Kisah cinta seorang pria bernama Tama yang baru saja pindah sekolah dari Jakarta ke Bandung.
Di sekolah baru, Tama tidak sengaja jatuh cinta dengan perempuan cantik bernama Husna yang merupakan teman sekelasnya.
Husna sebenarnya sudah memiliki kekasih yaitu Frian seorang guru olahraga muda dan merupakan anak kepala yayasan di sekolah tersebut.
Sebenarnya Husna tak pernah mencintai Frian, karena sebuah perjanjian Husna harus menerima Frian sebagai kekasihnya.
Husna sempat membuka hatinya kepada Frian karena merasa tak ada pilihan lain, tapi perlahan niatnya itu memudar setelah mengenal Tama lebih dekat lagi dan hubungan mereka bertiga menjadi konflik yang sangat panjang.
Agar tidak penasaran, yuk mari ikuti kisahnya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tresna Agung Gumelar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 20
Ketika pulang ke rumah, Tama yang sedang membuka pintu gerbang tiba-tiba ada seseorang yang berlari kemudian membuka pintu gerbangnya dari arah dalam.
Tama sempat kaget karena ada seorang perempuan paruh baya sedang mencoba membuka pintu yang akan dia buka sebelumnya sambil menyelempangkan kain lap di pundaknya.
"Em ibu siapa ya, Ko bisa ada di sini?" Tama bertanya kepada perempuan tersebut setelah pintu gerbang di buka sambil mendorong sepeda motornya ke garasi.
"Saya Ningsih Den, ini pasti dengan Den Tama ya?" Perempuan paruh baya itu memperkenalkan diri sambil menebak bahwa yang datang itu dalah Tama anaknya Bu Yeni.
"Iya saya Tama Bu." Tama menjawab dan masih merasa kebingungan siapa sebenarnya perempuan ini.
"Saya assisten rumah tangga baru Den di sini, Bu Yeni mamanya Aden yang menyuruh saya kerja di sini."
Ternyata Bu Yeni sudah memperkerjakan Bi Ningsih mulai hari ini tanpa sepengetahuan Tama.
"Oh gitu, ko mama nggak kasih tahu aku dulu sih hmm?" Gumam Tama pelan kenapa mamanya tak memberitahu dia sebelumnya.
"Yaudah deh Bi kalau gitu, saya mau masuk dulu ya." Ucap Tama sambil senyum kepada Bi Ningsih untuk izin masuk duluan ke dalam rumah.
"Eh bentar Den!" Tahan Bi Ningsih sebelum Tama melangkahkan kakinya.
"Iya Bi ada apa?" Tanya Tama sambil memandang ke arah bi Ningsih.
"Em itu makan siangnya sudah bibi siapkan di meja makan, jangan lupa dimakan ya!" Sebelum Tama masuk, bi Ningsih menawarkan masakannya kepada Tama.
"Oh iya makasih Bi, iya nanti saya makan ko Bi pasti." Jawab Tama yang senang karena biasanya dia harus memesan makanan online dulu bila mau makan siang. setelah itu kemudian Tama masuk ke dalam rumah.
Tama pun langsung masuk ke dalam kamarnya sekalian mengganti baju, dia terus saja memandangi layar handphonenya karena sampai saat ini Husna belum juga mengabarinya.
"Husna ko belum ngabarin juga sih? Apa dia di ajak main dulu ya sama guru predator itu. Hmm jangan sampai, jangan sampai. Aku harus segera menelponnya sekarang daripada kepikiran terus."
Tama bergerutu karena ketakutannya kepada Husna semakin menjadi-jadi saat ini.
Baru saja dia hendak menelpon, Husna malah menelponnya duluan. Tanpa ragu Tama pun langsung mengangkatnya karena perasaan cemas terus menghantuinya.
"Tama, aku sudah di rumah ya." Suara Husna terdengar di dalam handphone.
Di dalam rumahnya, Husna menelpon Tama sambil tiduran di atas kasur.
"Baru saja aku mau menelpon, aku kira kamu di ajak main dulu sama guru itu." Dengan Nada cemburu Tama sedikit mengira-ngira.
"Hmm. Memang kalau aku main dulu kenapa sih? Kan dia pacar aku jadi terserah dia dong mau ajak aku kemana." Husna malah meledek sambil tertawa dan pertanyaannya membuat Tama semakin cemburu.
"Oh gitu, yaudah deh berarti ngapain juga aku ngarepin kabar dari kamu dari tadi orang kamunya juga seneng jalan sama dia." Dengan Nada mulai kesal Tama bergerutu kepada Husna.
"Aduh aduh, ini kamu lagi marah apa lagi cemburu nih ceritanya?" Husna semakin meledek karena senang melihat Tama yang jadi cemburuan kepadanya.
"Enggak aku nggak cemburu, aku cuma khawatir aja." Tama menjawab singkat dengan sedikit gengsinya.
"Hmm yaudah kalau gitu, asal kamu tahu aja ya tadi aku meluk dia loh sepanjang jalan sampai rumah." Karena Tama gengsi, Husna pun kembali memanas-manasi Tama.
"Ko gitu sih? Jadi kamu nelpon aku buat cerita kemesraan kalian tadi sepanjang jalan?" Dengan nada mukai serius Tama malah membayangkan kemesraan mereka sepanjang jalan.
"Haha ya enggak lah, orang aku bohong doang biar di sana ada yang cemburu terus cemberut kaya tadi di kelas." Sambil tertawa Husna makin senang mendengar Tama bisa secemburu itu kepadanya.
"Hmm udah bisa ngeledek ya sekarang, bisa nggak sih dia nggak usah antar jemput kamu lagi?" Tanya Tama yang sudah tak bisa menahan rasa cemburunya kepada Husna dan Frian.
"Ya bisa, tapi suatu hari nanti ya sabar, jangan cemburuan gitu ah jelek, lagian aku cuma di antar jemput aja ko nggak lebih." Jawab Husna yang sedikit menenangkan Tama.
"Hmm iya deh iya, lagian kamu sih udah tahu aku cemburu malah nambah-nambahin." Sahut Tama kembali dengan nada manjanya.
"Iya maaf, udah ya jangan cemburu apalagi cemberut kaya tadi! Nanti gantengnya ilang loh terus aku nanti jadi nggak suka." Suruh Husna kepada Tama sambil menyelipkan candaan.
"Emang kamu suka gitu sama aku?" Tama malah bertanya dengan sedikit serius.
"Masa harus aku jawab sih, pokoknya kak Frian mah nggak ada apa-apanya deh dibandingin sama kamu, kamu itu udah ganteng, baik, perhatian, peduli terus mau melindungi aku dari siapapun." Jawab Husna dengan segala pujiannya kepada Tama.
"Hmm, berarti itu artinya aku udah boleh dong ya merebut kamu dari dia?" Tanya Tama yang terus saja meminta kode perasaannya.
"Ko merebut sih, orang aku nggak pernah menganggap dia siapa-siapa aku ko selama ini." Husna sedikit serius menjawab pertanyaan Tama.
"Masa? Berati aku ini orang satu-satunya dong sekarang."
"Ih enggak ya belum, enak aja! Kamu harus berjuang dulu dapetin hati aku sepenuhnya, orang kita aja baru kenal dua minggu, aku masih belum yakin sama orang misterius kaya kamu."
"Haha, oke oke siap. Yang penting aku udah di izinin sekarang buat dapetin hati kamu."
"Nah gitu dong harus berjuang dulu, tapi inget loh saingan kamu itu seorang guru, emang kamu yakin gitu bisa ngalahin dia?"
"Halah, tadi saja di pertandingan dia kalah kan sama aku? Apalagi merebut hati kamu pasti dia juga bakalan kalah."
"Widih sombongnya, yaudah semangat terus ya aku menunggumu di sini Tama. Hihi."
"Hmm dasar."
Ketika asik menelpon, tiba-tiba Bi Ningsih mengetuk pintu kamar Tama.
Tok tok tok
"Den, Den permisi." Suara Bi Ningsih di balik pintu.
Tama yang mendengar itu langsung membukakan pintu kamarnya.
"Iya Bi ada apa?" Tanya Tama yang masih menempelkan handphone di telinga kirinya.
"Anu Den, tadi mama Aden nelpon katanya Aden suruh makan dulu. Dia dari tadi nelpon Aden nggak bisa katanya." Ucap Bibi menyuruh Tama untuk segera makan siang di lantai bawah.
"Oh iya Bi sebentar ya saya lagi nelpon soalnya, habis ini saya ke bawah ko." Tama pun menjawab sambil melihat di layar handphonenya yang memang ada beberapa panggilan dari mamanya tapi dia juga belum mematikan telpon dari Husna.
Setelah bi Ningsih keluar, Tama pun kembali melanjutkan obrolannya dengan Husna.
"Siapa Tam barusan?" Tanya Husna sedikit penasaran karena obrolan mereka jadi terjeda.
"Oh itu si bibi, dia nyuruh aku makan siang tadi." Jawab Tama sambil berjalan ke arah bawah.
"Hmm aku telat berarti ya."
"Telat gimana maksudnya?"
"Ya harusnya aku yang nyuruh duluan bukan si bibi, jadi aku keduluan deh sama si bibi."
"Oh mau perhatian nih ceritanya?"
"Hehe iya dong emangnya kamu doang yang bisa perhatian sama aku, yaudah kamu makan dulu aja gih nanti lanjut lagi nelpon nya."
"Hmm dasar. Yaudah, kamu sendiri sudah makan Husna?"
"Belum, orang aku masih pake seragam ini. Tadi pas nyampe kan aku langsung nelpon kamu. Aku takut kamu cemberut aja sampe rumah, nggak tega aku soalnya."
"Aduh seneng banget aku dengernya, kayanya aku harus sering cemberut nih biar dimanja dan dikhawatirin kaya gini."
"Ye nggak gitu juga lah, aku nggak suka ya lihat kamu cemberut, malu lah harusnya kamu sama gaya kamu yang so cool itu tuh jadi nggak ada pantas-pantasnya kalau murung."
"Haha dasar, yaudah kalau gitu aku mau makan dulu ya, kamu juga makan siang dulu nanti kita lanjut lagi pacarannya."
"Ih ih apaan sih? Main pacaran aja yee. Yaudah ah nanti kita lanjut lagi, tapi nggak pacaran ya orang telponan biasa aja."
"Hmm si gengsi dasar, yaudah aku matiin telponnya ya nanti lanjut lagi. Daah Husna assalamualaikum."
"Iya daah Tama waalaikumsalam."
Sore harinya
Tama yang sedang menonton acara televisi di ruang keluarga langsung dihampiri oleh mamanya yang baru saja pulang.
"Aduh gantengnya mama sendirian aja. Si bibi mana sayang?" Ucap Bu Yeni sambil mengusap-usap rambut anaknya lalu duduk di samping Tama.
"Udah aku suruh pulang dia, lagian udah beres ko kerjaannya. Mama ini gimana sih tadi aku kaget tahu-tahu ada orang di rumah." Ucap Tama sedikit menegur mamanya.
"Iya mama lupa maaf, lagian mama kasihan sama anak mama ini tiap pulang sekolah nggak ada yang ngurusin, maafin mama ya mama selalu sibuk sampe lupa sama anaknya sendiri." Bu Yeni meminta maaf sambil kembali mengusap rambut anaknya.
"Hmm iya nggak papa ko Mah, oh iya aku mau nanya sesuatu dong sama mama?" Tama kini bertanya sambil memandang Bu Yeni seperti ada hal yang serius yang akan dia tanyakan.
"Mau tanya apa sayang?" Tanya Bu Yeni yang mencoba menanggapi sambil menatap anaknya.
"Sebenarnya kalau masalah hutang piutang itu ada perkara hukumnya apa nggak sih Mah? Atau ada pidananya nggak gitu?" Tama bertanya dengan serius karena keingintahuan nya tentang masalah hutang piutang.
"Hmm, ya sebenarnya sih sampai saat ini nggak ada tuntutan pidananya kalau masalah hutang, tapi ada pengecualian bila sebelumnya ada perjanjian, makanya si pemberi hutang suka minta jaminan kan agar uangnya aman soalnya banyak pasal yang menguntungkan si debitur daripada kreditur bila meminjamkan uang tanpa jaminan."
"Oh gitu, aku tuh jadi kepikiran masalah hutang keluarganya Husna Mah, aku pengen banget ngeluarin mereka dari jeratan itu."
"Hmm kamu ini sampai segitunya ya, makanya kata mama juga ajak Husna ketemu mama, gimana mama bisa bantu kalo mama belum ketemu sama orangnya."
"Iya deh nanti aku coba ajak Husna ketemu sama mama. Besok aku mau coba bilang deh sama dia."
"Tapi kalau mama cerna dan dengar semua ceritanya sih kayanya bisa, tapi kan tetep saja Nak hutang itu wajib dibayar dalam agama juga, kalau masalah hukumnya mah gampang mama pasti bisa bantu."
"Iya sih, yang penting sekarang aku agak sedikit tenang. Aku cuma takut ada pidananya gitu."
"Hmm nggak ada kok tenang aja, makanya secepatnya temuin mama sama dia ya, biar cepet-cepet juga mama bisa bantu dia."
"Oke deh, Tapi kalau aku ajaknya langsung ke kantor mama nggak papa kan?"
"Ya nggak papa, lagian kantor mama deket ini. Mama juga penasaran secantik apa sih itu anak sampe anak mama tiap hari mikirin dia?"
"Ah mama malah bahas itu, hmm."
"Hehe mama kan penasaran Nak, kata papa kamu kan cantik banget si pelukis pahlawan itu."
"Ah mama, lihat aja nanti sendiri!"
"Hmm dasar."