HASRAT CINTA PERTAMA
***Salah satu Bar di Clark County, Las Vegas***
Seorang gadis muda dengan penampilan baju kaos, jaket, celana panjang, gaya rambut ponytail diikat tinggi serta topi polo duduk dengan tenang sambil menikmati grup band yang sedang pertunjukan live music di dalam bar itu.
Sesekali jari tangan lentiknya meraih satu persatu kentang goreng dari mangkuk di hadapannya dan mengunyahnya perlahan. Satu gelas coca cola berada di samping mangkuk kentang goreng.
Walaupun tempat yang dikunjunginya saat ini adalah bar, tetapi Dian bisa menjaga diri sendiri dengan hanya memesan camilan kentang goreng dan minuman coca cola.
Dian hanya ingin menikmati live music sebentar, sebelum kembali ke kamar hotel untuk beristirahat karena besok hari dirinya akan meninggalkan Amerika, pulang ke kampung halamannya, Bali.
Suasana di dalam bar cukup ramai dan dipenuhi dengan pengunjung yang berasal dari negara yang berbeda-beda. Ada yang dari negara Asia dan juga negara Eropa.
Perbedaan yang terlihat jelas dari warna rambut, kulit, dan juga tinggi badan. Tentu saja tinggi badan orang Asia lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang Eropa.
Walaupun begitu, ada juga pengecualiannya. Dian, gadis muda asal Indonesia memiliki tinggi badan 170 cm. Tubuh Dian tinggi semampai dan proporsional.
"Banyak juga orang Indonesia datang ke Las Vegas," batin Dian saat melihat meja di sampingnya terdapat dua pasangan sejoli yang saling mengobrol dengan bahasa Indonesia.
Kedua pasangan muda mudi itu juga menikmati live music dari grup band di atas panggung.
Beberapa saat kemudian pandangan mata Dian tertuju pada salah satu meja yang berada tidak jauh darinya, tepatnya mata tajam Dian menatap punggung seorang pria Asia yang duduk di sana.
Pria itu berpakaian jas rapi dan tertidur telungkup dengan kepala dan kedua tangan lurus di atas meja. Dian yakin pria itu pasti mabuk karena ada gelas dan botol minuman alkohol di meja yang sama.
"Pria aneh! Datang ke bar dengan pakaian formal dan mabuk. Apa tidak takut menjadi incaran pencopet?" kata hati Dian.
Dugaan Dian sangat tepat. Gadis muda itu tidak mengalihkan perhatiannya saat melihat dua pemuda mendekati meja pria mabuk dengan perlahan. Salah satu pemuda itu menepuk-nepuk tangan pria mabuk itu dengan perlahan.
"Sir! Sir! Wake up Sir!"
Beberapa saat kemudian senyum samar menghias di sudut bibir kedua pemuda. Mereka yakin pria mabuk itu sudah tertidur pulas karena mabuk berat sehingga mereka mengambil koper yang berada di samping kursi pria mabuk dan berjalan keluar dari bar dengan santainya.
"Sial! Kenapa aku harus menjadi superwoman yang membela pria mabuk?" gumam Dian sambil memasukkan potongan kentang goreng terakhir ke dalam mulutnya, lalu berdiri dari kursinya dan bergerak lincah meninggalkan bar.
***
Dian menyusul kedua pemuda tadi dengan cepat. Tanpa basa basi, gadis muda itu memberikan pukulan dan tendangan ke tubuh kedua pencuri koper itu.
Kedua pencuri mencoba membalas serangan Dian, tetapi terlihat jelas keahlian berkelahi mereka jauh di bawah Dian.
Dian sudah berada di tingkat Shodan karate, sedangkan kedua pemuda itu tidak menguasai ilmu bela diri dan hanya menyerang Dian berdasarkan insting mereka.
Sejak kecil Dian sudah berlatih ilmu bela diri bersama kedua kakak kembarnya dari bodyguard papanya.
*Shodan: tingkat paling pertama karateka sabuk warna hitam, yang menandakan sudah menguasai dengan baik berbagai teknik dasar karate*
Selama ini kedua pemuda itu mengincar para turis yang mabuk dan mengambil barang milik turis tersebut. Semula mereka berdua mengira bisa mendapatkan rezeki yang lumayan dari isi koper curian, tetapi berakhir dengan mendapat luka-luka di tubuh akibat kemunculan Dian, si superwoman.
"Crazy!" umpat kedua pemuda itu dan berlari meninggalkan Dian, setelah yakin mereka berdua tidak akan bisa menang melawan gadis muda yang tiba-tiba muncul di hadapan mereka saat ini.
"Belum tahu mereka siapa aku. Dian Wijaya," ucap gadis muda itu dengan bangga.
Dian menarik koper milik pria mabuk dan membawanya kembali ke dalam bar.
***
"Woi! Bangun Fan!" teriak Dian, tepat di depan telinga pria mabuk itu. Sesekali tangan lentiknya menepuk wajah pria itu tanpa sungkan.
Dian tahu pria mabuk itu berkebangsaan sama dengannya dari name tag plastik yang terpasang di koper ukuran kabin, yang hampir hilang dicuri tadi. Name tag itu bertuliskan nama Fan, alamat rumah di Bali serta sederet angka nomor handphone.
Saat ini Dian duduk tepat di samping pria itu, dengan niat membangunkannya. Dian ingin pulang beristirahat di hotel, tetapi dirinya masih khawatir pria mabuk itu akan menjadi incaran pencuri ataupun pencopet lainnya sehingga mencoba membangunkannya.
Pria mabuk itu hanya melambaikan tangannya dengan lemah agar Dian tidak mengusiknya, sedangkan kepalanya masih setia menempel di atas meja.
Tidak ada tanda-tanda pria mabuk itu ingin bangun sehingga Dian memesan sebotol air mineral dari bar waiter.
"Berapa banyak sih alkohol yang dia minum hingga mabuk berat?" ucap Dian.
Dian memeriksa botol minuman alkohol di atas meja untuk mencari tahu, sambil menunggu air mineral pesanannya datang.
"Johnnie Walker Blue Label. Pantas saja kamu menjadi incaran dua pencuri itu. Minuman berkelas dan mahal ini membuktikan kamu mempunyai banyak uang," kata Dian ke pria mabuk yang masih tertidur pulas.
"Hanya setengah botol saja sudah mabuk berat. Payah! Kalah jauh sama kak Kelvin," lanjut Dian.
"Help me!" ucap Dian sambil menunjuk pria mabuk saat waiter mengantarkan satu botol air mineral di atas meja.
Waiter itu mengerti permintaan Dian sehingga bersama-sama gadis muda itu mengangkat tubuh pria mabuk agar duduk bersandar di kursi.
"Thank you," kata Dian ke waiter, setelah pria mabuk terduduk tegak di kursi dengan kepala menunduk.
Dian membuka tutup botol air mineral dan menggunakan tangannya untuk menekan wajah pria mabuk agar mulutnya terbuka.
"Ayo diminum airnya supaya sadar," kata Dian sambil menuangkan sedikit demi sedikit air mineral ke dalam mulut pria itu.
"Uhuk…uhuk…."
Pria mabuk itu terbatuk-batuk saat aliran air di dalam mulutnya semakin banyak dan kencang. Dian memang sengaja melakukannya.
"Sudah sadar? Bawa kopermu dan pergi dari sini. Aku mau pulang ke hotel sekarang," kata Dian dan berdiri dari kursinya.
"Sel! Gisel! Jangan pergi!" Pria mabuk itu meracau sambil menggenggam erat tangan kiri Dian sehingga gadis muda itu terpaksa duduk kembali ke kursinya.
"Gisel? Aku Dian bukan Gisel," ujar Dian.
Pria mabuk itu mengangkat kepala dan memicingkan matanya berusaha melihat jelas wajah Dian, tetapi efek mabuknya sangat berat sehingga pria itu tidak bisa melihat jelas wajah Dian.
"Pria mabuk ini tampan juga. Pasti mabuk karena patah hati ditinggal Gisel," tebak Dian di dalam hatinya.
Dian menduga pria mabuk di sampingnya ini seumuran dengan kedua kakak laki-laki kembarnya, Chandra dan Kelvin.
Dian melepaskan tangannya dari cengkeraman pria mabuk itu. Kemudian gadis muda itu tertegun sebentar saat melihat pergelangan tangan kanan pria itu yang tersibak secara tidak sengaja.
"Apa ini?"
Dian bertanya sambil menunjuk bekas kecil di pergelangan tangan pria mabuk itu.
"Tanda lahir," jawab pria mabuk itu.
Mungkin seumur hidupnya banyak orang yang menanyakan tentang tanda lahirnya sehingga walaupun dalam keadaan mabuk, pria itu bisa menjawab dengan lancar.
"Tanda lahir berbentuk hati? Di pergelangan tangan kanan? Jangan-jangan kamu…" gumam Dian sambil berpikir keras.
"Fan, Fan, Fan….. Kamu Stefan?" tanya Dian dengan ragu-ragu.
"Aku Stefan Bramasta! Ha ha ha!" jawab pria itu sambil tertawa kecil.
Dian tahu efek mabuk Stefan muncul lagi sehingga pria muda itu bersikap aneh dan pastinya tidak akan mengingat jelas apa yang sudah terjadi malam ini ketika siuman dan sadar di hari esok.
"Bagaimana mungkin dia adalah Stefan, cinta pertamaku?" batin Dian.
Stefan. Dian hanya mengingat nama Stefan dan juga tanda lahir bentuk hati di pergelangan tangan kanan pria itu, sedangkan wajah Stefan saat ini berbeda jauh dengan wajah yang selama ini terpatri di dalam pikiran Dian.
Dian dan Stefan bertemu pertama kali pada saat Dian berusia tujuh tahun dan merayakan ulang tahunnya di Restoran Hartono, restoran milik kakeknya bersama keluarga besar dan teman terdekat orang tuanya.
Pada saat itu Chandra dan Kelvin, kedua kakak kembar Dian tertawa mendengar ucapan Dian kecil bahwa Stefan adalah cinta pertamanya dan Dian akan menikah dengan Stefan setelah dewasa nanti.
Dian tidak menyangka setelah lima belas tahun berlalu, dirinya akan bertemu dengan Stefan di Las Vegas. Apakah ini adalah pertanda Stefan memang jodohnya?
Pertunjukan live music yang keras membuat Dian mendekatkan tubuhnya ke Stefan agar bisa berbicara jelas dengan pria itu.
Dian tidak mungkin meninggalkan Stefan di bar dalam keadaan mabuk setelah mengetahui pria itu adalah cinta pertamanya sewaktu kecil.
"Stefan. Kamu sendirian di Las Vegas?" tanya Dian.
Suara lembut Dian dan aroma harum tubuh gadis muda itu membuat Stefan merasa nyaman dan menyandarkan kepalanya yang terasa pusing di atas pundak Dian secara spontan.
Dian tidak melarangnya karena tahu kondisi Stefan yang sedang hangover saat ini akibat minuman alkohol.
"Stefan. Kamu sendirian di Las Vegas?" Dian mengulang pertanyaannya sekali lagi sambil menepuk lembut wajah Stefan.
"Tidak," jawab Stefan singkat.
"Temanmu menginap di hotel apa? Aku antar kamu ke sana," ucap Dian.
"Gisel! Gisel! Kenapa kamu menolakku?" Stefan meracau lagi sambil memeluk pinggang Dian dengan erat.
"Siapa sih Gisel? Dia menolak menjadi pacarmu?" tanya Dian penasaran.
Stefan tidak menjawab pertanyaan Dian melainkan merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah kotak kecil.
"Ini," ucap Stefan sambil meletakkan kotak kecil itu di tangan Dian. Rasa mual dan pusing membuat Stefan tidak bisa berbicara banyak.
Kedua tangan Stefan melingkar lagi di pinggang Dian dengan erat dan juga kepalanya bersandar di pundak Dian. Bahkan kedua matanya terpejam rapat.
"Apa ini?" gumam Dian.
Dian membuka kotak kecil itu dan terlihat sebuah cincin berlian berbentuk hati di sana. Cincin yang sangat cantik dan pastinya harga mahal.
"Ini pasti cincin lamaran. Cantik juga," ucap Dian.
Dia mengeluarkan cincin berlian berbentuk hati dari kotak dan memakainya di jari manis.
"Lumayan berkilau, tetapi masih kalah sama cincin kawin mommy," ujar Dian sambil melihat intens cincin berlian di jari tangannya.
Ketika Dian mencoba melepaskan cincin itu dari jari tangannya, ternyata cincin itu tersangkut.
"Aduh! Aku akan melepasnya dengan sabun mandi," batin Dian setelah mencoba berkali-kali, cincin itu masih belum bisa terlepas dari jari tangannya.
"Stefan. Tatap wajahku dengan saksama, Aku Dian bukan Gisel," kata Dian.
Stefan menuruti permintaan Dian dan menatap lekat wajah gadis muda itu dari jarak dekat.
"Dian," gumam Stefan.
"Stefan. Aku akan mengantarmu check in hotel. Kamu menginap di hotel apa?" tanya Dian.
Dian yakin Stefan belum check in di hotel karena koper ukuran kabin pesawat masih bersama pria itu sehingga berniat mengantar Stefan untuk beristirahat dan juga melepaskan cincin berlian itu dari jari tangannya di kamar mandi dengan menggunakan sabun cair hotel.
Dian menduga Gisel menolak lamaran Stefan sehingga pria itu langsung menuju ke bar ini untuk mabuk-mabukan.
"Bellagio," jawab Stefan dengan suara kecil.
"Aku juga menginap di sana. Ayo bangun," ucap Dian sambil melepaskan tangan Stefan dari pinggangnya dan menarik pria itu dengan kuat agar berdiri.
"Dian! Peluk," rengek Stefan seperti anak kecil dan ingin memeluk pinggang Dian lagi dalam keadaan berdiri.
"Wait! Wait!" ujar Dian sambil menahan tangan Stefan, lalu menatap intens wajah pria itu.
Walaupun Stefan masih mabuk, tetapi pria itu terlihat patuh dan mengerti dengan perintah Dian sehingga gadis muda itu mencoba membuat kesepakatan dengan Stefan.
"Kamu rangkul pundakku saja. Tanganku masih harus menarik kopermu. Jika sudah check in di Bellagio, aku akan membiarkanmu memelukku," bujuk Dian.
Dian berani memberikan janji palsu karena yakin Stefan yang dalam keadaan mabuk, tidak akan mengingat janjinya.
"Oke," jawab Stefan.
Stefan merangkul pundak Dian dengan erat, sedangkan Dian menarik pegangan koper Stefan dengan tangan kanan. Mereka berdua berjalan meninggalkan bar.
***
Halo readers. Welcome di novel kelima karya Author LYTIE 🤗🤗🤗.
Semoga readers setia menyukainya ya🙏. Cerita orang tua Dian bisa dibaca di novel Anak Genius : CEO & His Private Chef ( Tamat).
Jangan lupa mampir ke 3 novel fantasi karya author LYTIE yang sudah tamat juga ya.
*REINKARNASI : TERPERANGKAP DI TUBUH YANG SALAH*
*PUTRA MAHKOTA DAN CHEN XIAO RAN*
*GADIS BERACUN*
Dukung novel HASRAT CINTA PERTAMA dengan menekan tombol favorit, like, hadiah, tips iklan, Vote, dan komentar positif.
TERIMA KASIH
SALAM SAYANG
AUTHOR : LYTIE
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 118 Episodes
Comments
Merlin Merdelina
/Facepalm//Drowsy/
2024-04-02
0
Pink Cat
salam dari good bye mr.joon
2023-04-03
0
Umi Nadhiroh
asik banget ceritanta
2023-03-05
1