aku mengajaknya ke sana. Raut wajahnya sudah kembali ceria, dia juga menceritakan apa yang terjadi di sekolah. Jadi, tenanglah."
"Baguslah." Gumam Raisa merasa sedikit tenang. Ia pun melihat ponselnya, ada pesan dari Dokter Gavin yang memintanya untuk berhati-hati selama perjalanan.
"Siapa?" Tanya Xander ketika mendengar pesan masuk di ponsel Raisa.
"Teman kerja, dia dokter juga." Balas Raisa dan memilih mematikan ponselnya. Tanpa membalas pesan dari Dokter Gavin, Raisa memilih fokus menatap jalanan yang sepi dari kendaraan.
"Sudah makan?" Tanya Xander, tapi diamnya Raisa menjadi jawaban untuknya. Jadilah, Xander menghentikan mobilnya di sebuah Resto yang untungnya masih buka.
"Aku bisa makan di rumah." Protes Raisa.
"Mie lagi? Kasihan lambungmu, sudah telat makan. Tapi sekali nya makan, selalu mie. Kamu ini seorang dokter, masa kesehatanmu sendiri di hiraukan. Ayo turun, aku juga belum makan." Xander sedikit meninggikan nadanya setengah mengomel.
Raisa akhirnya pasrah, dia turun dari mobil dan masuk ke dalam Resto bersama Xander. Keduanya mendpaatkan meja di dekat kaca jendela yang khusus untuk dua orang. Setelah keduanya memgambil kursi untuk duduk, Xander membuka buku menu yang tersedia.
"Mau makan apa?" Tanya Xander.
"Terserah kamu aja." Balas Raisa, dia juga bingung ingin makan apa. Lagian, Xander yang akan membayar.
"Oke, akhirnya aku sampai di tahap mendengarkan kata terserah." Batin Xander. Dia harus membiasakan dirinya untuk mendengar kata terserah itu.
Akhirnya Xander memesan banyak menu untuk mereka, ada ikan, udang, ayam dan camilan pendamping. Raisa yang melihat itu meng4nga tak percaya, dia memandang Xander untuk protes.
"Banyak sekali, apa akan habis?" Tanya Raisa ragu.
"Habis, tenang saja. Jika moodku sedang baik, semua makanan ini akan habis." Xander mulai melahap malanan yang ada. Raisa hanya diam memperhatikannya. Sampai, tiba-tiba pria itu menyodorkan suapan ke arah mulutnya.
"Makan lah, sejak tadi kamu diam terus." Titah Xander.
Degan ragu, Raisa membuka mulutnya. Pertama kalinya, Xander menyuapinya. Xander tersenyum, dia kembali menyuapi nasi ke dalam mulutnya dan bergantian dengan Raisa. Keduanya menikmati makan malam sambil menatap menandangan ibu kota di malam hari.
"Xander, apa impianmu?" Tanya Raisa tiba-tiba di sela kegiatan mereka.
Xander berpikir sejenak, keningnya mengerut dalam. Menggambarkan dirinya yang sedang berpikir keras saat ini. "Heum ... impianku adalah mendapatkan cintamu."
Raisa memutar bola matanya malas mendengar hal itu, "Ayolah, bukan impian itu yang ku maksud."
Xander meletakkan sendok di tangannya, ia lalu memindahkan kursinya di samping istri cantiknya itu. Lalu, tangannya menarik kursi wanita itu agar mendekat ke arahnya. Hal yang Xander lakukan, membuat Raisa merasa sedikit kaget. Hingga, keduanya pun saling bertatapan dengan jarak yang cukup dekat.
"Kamu mau tahu apa impianku?"
"Ya." Balas Raisa dengan nada rendah.
"Impianku, memiliki anak denganmu."
Jantung Raisa berdegup kencang, ia pun menjauhkan wajahnya dan mengalihkan pandangannya dengan gugup. Xander masih dalam posisinya, menatap kegugupan wanita pujaan hatinya. Perkataannya tadi sangat mengejutkan wanita itu.
"Ekhem, aku ke toilet sebentar." Pamit Raisa, dia gegas pergi dari sana meninggalkan ponsel dan tasnya.
Xander menatap kepergiannya dengan senyum mengembang, dia tahu pasti sekarang Raisa sedang salting karena perkataannya. "Pasti dia sedang salah tingkah saat ini."
Senyuman Xander luntur saat melihat ponsel Raisa yang menyala karena sebuah pesan masuk. Matanya menangkap sebuah foto di layar kunci. Di sana ada Raisa, Zira, dan juga mendiang Abra. Foto itu menampilkan kebahagiaan keluarga kecil yang tersenyum pada kamera tanpa beban. Di sana, Xander melihat senyuman lebar Raisa yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
"Sebegitu dalam perasaanmu pada mendiang Ayah Zira. Aku ragu, apa aku bisa menggantikan posisinya di hatimu. Tapi setidaknya, aku bisa nyempil kan?" Gumam Xander. Tak mau merasa cemburu, ia membalikkan ponsel Raisa dan tak mau melihat foto itu lagi.
.
.
.
Sesampainya di rumah, Raisa langsung masuk ke kamar Zira untuk melihat apakah putrinya itu sudah tidur atau belum. Ternyata, Zira sudah tertidur lelap dengan memeluk Kayden. Sepertinya Kayden sudah tak pernah tidur di kamarnya, setiap malam anak itu pasti pindah ke kamar Zira.
"Sudah tidur ternyata." Gumam Raisa.
"Pulang tengah malam, ibu macam apa kamu?"
Raisa tersentak kaget, dia membalikkan tubuhnya sambil menutup pintu kamar Zira kembali. Entah kapan Nyonya Erina berdiri di belakangnya, Raisa tidak tahu. Langkah tongkatnya tak terdengar, jadi dia kaget mendengar bentakan wanita tua itu.
"Tugasku sebagai Dokter, tentu saja sibuk Nyonya. Aku pergi untuk bekerja, bukan pengangguran yang keluar hanya untuk menghabiskan uang." Ucap Raisa penuh penekanan.
"Dokter, tapi tidak becus jadi seorang ibu dan istri. Meminta cucuku menjemputmu malam-malam sampai menunda makan malamnya. Apa kamu tahu, keadaan lambung Xander itu bu.ruk! Dia tidak bisa telat makan, tapi karena kamu dia jadi menundanya!"
Nyonya Erina berlalu pergi, dia melangkah dengan hati-hati dengan tongkatnya. Raisa juga baru tahu tentang hal itu, dia pun kembali ke kamar untuk memastikan apa yang wanita tua itu katakan benar atau tidak. Sesampainya di kamar, Raisa melihat Xander baru saja melepas kaosnya. Sepertinya, pria itu akan mandi.
"Xander,"
"Ya?"
"Apa kamu penderita GERD?"
"Heuh? GERD?"
______________
lanjut Thor....asal jangan sampai ada air mata darah aja...😪😪😪
bisa aja nih author ..aku suka aku suka dengan kejutannya yang bikin terkejut kejut...😁😁😁