FOLLOW IG AUTHOR 👉@author Three ono
Yang gak kuat skip aja!! Bukan novel tentang poligami ya, tenang saja.
Pernikahan sejatinya terjadi antara dua insan yang saling mencinta. Lalu bagaimana jika pernikahan karena dijodohkan, apa mereka juga saling mencintai. Bertemu saja belum pernah apalagi saling mencintai.
Bagaimana nasib pernikahan karena sebuah perjodohan berakhir?
Mahira yang biasa disapa Rara, terpaksa menerima perjodohan yang direncanakan almarhum kakeknya bersama temannya semasa muda.
Menerima takdir yang sang pencipta berikan untuknya adalah pilihan yang ia ambil. Meski menikah dengan lelaki yang tidak ia kenal bahkan belum pernah bertemu sebelumnya.
Namun, Rara ikhlas dengan garis hidup yang sudah ditentukan untuknya. Berharap pernikahan itu membawanya dalam kebahagiaan tidak kalah seperti pernikahan yang didasari saling mencintai.
Bagaimana dengan Revano, apa dia juga menerima perjodohan itu dan menjadi suami yang baik untuk Rara atau justru sebaliknya.
Tidak sa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Three Ono, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
7. Mengurusi Suami
Revan mencoba menghubungi Febby tapi tidak juga mendapat jawaban. Pikirnya mungkin kekasihnya itu sudah tidur karena ini sudah hampir tengah malam. Ia pun memutuskan meletakkan kembali ponselnya, dia bisa menjelaskannya besok jika bertemu.
Revan berjalan mendekati ranjang, merebahkan tubuhnya disisi yang lain. Seperti yang kalian tau tadi Rara ada di sisi yang lainnya. Kenapa ia tidak memilih untuk tidur disofa, entahlah tidak salah kan jika tidur satu ranjang dengan istrinya sendiri. Ia masuk kedalam selimut dan mulai memejamkan matanya.
Dengkuran halus menandakan Revan juga sudah masuk dalam alam mimpinya.
Saling berhadapan dengan ada sedikit jarak diantara mereka. Ini hanya awal masih panjang jalan yang akan mereka hadapi hingga suatu hari nanti jika takdir mengijinkan maka akan dengan sendirinya jarang itu terkikis, tidak perlu terburu-buru tunggu mereka saling mengenal dan memahami.
Begitulah mereka melewati malam pertama setelah resmi menjadi suami istri. Tidak ada yang tau jalan hidup manusia kedepannya, peramal saja belum tentu benar saat menebak apa yang akan terjadi di esok hari. Hanya takdir dan kuasa Sang pemilik alam semesta lah yang tau rahasia masa depan.
,,,
Langit masih gelap, mentari juga masih bersembunyi tapi Rara sudah membuka matanya. Terbiasa bangun pagi dirumah, membuatnya terbangun jika sudah mendekati waktu subuh. Rara cukup terkejut saat terbangun, seingatnya kemarin ia tertidur di mobil saat perjalanan menuju rumah suaminya. Akan tetapi, saat ini ia sudah berada di sebuah kamar yang besarnya tiga kali lipat dari kamarnya di desa.
Rara mendudukkan tubuhnya dan mencoba mengingat-ingat kembali apa yang terjadi tadi malam. Sayang sekali, ingatannya malah tertuju pada kata-kata suaminya yang membuat dadanya kembali sesak.
Astaghfirullah... Rara ingat kau tidak boleh lemah.
Rara menyemangati diri sendiri.
Sebentar lagi masuk waktu shalat subuh, Rara turun dari ranjang untuk mengambil air wudhu. Namun, gerakannya terhenti saat menyadari jika bukan hanya dirinya yang tidur di ranjang itu, ia sangat senang begitu mengetahui jika suaminya tidak berusaha menjauhi dirinya dengan tidur di sofa atau di kamar yang lain, ternyata lelaki itu memilih untuk tidur di ranjang yang sama dengannya. Ada rasa syukur terselip di hatinya.
Setelah menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang muslim dan mandi, Rara keluar dari kamarnya. Dia masih tidak menyangka jika rumah yang ditempati suaminya sebesar ini.
"Dimana aku harus mencari letak dapur di rumah sebesar ini?" gumamnya.
Rara turun ke lantai bawah, pikirnya mungkin dapur ada di lantai bawah karena di lantai atas hanya ada ruangan-ruangan berpintu seperti sebuah kamar.
Kebetulan pak Ahmad muncul dari arah dapur, ia menghampiri nona barunya yang terlihat kebingungan.
"Selamat pagi nona," sapanya dengan membungkuk sopan.
"Ehh... pagi... bapak ini?"
Rara sudah beberapa kali bertemu dengan pak Ahmad saat ia mengantarkan kakek Tio datang kerumahnya, tapi mereka belum pernah menyapa sebelumnya.
"Saya supir tuan besar sekaligus kepala pelayan dirumah ini. Anda bisa memanggil saya pak tua seperti tuan Revan memanggil saya." Pak tua memperkenalkan diri.
Rara pun mengangguk, lalu ia menanyakan dimana letak dapur di rumah itu.
"Untuk apa nona?" tanya pak tua.
"Aku ingin menyiapkan sarapan untuk suamiku dan kakek," jawab Rara sedikit malu.
Pak tua tersenyum mendengarnya, lalu ia menunjukkan dapurnya. Ia tidak melarang nonanya mau melakukan apapun karena kakek Tio sudah berpesan padanya untuk membiarkan nona Rara melakukan tugasnya sebagai istri, pak tua cukup mengawasi dari jauh jika nonanya kesulitan barulah ia membantu.
"Nona, ini dapurnya."
Beberapa orang sudah berada disana, sedang memotong sayuran dan bahan lainnya.
"Bi, nona Rara mau memasak untuk tuan besar dan tuan Revan, tolong kalian bantu tunjukkan dimana saja letak bahan makanan dan bumbu-bumbunya."
Pak tua memberi perintah pada orang-orang tadi yang Rara tebak mereka adalah pelayan di rumah ini.
"Baik pak tua."
Para pelayan yang lain pun menghormati pak tua, bisa Rara pastikan jika pak tua ini adalah orang kepercayaan kakek.
"Silahkan nona, mereka akan membantu nona menyiapkan bahan-bahannya."
"Terimakasih pak tua," ujar Rara.
Rara pun dengan cekatan mulai memasak menu yang akan pertama kali ia sajikan untuk suami dan kakek Tio. Di rumahnya Rara bukan gadis manja dan pemalas, ia rajin membantu Umi mengerjakan pekerjaan rumah. Jadi selain memasak Rara juga pandai mengurusi rumah, tapi sepertinya di rumah suaminya ia tidak perlu melakukan itu semua karena ada banyak pelayan yang mengerjakannya.
"Akhirnya selesai."
Tubuhnya sedikit berkeringat lagi karena kegiatan memasak itu, tapi Rara senang ada kepuasan tersendiri saat ia menghidangkan makanan hasil masakannya sendiri untuk suaminya.
"Bi, bisa tolong siapkan semua ini di meja. Aku mau melihat kak Revan sudah bangun atau belum," ujar Rara meminta tolong pada bi Ratih.
"Tentu nona, anda tidak perlu sungkan pada kami." Bi Ratih dan pelayan yang lain justru merasa tidak enak karena sedari tadi mereka hanya melihat majikan barunya memasak, hanya sedikit membantu memotong daging dan sayuran saja.
"Terimakasih bi." Rara pergi setelah melepas celemek yang ia pakai untuk memasak tadi.
"Sama-sama nona."
Para pelayan disana senang dengan sifat dan sikap istri majikannya, dia begitu sopan dan tidak canggung saat berada diantara para pelayan. Meskipun mereka hanya pelayan tapi Rara selalu menghormati orang yang lebih tua apapun status sosialnya.
,,,
Rara membuka pintu kamar yang semalam ia tempati dengan sangat pelan, perlahan menyembulkan kepalanya melihat suaminya masih tidur atau sudah bangun dari tidurnya.
"Tidak ada, kemana kak Revan?"
Sesaat kemudian Rara mendengar gemericik air dari dalam kamar mandi. Ternyata suaminya sedang mandi, Rara membereskan kasur yang sedikit berantakan, mengambil baju yang berserakan di lantai pasti si pemiliklah yang melemparnya asal, kemudian memasukkannya ke keranjang kotor.
Setelah kamar rapi, Rara berjalan ke arah lemari pakaian suaminya dan memilihkan baju untuk dipakai Revan. Ia cukup bingung karena tidak tau seperti apa selera dan cara berpakaian sang suami, tapi jika dilihat dari isi lemari yang kebanyakan kemeja dan jas, kemungkinan Revan suka berpakaian formal.
Rara meletakkan baju yang sudah ia pilih ke atas ranjang, tidak apa-apa jika suaminya itu tidak memakai nya. Rara hanya mencoba belajar menjadi istri yang baik. Setelahnya, Rara keluar dan kembali ke bawah untuk melihat makanan sudah siap tertata atau belum.
,,,
Revan keluar dari kamar mandi hanya memakai handuk kecil yang melilit di pinggang. Bagian tubuh atasnya dibiarkan terekspos, menampilkan pahatan sempurna di dada dan perutnya berkat rajinnya ia berolahraga.
Kamar yang tadi berantakan saat Revan akan mandi kini telah bersih dan rapi. Biasanya pelayan akan membereskan kamarnya jika ia sudah pergi, tapi ini tumben sekali pagi-pagi sudah bersih, pikirnya.
"Tunggu, apa sekarang mereka juga menyiapkan baju untukku."
Revan masih mencoba memikirkan hal aneh yang terjadi.
"Kenapa aku bisa lupa."
Lelaki itu menepuk keningnya sendiri karena lupa jika saat ini ia sudah menikah. Sekarang Revan mengerti jika bukan pelayan yang masuk ke kamarnya tapi istrinya yang membereskan kamar mereka.
Revan merentangkan baju yang dipilih oleh Rara.
Tidak buruk juga seleranya.
Bergumam sendiri dan tersenyum sendiri, rasanya senang juga ada yang mengurusi hidupnya sekarang.
to be continue...
°°°
Hay pembaca kesayangan author, jangan lupa jari indah kalian untuk pencet like dan tulis komen ya...
Sehat selalu pembacaku tersayang.