"Lepaskan aku , Jika kau tak bahagia bersama ku, maka aku pun sudah siap membebaskan mu dari segala tanggungjawab mu terhadap diriku"
Kalimat terakhir yang Asmara ucap sebelum dia benar-benar berpisah dari suaminya.
Sebongkah hati yang kini berubah menjadi sayatan kecil , menyisakan luka yang teramat mendalam.
Tidak ada alasan untuk dirinya tetap bertahan di tempat itu, karena ternyata tidak hanya dirinya yang tidak di terima oleh suaminya, Bahkan anak yang telah dia lahirkan pun tidak pernah di harapkan oleh Bima yang jelas-jelas merupakan ayah kandungnya.
Akankah Asmara mendapatkan cintanya ??..
Ataukah Asmara akan semakin terluka ??
Yukk Saksikan Terus Kisahnya ....
Selamat Membaca , Semoga Suka dengan Karya Baru saya
SENJA ASMARALOKA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nabila.id, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. Pertanyaan Rani
...Yang menilai kita cuma Allah, lalu kenapa masih memikirkan komentar Manusia ...
...🍁...
Sudah tidak ada pasien , namun jam pulang kantor belum tiba, hal itu membuat Rani semakin bosan, dan kerap kali menjadikan Asmara sebagai sasarannya.
Rani begitu bahagia setelah dapat membuat Asmara marah dengan guyonan nya.
Sepertinya itu yang selalu membuatnya bahagia, menggoda Asmara dengan guyonan banyolan nya, terlebih Rani yang tengah hamil selalu merasa jika dia sangat membutuhkan hiburan, dan menggoda Asmara lah yang dapat membuatnya bahagia.
"Stop RAN !! , udah deh jangan bahas yang gituan mulu!!" kesal Asmara
Bukan menghiraukan ucapan sahabat nya, Rani justru semakin menjadi.
"Oya Ma , Aku tuh kalau bahas kaya gitu, bawaannya yang di bawah tu udah senut senut kedutan gitu Ma Aaauuuhh , kaya pengen cepet-cepet ketemu Bagas !!" seloroh Rani untuk yang kesekian kali.
Glug.
Asmara hanya dapat menelan ludah , mendengar ucapan Rani.
Rani seolah bahagia sekali dapat membuat wajah cantik Asmara memerah karena ucapanya. Sementara Asmara hanya menggelengkan kepala, sangat meresahkan semakin lama dekat dengan sahabatnya ini.
"Ohya Ma , Denger-denger kemarin Pak lurah Kertasana ngajakin serius kamu ya?"
" Ran !!" kesal Asmara dengan melempar tutup bolpoin. Pertanyaan seperti ini selalu Asmara hindari.
Sejujurnya sudah menjadi rahasia umum , Status janda yang di sandang Asmara, Sehingga tak jarang banyak Lurah-lurah muda dan juga Pengusaha setempat ingin mendekatinya.
Namun lagi-lagi sepertinya memang asmara belum menginginkan melangkah ke jenjang serius.
Asmara bak bunga desa yang berstatus janda. Begitu kebanyakan orang menyebutnya.
Tidak tanggung-tanggung, bahkan ada seorang anggota dewan yang pernah mendatangi Pak Basuki hanya untuk menanyakan Asmara, melamar Asmara secara langsung.
Namun lagi-lagi dan untuk kesekian kali Asmara mengatakan belum siap dan belum ingin kembali menjalin hubungan dalam ikatan pernikahan.
Asmara hanya tidak ingin salah langkah untuk yang kedua kalinya, dia yang dulu masih gadis saja dicampakkan oleh Bima, apa lagi saat ini dia yang sudah berstatus janda dan ada buntut nya.
Hal itu tentu semakin membuat Asmara harus berpikir berulang kali untuk mencari pengganti, bukan hanya semata karena teman ranjang dan lainya. Namun lebih kepada hati yang tidak ingin tersakiti lagi.
***
Waktu terus bergulir, matahari semakin beranjak naik, dan terik semakin menyengat kulit.
Seolah menjadi hiburan, menggoda Asmara adalah kegemaran Rani saat ini.
"Nyebut Ran, lagi hamil juga , Ngomongnya di jaga, Nanti kalau anak kamu omes kaya kamu gimana ?" Tegur Asmara.
"Amit amit , kamu jangan gitu Ma!!"
Ketakutan Rani nyatanya membuat Asmara terkekeh. sejujurnya dia hanya ingin membalas candaan Rani sebelumnya.
Keduanya tampak kembali sibuk dengan laporan pasien yang sebelumnya di periksa, selain memeriksa keduanya juga harus menginput data dan laporan pasien setiap hari.
Tidak seperti di rumah sakit besar yang segala macam administrasi di kelola oleh admin, sementara tenaga kesehatan hanya bertugas memegang pasien, Tentu hal itu tidak bisa di sama ratakan dengan tenaga kesehatan yang bekerja di Puskesmas, mereka melakukan semua sendiri secara gotong royong.
Belum lagi kunjungan ke daerah, Posyandu, Bias ,Bian, Prolanis, dan masih banyak kegiatan lain yang merupakan program kerja puskesmas.
Disela-sela pekerjaan yang menguras energi dan pikiran itu lah terkadang yang memotivasi Rani untuk menggoda sahabatnya. Semacam hiburan gratis.
Kerap kali Asmara menasihati sahabat nya itu untuk fokus bekerja , namun lagi-lagi Rani yang memang dasarnya somplak, tetap saja ada bahan pembicaraan yang kadang tidak masuk akal.
"Asma tapi serius deh, kamu tu ada nggak niatan untuk menikah ?"
Mendengar pertanyaan yang sepertinya out of the book dari Rani membuat Asmara sedikit terkejut, pasalnya tidak biasanya Rani berbicara serius padanya. Situasi serius saja tak jarang dia buat bercanda.
"Beneran Asma , aku nanya !"
Asmara kembali menghentikan aktifitasnya, bolpoin yang sedari tadi dia pegang kini telah dia letakkan, hembusan nafas dalam yang seolah mendominasi jiwa Asmara.
"Entah lah "
"Kamu nggak kasian gitu sama Senja, dia itu butuh sosok ayah Ma !"
Mendengar ucapan sekaligus nasihat dari Rani membuat Asmara kembali merasa sesak di dada.
"Aku tahu Ran" lirih Asmara dengan wajah menunduk.
Beberapa kali Asmara hanya dapat membuang nafas kasar. Mengingat apa yang di ucapkan sahabatnya itu benar.
"Coba lah Ma, Kalau nggak di coba dekat sama Laki-laki gimana kamu tahu laki-laki itu baik ?"
"Tidak semua laki-laki itu seperti mantan suamimu Ma" ujar Rani dengan begitu serius.
Asmara hanya mendengar, entah apa yang di katakan Rani jelas itu cukup mengulik hatinya.
Sejujurnya Asmara juga tidak menganggap semua laki-laki itu sama, hanya saja hatinya yang belum siap untuk menerima.
Begitu juga dengan Rani , Meski dia selalu menggoda Asmara namun dalam hati kecilnya dia merasa kasihan, hidup sebatang kara tanpa adanya orang tua, dan kini harus menjada.
Tidak banyak wanita yang sanggup menjalani hidup seperti Asmara, tak jarang wanita di luar sana yang mungkin memiliki kasus sama dengan Asmara, akan segera mencari pengganti untuk sekedar mengobati luka hati.
"Udah..udah...nggak usah di bahas lagi kalau gitu"
Ucap Rani yang menyadari Wajah Asmara menjadi pucat atas pertanyaannya.
Keduanya kembali melanjutkan pekerjaan yang tinggal beberapa.
Sampai jam pulang kantor pun tiba. Asmara berpamitan pada sahabatnya , melaju menggunakan motor Scoopy milik nya.
Asmara tidak langsung pulang, hari ini dia akan mampir ke pasar tradisional, satu-satunya pasar yang berada paling dekat dengan tempat ya tingga. Tentu untuk membeli beberapa kebutuhan rumah yang telah habis, termasuk susu Senja.
Tidak setiap hari Asmara melakukanya, hanya pada saat kebutuhan telah menipis saja dia akan berbelanja, Asmara juga bukan merupakan sosok yang konsumtif, membeli ini itu untuk dirinya sendiri dengan dalih Self Reward .
Tidak ada kata Self Reward dalam kamus Asmara, karena menurutnya setiap apa yang di nikmati dan di syukuri adalah self reward .
Mungkin karena itulah Asmara tetap dapat hidup nyaman meski tak mendapatkan Gono gini dari Sang suami, karena selama bersama Bima , Asmara selalu menabung.
Dan kebiasaan itu terus Asmara tanamkan hingga saat ini, Selalu teliti dan hati-hati dalam hal keuangan.
Karena selain dirinya dan Senja, tentu Asma juga harus memikirkan Mbok Jum , wanita paruh baya yang tidak memiliki siapa-siapa sama seperti dirinya, dan kini tengah bergantung hidup pada Asmara.
Setelah mendapatkan semua barang yang di butuhkan Asmara bergegas untuk pulang.
Awan gelap mulai menyelimuti jalanan, menandakan jika sebentar lagi akan turun hujan.
Asmara semakin mempercepat laju kuda besinya, berharap akan segera sampai sebelum Air hujan turun menyapa dirinya.
Beberapa saat berkendara, akhirnya Asmara telah sampai di rumah.
***