Keluarga besar Bramasta tidak menyukai Dian, gadis yatim piatu dan koki biasa yang menjadi istri Stefan karena pernikahan kilat di Las Vegas.
Tidak ada yang menyangka Dian menyembunyikan identitas aslinya sebagai hacker dan juga putri bungsu dari pemilik Perusahaan Wijaya, demi untuk mendapatkan cinta Stefan yang merupakan cinta pertamanya.
Kecantikan, kecerdasan dan kehebatan Dian memimpin Perusahaan Jayanata setelah bercerai membuat semua orang yang pernah menghinanya mati kutu.
Berhasilkah Stefan rujuk kembali dengan Dian setelah menyadari kesalahannya selama ini?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LYTIE, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 7. Cincin
***Mansion Bramasta***
Stefan tiba di Mansion Bramasta pukul tujuh malam dan di sambut oleh Pak Eko, kepala pelayan Mansion Bramasta.
"Selamat malam tuan muda Stefan," sapa Pak Eko.
"Malam Pak Eko. Mama sama Sia gak ada di mansion?" tanya Stefan karena tidak melihat mobil BMW merah parkir di garasi.
Di Mansion Bramasta, tersedia empat mobil yang dipakai oleh anggota keluarga Bramasta. Stefan menggunakan mobil Mercedes- Benz hitam, mobil BMW merah dipakai oleh Laura dan Anastasia, mobil Rolls-Royce warna putih milik kakek Stefan, sedangkan mobil Chevrolet Camaro biru untuk dipakai oleh Dian. Ada sopir yang bertugas khusus mengemudikan masing-masing mobil.
"Nyonya besar pergi ke shopping mall, sedangkan nona Anastasia liburan bersama temannya di Australia," jawab Pak Eko.
"Pak Eko. Tolong bawakan koperku ke kamar," ucap Stefan.
"Baik tuan muda Stefan," jawab Pak Eko.
Pak Eko membuka bagasi mobil dan mengambil koper ukuran kabin, lalu mengikuti Stefan dari belakang.
Stefan melakukan perjalanan dinas ke Las Vegas selama empat hari dan baru tiba di Bali tadi siang sehingga tidak mengetahui kepergian Anastasia ke Australia.
Stefan langsung menuju ke ruang makan. Pelayan Mansion Bramasta segera menghidangkan makan malam untuk Stefan.
Stefan melirik ke arah Pak Eko, yang masih berdiri di dekatnya sambil memegang koper.
"Pak Eko. Kenapa kopernya belum di bawa ke kamar?" tanya Stefan.
"Maaf tuan muda Stefan. Kopernya mau diantar ke kamar tamu atau kamar tuan muda?" tanya Pak Eko dengan hati-hati.
Stefan tertegun sejenak mendengar pertanyaan Pak Eko. Kabar perceraiannya dengan Dian, tentu saja sudah diketahui oleh semua pelayan Mansion Bramasta.
"Ke kamarku yang lama," jawab Stefan.
"Baik tuan muda Stefan," ucap Pak Eko dan bergegas meninggalkan ruang makan.
Stefan melanjutkan makan malamnya. Pria muda itu mengambil sepotong iga sapi bakar dan menyantapnya, tetapi keningnya tiba-tiba mengerut sehingga pelayan wanita yang bertugas menghidangkan makanan merasa cemas.
"Siapa yang masak iga bakar ini?" tanya Stefan ke pelayan wanita.
"Ko…koki Mansion Bramasta," jawab pelayan wanita terbata-bata.
"Koki yang sama?" tanya Stefan.
"Iya tuan muda Stefan," jawab pelayan wanita dengan raut wajah bingung.
"Panggil kokinya keluar!" perintah Stefan.
"Baik tuan muda Stefan," jawab pelayan wanita.
Beberapa saat kemudian seorang koki pria berjalan tergesa-gesa mengikuti pelayan wanita tiba di ruang makan.
"Selamat malam tuan muda Stefan. Ada apa mencariku?" tanya koki pria.
"Kenapa iga sapi ini terasa hambar? Masakan lain juga berbeda jauh rasanya dari pada masakan yang pernah aku makan di Mansion Bramasta! Keahlian memasakmu semakin jelek!" ujar Stefan sambil menatap tajam koki pria.
"Ma…maaf tuan muda Stefan. Se…selama ini nyonya Dian yang memasak," ucap koki pria terbata-bata.
Deg! Stefan bisa merasakan sebuah jarum kecil menusuk hatinya karena perkataan koki pria. Stefan sama sekali tidak menyangka Dian yang menyiapkan lauk makan malam setiap hari di Mansion Bramasta.
Selama ini Stefan mengira Dian hanya memasak makan siang untuknya dan mengantarkannya ke Perusahaan Bramasta untuk mengambil hatinya.
Kenyataannya dirinya sudah mencicipi masakan Dian setiap kali berada di Mansion Bramasta dan Stefan akui dalam hati kecilnya masakan Dian sangat enak.
"Pergilah," ucap Stefan sambil mengibaskan tangannya ke arah koki pria.
"Baik tuan muda Stefan," jawab koki pria.
Stefan sudah kehilangan selera makan sehingga meninggalkan ruang makan menuju kamar tidur.
***Kamar tidur Stefan***
Stefan keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambut pendeknya yang masih basah, lalu berjalan ke arah lemari pakaian dan membukanya. Terlihat isi pakaian di dalam lemari kosong sebagian. Dian tidak meninggalkan satu pakaian pun di sana.
Stefan tahu Dian hanya membawa tas punggung ransel besar saja ketika mereka pulang dari Las Vegas dan sekarang tas itu beserta semua isi pakaian di dalamnya sudah dibawa pergi oleh Dian sehingga tidak meninggalkan jejak apa pun mengenai gadis muda itu
Wajah natural dan ceria Dian terlintas di dalam pikiran Stefan. Stefan bisa membayangkan Dian menghabiskan sebagian besar waktunya di dalam kamar tidur ini.
"Di mana Dian sekarang? Apakah Dian baik-baik saja?" batin Stefan.
Stefan berjalan keluar dari kamar tidur menuju kamar tamu yang dipakainya selama sebelas bulan ini.
Safety box sudah dalam keadaan tertutup rapat, sedangkan dekat kaki tempat tidur tergeletak sebuat kotak perhiasan yang sudah rusak.
Stefan membungkukkan badan untuk mengambilnya. Stefan tahu Laura yang membuang kotak perhiasan itu.
Pikiran Stefan melayang ke acara pelelangan minggu lalu. Kalung berlian itu terlihat sangat cantik dan elegan sehingga Stefan membelinya.
Sebenarnya Stefan ingin menghadiahkan kalung itu ke Dian tepat di satu tahun usia pernikahan mereka nantinya sehingga menyimpannya di dalam safety box, tetapi hal itu tidak akan mungkin terjadi lagi.
Di setiap ruangan Mansion Bramasta ada terpasang cctv sehingga hanya mencari rekaman cctv beberapa hari ini maka akan diketahui dengan pasti siapa yang mengambil kalung berlian dari safety box.
Stefan tidak mempercayai tuduhan Laura dan yakin seratus persen Dian tidak mencuri kalung berlian itu. Akan tetapi, saat ini tidak ada gunanya lagi untuk mencari kemana hilangnya kalung berlian karena dirinya sudah bercerai dan Dian sudah meninggalkan Mansion Bramasta.
Stefan berjalan kembali ke kamar tidurnya untuk beristirahat. Ketika Stefan meletakkan handphonenya di atas meja nakas, yang berada di samping tempat tidur, Stefan menyadari ada sesuatu di sana.
Stefan segera mengambilnya. Sebuah cincin berlian berbentuk hati. Cincin yang digunakannya untuk melamar Gisel di Las Vegas.
Pantas saja Stefan merasa ada yang berbeda dengan Dian ketika gadis muda itu datang ke ruang kantornya tadi. Cincin berlian itu tidak lagi melingkar di jari manis Dian dan membuktikan gadis muda itu sudah bertekad kuat untuk menggugat cerai.
Stefan menggenggam erat cincin berlian selama beberapa detik, lalu menarik laci meja nakas dan melemparkan cincin berlian itu ke dalamnya. Stefan segera mematikan lampu meja nakas untuk tidur. Malam ini Stefan tidak bisa tidur nyenyak.
***Mansion Wijaya***
Dian menyandarkan punggungnya di tempat tidur sambil memegang handphone miliknya.
Gadis muda itu membuka grup chat whatsapp dan mengetik sebaris pesan di sana.
"I am back!"
Beberapa detik setelah Dian mengirim pesan, muncul pesan balasan yang beruntun di dalam handphonenya.
"Welcome back!"
"I miss you!"
"My princess!"
"Kapan kita hang out?"
Dian tersenyum kecil membaca balasan dari empat teman dekatnya.
"Aku akan hibernasi dua minggu di Mansion Wijaya sebelum bekerja di Perusahaan Jayanata," jawab Dian di grup chat.
"Dian. Besok aku ke Mansion Wijaya!"
"Dian! Tunggu aku pulang dari Los Angeles, kita hang out bareng!"
"Kapan pun aku ready for my princess!"
"Dian. Sebulan lagi aku pulang ke Bali!"
"Oke! Keep in touch!" balas Dian.
***
Jam sebelas siang, Sherina datang ke Mansion Wijaya menemui Dian. Dian sangat gembira menyambut kedatangan Sherina. Kedua gadis muda itu mengobrol di dalam kamar tidur Dian.
Usia Sherina seumuran dengan kedua kakak kembar Dian. Walaupun begitu, tubuh Sherina sangat mungil sehingga terlihat lebih muda dari pada usia sebenarnya.
"Kak Rina semakin cantik saja," puji Dian.
"Dian juga cantik," balas Sherina.
Beberapa saat kemudian handphone Sherina berbunyi. Wajah Sherina bersemu merah ketika membaca nama yang muncul di layar handphonenya, sedangkan Dian tersenyum menggoda ke arah Sherina.
"Pasti telepon dari Kak Chandra," ucap Dian.
Sherina menganggukkan kepalanya dan mengangkat telepon. Senyuman kecil menghias di sudut bibir Sherina ketika berbicara dengan Chandra, tetapi beberapa saat kemudian wajah Sherina menjadi tegang dan mencuri pandang ke arah Dian.
Dian bersikap tenang dan berfirasat ada sesuatu yang disampaikan oleh Chandra ke Sherina dan pastinya berhubungan dengannya.
"Iya Chandra. Aku akan berada di sisi Dian," ucap Sherina dengan serius.
Ucapan Sherina membuat Dian semakin yakin dengan dugaannya tadi. Dian menunggu dengan tenang dan sabar di samping Sherina.
Beberapa saat kemudian, Sherina mengakhiri perbincangan telepon dengan Chandra dan menatap Dian.
"Ada apa Kak Rina?" tanya Dian.
"Dian. Ada pengumuman dari Perusahaan Bramasta mengenai kamu," jawab Sherina dengan wajah memerah menahan amarah.
***
Hari senin telah tiba readers tercinta, pertanda ada vote baru nih. Jika berkenan, berikan votenya untuk novel ini ya 🤗.
See you tomorrow.
THANK YOU
SALAM SAYANG
AUTHOR : LYTIE