Ammar dijodohkan dengan Safa yang merupakan anak dari adik angkat ibunya. perjodohan terjadi atas permintaan Ibunda Safa saat menjelang akhir hayatnya karena ingin anaknya memiliki pendamping setelah dirinya tiada
Sedangkan Sang Adik Ubay mengalami insiden tidak mengenakan, dia tidak ingin bertanggungjawab karena dia tak pernah merasa berbuat hal itu tapi karena permintaan sang ibu untuk menikahi gadis itu Maka dia menikahinya.
Begitupun dengan kedua adik lelaki kembar mereka yang menemukan jodohnya dengan cara tak terduga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kemarahan Gibran
Gibran menatap nanar sang anak yang tampak sangat terluka, dia sangat tidak membenarkan sikap anaknya yang berusaha membenarkan hal yang tak patut untuk dibenarkan.
"Mereka udah menikah Salwa, kamu tidak pantas untuk mengganggu mereka nak". Ucap Gibran dengan pelan berharap anaknya ini mengerti.
"Ini tak adil untukku ayah, aku sangat mencintainya ayah, kenapa bukan aku yang menikah dengannya". Salwa jatuh terduduk mengingat betapa terlukanya dia melihat orang yang disukainya menikah dengan sepupu nya sendiri.
"kamu harus belajar menerima nya nak, dia bukan jodohmu, carilah yang lain nak, tidak baik dan tidak pantas jika kamu ingin menganggu ketenangan keluarga orang nak". Nasehat Gibran sambil menatap anaknya dengan penuh pengertian.
"Ayahmu benar nak, kamu tak pantas melakukan hal yang memalukan seperti itu, kamu harus mengerti mereka sudah menikah dan kamu bisa mencari orang lain, banyak lelaki yang baik dan akan mencintaimu nak, jangan pernah mengharapkan suami orang nak". Ucap Rina memeluk anaknya yang terluka itu.
Dia sebenarnya kasihan kepada anaknya tapi sikap anaknya itu tak pantas dilakukan apalagi Safa adalah sepupunya dan tak punya keluarga selain mereka.
"Kalian tidak pernah mengerti perasaanku, aku hanya mencintai kak Ammar dan akan kulakukan apapun untuk mendapatkan nya, kalau perlu akan ku singkirkan Safa dari kehidupannya". Teriak Salwa dengan penuh amarah dan emosi.
Plak.. Tamparan mengenai wajah Salwa.
Gibran memandang anaknya dengan kilatan murka yang sangat jelas terlihat di wajahnya.
"Jangan membuat kesabaran ayah habis Salwa, kenapa kamu dan kakakmu itu sangat bodoh karena cinta hah, dulu kakakmu mencintai manusia parasit dan tidak berguna dan menentang ayah bahkan menyakiti hati suaminya sendiri sampai Umar mau mengantarnya sendiri kesana, padahal laki-laki tidak jelas itu adalah manusia tidak pantas diperjuangkan sekarang kau melakukan hal yang sama dengan mau menjadi pelakor yang merusak rumah tangga sepupumu sendiri, kau gila". Hardiknya dengan penuh emosi.
Gibran melempar vas bunga sehingga berhamburan di lantai membuat kedua perempuan yang berpelukan itu ketakutan melihat amarah Gibran yang tak pernah mereka lihat itu.
"Jika kamu berani mengusik rumah tangga mereka, akan ku baut jamu menyesal Salwa, ayah lebih baik kamu benci untuk kebaikan daripada ayah membiarkan kamu menghancurkan rumah tangga orang lain, kamu bukan mencintai Ammar tapi terobsesi padanya". Ucap Gibran dengan amarah yang memuncak.
"Dan Rina pastikan anakmu ini tidak melanggar apa yang kukatakan, jika dia melanggar dia akan tahu berhadapan dengan siapa, dan satu lagi, keluarga Shofiyah bukan tandinganmu dan Ammar bisa menghancurkan karier mu dengan sekejap mata, begitupun dengan kami". Ucap Gibran meninggalkan keduanya yang menatapnya dengan pandangan nanar.
"Jangan membuat ayahmu marah nak, ibu tidak mau terjadi sesuatu pada keluarga kita, ayahmu benar keluarga kak Shofiyah bukan tandingan kita, dia sudah menjadi orang terkaya di provinsi ini dan mereka snagat berpengaruh, tolong nak". Ucap Rina dengan mengibah.
Salwa membuang muka tak ingin melihat wajah memelas ibunya kepadanya. ini pertama kalinya ibunya melakukan hal ini kepadanya.
"Jodohmu bukan nak Ammar nak, belajarlah mengikhlaskannya, Allah memberikanmu jodoh terbaik dimasa mendatang, kamu hanya harus mempersiapkan diri". Rina mengelus kepala sang anak dengan sayang.
"Apa aku bisa merelakannya ibu, aku sangat mencintainya sejak kami masih sekolah". Ucap Salwa menunduk dengan tangisan menyayat hati.
"Kamu bisa nak, berusaha lah, level tertinggi mencintai seseorang adalah mengikhlaskannya apalagi untuk kebaikan, Allah sudah menyiapkan jodoh terbaik untukmu jika kamu ikhlas dan bersabar nak, semua sudah jalannya". Rina kembali memeluk sang anak dengan sayang meluapkan kasih agar anaknya tak merasa sendirian.
Gibran yang tengah melangkah menuju ruangan kerjanya kini termenung didepan jendela raungan kerjanya itu. Kenapa nasibnya sama seperti anaknya mencintai orang yang bukan jodohnya.
Dulu dia begitu mencintai Shofiyah dan mereka sudah bersama sangat lama tapi ternyata mereka tak berjodoh, sekarang anaknya juga melakukan hal yang sama bedanya kini Shifa sang anak tua sudah menyadari kesalahannya dan menerima pernikahan itu dengan baik.
"Berikan jodoh terbaik untuk anak bungsu ku Ya Allah, dia mencintai orang yang bukan jodohnya, aku sangat tahu bagaimana perasaannya". Tangis Gibran pecah mengingat betapa rapuhnya dia dulu ketika kehilangan Shofiyah dalam kehidupannya.
Dia berterima kasih karena dia diberi istri yang sabar dan baik dan menerima segala kekurangannya selama ini, dan itu juga karena pilihan dari shofiyah.
"Kamu baik-baik saja kak?? Tanya Rina ketika berhasil menyusul sang Suami.
"Apakah ini karma bagiku karena dulu aku sangat susah melupakan cintaku pada Shofiyah?? Tanyanya dengan tatapan nanar.
"Itu bukan salahmu kak, semua yang telah terjadi sudah digariskan oleh Allah, sekalipun kita sesali, hidup harus terus berjalan". Rina menatap suaminya dengan penuh pengertian.
Dia juga merasakan hal yang sama ketika dirinya tak bisa berhenti mencintai Gibran ketika dia masih bersama Shofiyah, tapi cintanya tulus dan tidak memaksakan keadaan tapi ternyata Allah maha baik kepadanya dan memberikan orang yang dicintainya karena mereka memang berjodoh.
Sangat berbeda dengan anaknya yang penuh dengan obsesi, mereka sebagai orangtua harus menasehati dan menjaga anaknya untuk tidak melakukan hal yang tidak sepantasnya.
Apalagi pernikahan dan kisah mereka terjadi juga karena campur tangan Shofiyah yang membantu mereka dengan menjodohkannya.
"Tapi mengapa semua anakku harus merasakan apa yang aku rasakan dek". Tangis Gibran pecah dihadapan istrinya itu.
"Itu adalah proses pendewasaan diri kak, kita harus memeberikan mereka waktu menata hati mereka, kakak tahu sendiri sangat susah melupakan ornag yang kita cintai dengan sepenuh hati apalagi itu adalah yang pertama". Rina memeluk suaminya dengan erat membiarkan suaminya meluapkan semua perasaan yang dia rasakan.
"Kakak bisa lihat sendiri bagaimana kini Shifa menerima keadaan pernikahannya apalagi dia disambut baik dan hangat di keluarga Shofiyah, aku yakin Salwa juga akan mendapatkan keluarga yang baik seperti Shifa".
"Aku berharap seperti itu dek, tak ada yang lebih penting dan kelegaan saat tahu anak kita diperlakukan dengan baik oleh kelaurga suami nya.
Setelah ibunya Pergi Salwa hanya memandang lantai dengan kosong, hatinya hancur menerima segalanya, dia harus dipaksa untuk melepaskan cintanya yang dia pupuk selama beberapa tahun.
"Ya Allah apa yang harus kulakukan sekarang, tolong aku, aku sungguh mencintainya". Ucapnya menangis tersedu-sedu.
Dia berjalan gontai ke kamarnya dan berusaha menerima kenyataan, ayahnya benar, dia adalah seorang perempuan, tindakannya selama ini tidak pantas, bukan mendekat dia yakin Ammar malah akan jauh lebih ilfeel kepadanya jika melakukan tindakan memalukan seperti itu. Dirinya seakan lupa jika mar seorang yang memliki pengetahuan agama yang baik dan selalu menjaga dirinya