Suatu kesalahan besar telah membuat Kara terusir dari keluarga. Bersama bayi yang ia kandung, Kara dan kekasih menjalani hidup sulit menjadi sepasang suami istri baru di umur muda. Hidup sederhana, bahkan sulit dengan jiwa muda mereka membuat rumah tangga Kara goyah. Tidak ada yang bisa dilakukan, sebagai istri, Kara ingin kehidupan mereka naik derajat. Selama sepuluh tahun merantau di negeri tetangga, hidup yang diimpikan terwujud, tetapi pulangnya malah mendapat sebuah kejutan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Miracle, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Semanis Madu
Kembali ke rumah keluarga Elno juga sama saja. Mereka tetap diusir, bahkan Kara tidak melupakan penghinaan yang diucapkan oleh ibu mertuanya. Jika diingat memang bikin emosi.
"Kita sudah mencoba. Jangan pernah sekali untuk kembali ke rumah. Mama bahkan menyuruh kita berpisah sebagai syarat. Aku tidak mungkin meninggalkan istriku yang cantik jelita ini," ucap Elno.
Kara tersipu malu. "Terima kasih telah memilihku."
"Tentu saja aku memilihmu. Kamu satu-satunya keluargaku sekarang. Jangan khawatir. Kita bisa melalui ini semua."
Kara mengangguk kemudian memeluk Elno. "Dalam sekejap kita tumbuh dewasa. Dulu kita hanya mengucapkan bualan saja."
Elno tertawa. "Keadaan yang membuat kita dewasa."
Mereka sudah mencoba untuk memperbaiki hubungan antara keluarga. Namun, itu semua hanya sia-sia. Mulai saat ini, hanya Elno keluarga Kara begitu juga sebaliknya.
Elno membuat beberapa surat lamaran kerja untuk berbagai jenis usaha. Lebih mudah jasa dalam bidang hiburan atau makanan. Ada cafe, restoran dan kelab malam, lebih tepatnya ia mencari kerja paruh waktu. Jika diterima, maka paginya ia bisa kuliah dan malam harus bekerja.
Selagi menunggu lulus tes memang lebih baik ia melamar kerja di mana saja. Elno butuh kerja yang membayar gaji bulanan dan besar. Salah satunya mungkin kelab malam. Di sana nanti bisa mendapat uang tip dari pelanggan.
"Apa sudah ada kabar dari kampus?" tanya Kara.
Elno terkesiap. "Bikin kaget saja."
"Kamu melamun, Sayang? Apa yang kamu pikirkan?" tanya Kara.
"Bukan apa-apa. Hanya memikirkan tentang kerjaan. Aku berharap bisa diterima di kelab malam."
"Kenapa ingin bekerja di sana? Aku kurang setuju."
"Karena di sana waktunya sangat pas dengan jadwal kuliahku. Cafe bisa saja kena shift. Kalau kelab malam sudah jelas bukanya hanya pada malam hari. Aku masih bisa menyempatkan diri bersamamu." Elno mencolek dagu Kara.
Kara tertawa kecil. "Suamiku ini makin genit."
"Aku juga daftar ojek online," kata Elno.
"Pekerjaan itu lebih bisa mengatur waktu kurasa," jawab Kara.
"Semoga juga keterima. Hitung-hitung lepas makan lumayan."
"Memang motor bebekmu bisa buat daftar?"
"Bisa. Jangan khawatir." Elno mengecup pipi Kara. "Kita ke kamar, yuk!"
"Kerjaanmu meniduriku terus," sungut Kara.
"Nolak suami dosa, loh."
Kara mendengus, tetapi akhirnya mau juga. Keduanya masuk ke dalam kamar, lalu melakukan apa yang sepasang suami istri kerjakan di atas tempat tidur.
...****************...
Pengumuman pendaftaran mahasiswa akhirnya tiba juga. Elno sudah bertandang ke kampus demi melihat hasilnya dan siapa sangka ia dinyatakan lulus termasuk dua rekannya Tedy dan Ilmi.
"Kita satu kampus juga ternyata," kata Tedy.
"Eh, Sari juga lulus, loh," sahut Ilmi.
"Dia di sini juga?"
Ilmi mengangguk. "Iya. Tapi yang lebih mengejutkan Elno yang kuliah bareng kita."
"Aku hanya beruntung. Seharusnya Kara yang melanjutkan pendidikannya. Tapi kalian tau sendiri jika dia tengah hamil," tutur Elno.
"Tapi memang kamu yang harus belajar lebih lanjut. Kara juga wanita yang ingin suaminya maju," sahut Tedy.
Elno mengangguk. "Kamu benar. Tidak lama kita akan menjalani pendidikan."
"Jangan lupa jika kamu akan menjadi seorang ayah," ucap Ilmi.
"Membayangkannya hidupku sangat menyenangkan," kata Elno.
...****************...
Apa yang diharapkan Elno semua terwujud. Ia diterima kerja di kelab malam. Ia bisa mengatur jadwal sebaik mungkin bekerja dan belajar. Kara juga menjalani perannya sebagai istri. Perutnya semakin membuncit.
"Kapan dia keluar?" tanya Elno sembari mengusap perut Kara.
"Masih lama."
"Lamanya kapan?"
"Empat bulan lagi," kata Kayla.
"Aku harus bersabar kalau begitu. Dia sangat pasti sangat lucu," ucap Elno.
Kara tersenyum. "Pasti. Kita pergi periksa ke dokter bagaimana?"
Elno mengangguk. "Aku akan daftar. Besok siang kita ke sana."
"Sudah pukul empat sore. Kamu enggak berangkat kerja?"
"Ini mau pergi. Kamu baik-baik di sini." Elno mengecup perut Kara yang buncit, lalu memeluk Kara dengan erat. "Jangan keluar malam-malam. Di rumah saja."
Kara mengangguk. "Iya, Sayang."
...****************...
Awal manis memang dirasakan dalam pernikahan Kara dan Elno. Namun, sampai kapan itu berlanjut. Ada banyak keperluan rumah tangga yang harus dipenuhi. Gaji Elno dari kelab bisa menutupi uang sewa rumah, air dan listrik. Tapi untuk biaya pendidikan, Elno harus mencari lagi. Berkata memang mudah, tetapi mengerjakannya sangat susah.
Sekeras-kerasnya Elno bekerja, uang yang dihasilkan tidak seberapa, bahkan mereka bisa dibilang kekurangan. Uang simpanan Kara juga habis karena dipakai untuk membeli buku yang harganya menguras kantong.
"Aku sudah bilang untuk tidak melanjutkan pendidikan. Kamu masih kekeh suruh aku kuliah. Biayanya sangat mahal. Apalagi zaman sekarang. Buat makan saja susah," kata Elno. "Aku capek, Kara. Enggak ada istirahatnya."
"Masa kamu mau berhenti, sih." Kara memijat-mijat pinggangnya.
Elno terdiam. Ia juga tidak mau berhenti. Kalaupun ambil cuti juga tidak bisa. Kapan Elno bisa lulus kalau begitu.
"Kamu kenapa?" tanya Elno.
"Sakit pinggang."
"Sini, biar aku pijat," kata Elno.
Kara berbaring di atas tilam. Elno memijat pinggang istrinya. Dari pagi tadi, Kara memang merasa sakit di pinggangnya, tetapi sakit itu hilang dalam sekejap.
"Apa mau melahirkan?" tanya Kara.
"Aku mana tau. Kita sudah lama enggak periksa lagi. Hanya satu kali," kata Elno.
"Tapi ini baru delapan bulan. Seharusnya sembilan bulan sepuluh hari."
"Jadi, bagaimana sekarang?" tanya Elno.
"Kita ke rumah sakit."
Elno menggaruk kepalanya. "Iya, kita ke rumah sakit."
Kara mengambil uang simpanannya yang masih tersisa tiga ratus ribu, lalu memberikannya kepada Elno.
"Kamu bawa tas besar itu. Semua barang sudah lengkap," ucap Kara.
Elno manut, ia membawa tas dan Kara keluar dari rumah. Mau tidak mau Elno harus membawa Kara naik motor ke rumah sakit.
"Pegang yang kuat," kata Elno.
Kara mengangguk. Ia pegang baju sang suami dengan erat. Elno menghidupkan mesin, lalu menjalankan kendaraan roda dua miliknya. Di tengah perjalanan, Kara meringis sakit. Ia duduk dengan gelisah.
"Diam Kara. Kamu bisa jatuh," teriak Elno.
"Sakitnya semakin sering," ucap Kara.
"Bersabarlah. Kita sebentar lagi sampai."
Sialnya mereka malah terjebak macet. Elno terus menggengam tangan Kara. Ia tidak ingin terjadi hal yang tidak diinginkan pada istri tercintanya.
"Sabar," ucap Elno.
"Sakit," ringis Kara.
Elno tidak tahu apa-apa mengenai hal ini. Ia berdoa dalam hati semoga dilancarkan dari segala urusan.
Lampu hijau menyala, kendaraan kembali melaju menuju rumah sakit. Sesampainya di sana, Elno segera meminta perawat untuk membawa istrinya ke ruang tindakan.
"Semoga tidak apa-apa," ucap Elno.
Bersambung
penuh makna
banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari cerita ini.
sampai termehek-mehek bacanya
😭😭😭😭🥰🥰🥰
ya Tuhan.
sakitnya