The Wife ( Istri Yang Teraniaya )
Suara tamparan terdengar di dalam rumah. Seorang ayah murka terhadap kelakuan putrinya dan seorang ibu menangis pilu meratapi takdir yang menimpa mereka.
Putri yang disayang, dimanja. Diberi segala apa yang dibutuhkan, malah mempermalukan nama baik keluarganya sendiri. Usia sang putri baru delapan belas tahun, tetapi sudah hamil di luar nikah.
"Pergi kamu dari sini! Anak sialan, tidak tahu diuntung!" ucap sang Ayah saking murkanya.
Sang putri yang bernama Kara hanya bisa menangis dan tertunduk mendengar kemarahan sang ayah. Nasi sudah menjadi bubur dan Kara tidak bisa mengembalikan waktu yang telah berputar.
"Saya akan tanggung jawab, Om," ucap sang pria. Kekasih dari Kara yang bernama Elno.
"Tanggung jawab! Kamu memang harus tanggung jawab!" Pria paruh baya itu tersengal-sengal menahan amarahnya.
"Sudah, Pa. Cukup," ucap sang Ibu.
"Kita kerja keras untuk menyekolahkan Kara. Memberi segalanya yang terbaik, tetapi dia malah mencoreng wajah orang tuanya sendiri."
Kara menangis tersedu. Rencananya selepas tamat sekolah menengah atas, Kara akan mendaftar di universitas ternama. Ia telah lulus tes, tetapi tidak disangka kejadian dua bulan lalu menyebabkan ia hamil.
Kedua orang tuanya sudah menyiapkan biaya pendidikan agar Kara menjadi wanita karir yang dapat membanggakan mereka. Namun nyatanya, bukan kebahagian yang Kara berikan, tetapi kotoran.
"Maafin Kara, Pa."
"Pergi kamu! Aku tidak sudi punya anak sepertimu!"
Sang ayah menyeret putrinya keluar. Dengan diiringi oleh tangis sang ibu. Sang ayah sudah kecewa berat. Impiannya telah dimusnahkan begitu saja.
"Maafkan kesalahan Kara, Pa."
"Diam kamu! Pergi dari sini. Mulai saat ini, kamu bukan anakku. Bukan bagian dari keluarga Handoko!"
"Ayo, Kara. Kita pergi dari sini," kata Elno.
"Sayang!" sang Ibu memeluk putrinya. "Maafkan papamu. Dia memang marah, tetapi kemarahannya akan reda. Jangan pergi, Nak."
"Mama!" Handoko menarik tangan istrinya. "Lupakan dia! Kara bukan lagi anak kita."
Handoko membawa istrinya masuk ke dalam rumah meski sang istri menolak. Pintu ditutup dengan dibanting. Kara semakin sedih karena kedua orang tuanya sudah tidak menganggapnya lagi sebagai seorang anak.
"Ayo kita pergi," kata Elno.
"Kita mau ke mana?" tanya Kara.
"Pulang ke rumah. Orang tuaku pasti akan menerima kita. Jangan takut, Sayang. Aku akan bersamamu selalu." Elno memeluk Kara dan juga mengusap perut kekasihnya.
Kara mengangguk, "Iya."
Kara dan Elno sepasang kekasih yang menjalin hubungan asmara dari mereka kelas dua sekolah menengah ke atas. Keduanya berbeda sekolah, tetapi lokasinya saling berdekatan.
Kesalahan fatal itu bermula saat keduanya lepas ujian kelulusan. Baik Kara dan Elno bersama-sama menghadiri acara yang dibuat oleh teman-temannya di pantai.
Kara meminta izin kepada orang tua untuk membuang segala kejenuhan. Berbagai alasan diberikan agar keduanya percaya bahwa putrinya akan menjaga kepercayaan yang diberikan. Namun faktanya, sang putri hanyut akan buaian dari sang kekasih.
Sekali mencoba, akhirnya menjadi ketagihan. Setiap bertemu, Elno dan Kara akan melakukan hubungan terlarang hingga kejadian tidak terduga, yaitu hamilnya sang kekasih.
"Ayo kita masuk," ajak Elno.
Rumah sederhana ini memang telah beberapa kali Kara kunjungi, tetapi kunjungan kali ini jelas berbeda. Keduanya datang untuk mengakui kesalahan dan berharap mereka segera dinikahkan.
"Ada Kara." Wanita dewasa tersenyum memandang teman wanita putranya. Ibu Elno tahunya Kara, adalah teman anak laki-lakinya. "Kara habis menangis?"
"Elno mau bicara pada Mama dan papa."
"Ada apa, Sayang. Ayo duduk. Mama panggil papa dulu."
Elno membawa Kara duduk di sofa sementara menunggu kedatangan sang ayah. Kara sangat gugup. Ketakutan melandanya, ia takut kedua orang tua Elno akan menolak kehadirannya.
"Ada apa, El?" tanya pria dewasa yang langsung duduk di sofa bersama sang istri di sampingnya.
"Kara hamil, Pa," ucap Elno.
"Hamil?" ulang Mama dan Papa Elno.
"Kara hamil anak Elno."
"Apa!? Kamu jangan bercanda," teriak sang ibu.
"Benar, Ma. Kara hamil anak Elno. Sudah mau jalan dua bulan."
Sang ibu beranjak dari duduknya. Ia menarik rambut Kara. "Wanita penggoda! Kamu pasti menggoda anakku!"
Kara meringis kesakitan. "Enggak, Bu. Kara enggak melakukan itu."
"Lepasin, Kara, Ma. Dia tidak salah apa-apa. Elno yang salah." Elno menggengam tangan sang ibu, tetapi mendapat tamparan dari sang ayah.
"Kalian tidak sadar dengan kesalahan yang kalian lakukan, hah! Astaga, Elnoo! Mau taruh di mana wajah Papa ini?"
"Maaf, Pa. Elno memang salah."
Sekali lagi tamparan mendarat di pipi Elno. "Apa kamu tidak berpikir saat melakukannya, hah? Kalian baru saja tamat sekolah. Mau dikasih makan apa bayi itu? Kalian pikir cari uang itu gampang apa? Apa ini yang kamu pelajari selama sekolah?"
"Elno khilaf, Pa."
"Pergi kalian dari sini! Kalian berani berbuat dan sekarang tanggung jawab sendiri akibatnya."
"Papa, anak perempuan ini yang menggoda anak kita."
"Tidak peduli! Mereka sama-sama salah. Sekarang pergi dari rumah ini. Kami tidak menerima kalian di rumah ini! Mulai saat ini, kamu, Elno. Bukan bagian dari keluarga Sanjaya."
"Pa, maafkan Elno. Tolonglah kami, Pa."
"Pergi!" ucap Sanjaya.
"Ayo, Kara. Kita pergi dari sini." Elno membawa Kara keluar dari rumahnya.
Entah ke mana lagi tujuan mereka sekarang. Orang tua sudah mengusir dan tidak menganggap mereka anak.
"Kita mau ke mana?" tanya Kara.
Elno menggeleng, "Entahlah. Naik saja. Kita cari dulu kontrakkan."
Kara memegang pundak kekasihnya untuk naik ke atas sepeda motor, dan Elno melaju keluar dari halaman rumahnya. Elno sendiri tidak tahu harus ke mana membawa kekasih yang sedang hamil. Namun yang pasti, mereka harus mencari rumah untuk berteduh.
"Kita makan dulu," kata Elno yang singgah di warung makan tepi jalan.
Kara duduk di kursi kayu sembari memandang kendaraan yang lewat. Elno datang menyodorkan sepiring nasi untuknya, tetapi Kara tidak bernapsu untuk makan apa pun.
"Anak kita perlu makan, Kara. Ayo makan," kata Elno.
Kara mengambil sepiring nasi yang disodorkan kekasihnya, lalu makan dengan lahap. Bersyukur kehamilan Kara tidak terlalu merepotkan, bahkan awalnya Kara tidak tahu ia hamil.
Kara yang curiga ia tidak datang tamu bulanan, akhirnya membeli test pack dan mengujinya sendiri. Test pack itu menunjukkan bahwa ia hamil, lalu sang kekasih yang tidak percaya, membawa Kara ke dokter kandungan yang membuka praktek pribadi. Sekali di USG, Kara memang hamil dan usianya memasuki dua bulan. Sore itu juga, selepas periksa Kara memberitahu orang tuanya dan akhirnya terusir.
"Kamu punya uang berapa?" tanya Elno.
"Tiga ratus ribu."
"Aku punya satu juta hasil bertaruh main game bersama teman. Kita akan cari kontrakan, lalu sisanya untuk kita menikah," kata Elno.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Yuli maelany
alaku mampir lagi kak
2023-10-15
0
Yuli maelany
aku lihat judulnya sama kisah part awal berasa gak nyangka karena d awal elno seolah lelaki bertanggung jawab....
2023-10-15
0
Rozekhien☘️
untung cowoknya tanggung jawab
2023-05-23
0