Dikhianati menjelang hari pernikahan membuat Zola Amaria meradang. Untuk menuntaskan rasa kecewanya, ia pun berakhir di sebuah club' malam bersama temannya. Hingga kejadian tak terduga pun terjadi, ia terlihat one night stand dengan seseorang yang tak terduga. Yang lebih parah, setelah kejadian itu, ia terus menerus dikejar pria itu untuk menuntut pertanggungjawaban.
Bagaimanakah kisah selanjutnya?
Jangan lupa tap love untuk mengikuti cerita selanjutnya, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon D'wie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch.7 Memergoki mereka
Zola pulang diantar Regan saat hari sudah hampir larut. Rumah sudah tampak gelap saat ia mulai melangkahkan kakinya ke dalam. Baru saja Zola hendak melangkahkan kakinya menaiki undakan tangga, suara bariton seseorang menghentikan langkah itu. Zola pun lantas menoleh ke arah sumber suara. Tak lama kemudian, ruangan yang gelap pun menjadi terang benderang saat orang itu menekan sakelar lampu.
"Sudah merasa hebat, hm? Pergi pagi-pagi sekali, pulang larut. Ingat, Zo, kamu bukan tinggal sendiri di rumah ini, jadi kamu harus menghormati orang-orang yang ada di dalam rumah ini tanpa terkecuali." desis Jordan.
"Hormat? Lalu bagaimana dengan kalian? Sebenarnya aku siapa sih di sini? Aku anak tapi seolah pembantu. Kalau aku kerjakan semua pekerjaanku, ada orang lain yang mengakuinya. Bila tidak aku kerjakan, aku dianggap tidak peduli dan pemalas. Bahkan, semenjak kedua orang itu tinggal di rumah ini, apa pernah sekali saja dad memperhatikan ku? Mempedulikan ku? Mendengarkan ku? No dad? Nggak ada. Yang ada dad hanya peduli pada mereka. Sayang pada mereka. Mendengarkan mereka. Clara jarang pulang, dad santai saja. Tapi, aku telat karena ingin sedikit merilekskan isi kepalaku yang rasanya mau pecah saja tidak boleh seolah aku memang tidak dad izinkan untuk bahagia, apa begitu mau mu dad? Sebenarnya apa maumu dad?" Zola menggeram frustasi. Ia jengah terus diabaikan, tak dianggap, disepelekan, seolah dirinya bukan siapa-siapa di rumah itu.
"Dad, udah, jangan marah lagi! Kasian Zola, dia butuh istirahat. Dia pasti lelah ." ujar Catherine seraya mengusap bahu Jordan. Tapi tanpa Jordan ketahui, mata Catherine nyalang menatap Zola .
Zola menaikkan sebelah sambil mencibir, "Teruskan saja aktingmu itu. Seharusnya kau menjadi seorang aktris, itu cocok untuk mu yang pandai berakting. Mungkin kau akan memenangkan piala Oscar dengan kemampuanmu itu." desis Zola seraya menatap tajam Catherine.
"Zo, kenapa kamu tak pernah bisa menerima mommy? Padahal mom selalu menyayangimu seperti putri mom sendiri. Bahkan mom tidak pernah membedakan kau dan Clara. hiks ... hiks ... hiks ..." Catherine pura-pura terisak. Jordan yang tidak tega pun segera merangkul tubuh Catherine yang bergetar.
"Tutup mulutmu anak kurang ajar! Makin lama kau makin kurang ajar. Aku yakin, kalau ibu Regan tau sifat aslimu yang pembangkang, bukan tidak mungkin ia akan meminta Regan meninggalkan mu dan membatalkan pernikahan kalian." bentak Jordan.
"Oh, ya! Jadi menurut dad , aku pembangkang? Oke, kalau begitu mulai sekarang aku akan menjadi anak pembangkang seperti ucapanmu, dad! Percuma juga menjadi anak baik, karena di matamu apa yang aku lakukan selalu salah." seringai Zola. Lalu tanpa kata, Zola meninggalkan kedua orang itu.
Zola masuk ke kamar dengan dada bergemuruh. Setibanya di kamar, ia menutup pintu dengan membantingnya keras, kemudian Zola bersandar di balik pintu. Tubuhnya perlahan bergetar hingga tangisan pun tak mampu ia cegah.
Ia lelah, sungguh lelah. Ia tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini selain ayahnya, namun sikap ayahnya tidak pernah mencerminkan sikap seorang ayah kepada anaknya. Yang ada di mata Jordan hanya Catherine dan Clara. Ia tak mengerti, sebenarnya mengapa sikap ayahnya seperti itu padanya. Dulu, sewaktu ibunya masih ada, sikap Jordan begitu hangat padanya, tapi kini semua berubah semenjak kedua wanita itu tinggal satu atap dengan mereka. Zola membenci mereka. Sangat.
Karena mereka ibunya menderita, karena mereka ibunya meninggal, dan karena mereka ia menderita, ntah apa lagi yang akan mereka ambil darinya setelah ini.
...***...
Zola terbangun pagi-pagi sekali. Ia sudah muak bersitatap dengan orang-orang di rumah itu. Ia pun segera membersihkan diri. Ia ada meeting dengan timnya pagi ini jadi ia akan menyiapkan berkas-berkas proposal yang telah ia buat kemarin.
Baru saja Zola selesai bersiap, terdengar suara pesan masuk di ponselnya. Diliriknya, nama pengirimnya tidak berasal dari kontaknya. Sebenarnya ia paling malas membuka pesan yang tidak ia ketahui siapa pengirimnya, namun hatinya penasaran apalagi pesan yang dikirim berupa video.
Zola pun duduk di tepi ranjang untuk melihat video apakah itu. Baru saja ia klik video berdurasi 10 menit itu, matanya langsung membulat dengan mulut menganga. Perlahan tapi pasti, air matanya luruh setetes demi setetes. Matanya memerah, dadanya bergemuruh, bahkan ia sampai menelan ludahnya sendiri hingga berkali-kali karena tak menyangka dengan apa yang dilihatnya itu. Ia masih ingat pakaian yang dipakai orang itu. Pakaian yang sama dipakainya saat mereka pergi tadi. Zola mengumpat dalam hati, betapa bodohnya dirinya selama ini mempertahankan orang yang tak pantas seperti Regan.
Zola yang sudah tak tahan menyaksikan video tak pantas itu, segera menghentikannya. Lalu ia menyimpannya di file tersembunyi agar tiada yang melihatnya. Ia melirik jam tangannya yang baru menunjukkan pukul 4.43 pagi. Ia segera mengambil tasnya dan menuruni anak tangga satu persatu lalu keluar dari rumah secara perlahan. Setelah di luar, Zola segera menyalakan motornya dan pergi dari rumah itu. Tujuannya adalah suatu tempat. Ia ingin membuktikan semuanya dengan mata kepalanya sendiri. Apalagi saat ia ingat percakapan Clara di telepon entah dengan siapa.
"Ya sayang, tenang saja, aku akan menginap di sana malam ini."
" ..."
"Okey sayang, as you wish! Aku akan melayani mu seperti keinginan mu."
" ..."
"Ya, aku tau. Kau belum puas, bukan! Karena itu aku akan memuaskan mu malam ini. Kau pasti akan senang."
" ..."
"Bye sayang, tunggu aku di tempat biasa. Oke!"
" ... "
"Iya, maksudku apartemen mu, sayang. Tapi ingat janjimu, okey!"
" ... "
"Oke oke, bye sayang."
...***...
Zola kini telah berada di suatu tempat yang baru dua kali ia datangi. Bukan mengapa ia tak mau kemari, karena setiap kemari, pasti Regan ingin meminta yang macam-macam. Karena itu ia lebih suka bertemu di luar. Terserah bila ia dibilang norak dan kampungan. Walaupun bagi orang-orang di negara itu s*x itu hal biasa yang dilakukan setiap pasangan, tapi entah ia tidak mau. Walaupun kadang, h*srat dan keinginan itu hadir, tapi ia tak pernah berniat melakukannya dengan Regan. Mungkin karena tanpa sadar ia tau akhirnya akan seperti ini. Betapa menyesalnya ia nanti bila ia menyerahkan apa yang ia jaga kepada seorang lelaki brengs*k seperti Regan.
Dengan langkah pasti, ia memasuki lift dan menekan tombol nomor lantai tujuannya. Tak lama kemudian, denting lift berbunyi, ia lun telah tiba di lantai tujuannya. Segera ia berjalan mendekati pintu apartemen Regan. Ia yakin , saat ini pasti Regan tengah tertidur lelap. Ia pun segera menekan kombinasi angka untuk membuka pintu apartemen itu. Sejenak Zola memejamkan matanya, setelah terbuka, ia segera berjalan menuju kamar yang ia ketahui milik Regan. Setelah Zola berdiri di depan pintu kamar itu, ada rasa gugup mendera Zola, tapi ia tidak boleh kalah. Ia harus kuat dan membuktikan kebrengsekan laki-laki itu dengan mata kepalanya sendiri. Perlahan, ia membuka pintu kamar Regan yang tidak terkunci. Zola memang sudah tidak terkejut lagi dengan apa yang dilihatnya, tapi tetap saja , melihat secara langsung itu sungguh menyakitkan. Dengan mata kepala Zola sendiri, ia melihat sepasang manusia berjenis kelamin berbeda masih bergelung selimut dengan tubuh saling menempel. Dari wajahnya, ia bisa menebak, mereka sungguh kelelahan akibat aktivitas panas mereka. Bahkan ia juga bisa menebak, kalau kedua orang itu tidak mengenakkan sehelai benang pun. Walaupun tidak terbuka sempurna, tapi bagian atas yang terbuka saja sudah cukup menjadi bukti.
Dada Zola bergemuruh, ingin rasanya ia berteriak, tapi ia enggan melakukannya. Itu justru akan membuatnya lelah. Lebih baik, ia segera mengambil ponselnya lalu memotret sekaligus membuat sebuah video kedua orang itu. Setelah selesai, ia segera meninggalkan kedua orang menjijikkan itu. Ia biarkan pintu terbuka, entah nanti mereka sadar atau tidak, ada seseorang yang telah masuk dan memergoki mereka yang tengah tidur bersama.
...***...
...Happy Reading 🥰🥰🤩...
𝐤𝐥𝐨𝐩 𝐬𝐢𝐡 𝐩𝐞𝐧𝐠𝐤𝐡𝐢𝐚𝐧𝐚𝐭 𝟐 𝐛𝐞𝐫𝐬𝐚𝐭𝐮
𝐤𝐨𝐤 𝐢𝐬𝐨𝟐 𝐧𝐞 𝐦𝐛𝐞𝐥𝐚𝐧𝐢 𝐚𝐧𝐤 𝐭𝐢𝐫𝐢 𝐠𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐤𝐨 𝐛𝐣𝐨 𝐚𝐧𝐲𝐚𝐫 𝐩𝐝𝐡𝐥 𝐣𝐥𝐬𝟐 𝐝𝐤𝐞 𝐝𝐮𝐰𝐞 𝐚𝐧𝐤 𝐤𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠
𝐮𝐭𝐞𝐤𝐞 𝐤𝐨𝐤 𝐠𝐤 𝐦𝐢𝐤𝐢𝐫 𝐤𝐨𝐤 𝐨𝐫𝐚 𝐦𝐥𝐚𝐡 𝐧𝐠𝐞𝐥𝐢𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠𝐢 𝐚𝐧𝐤 𝐤𝐚𝐧𝐝𝐮𝐧𝐠𝐚𝐧
𝐚𝐬𝐮 𝐚𝐧𝐜𝐞𝐧 𝐰𝐨𝐧𝐠 𝐥𝐚𝐧𝐚𝐧𝐠 𝐤𝐢