NovelToon NovelToon
Masa Kecil Bulan

Masa Kecil Bulan

Status: sedang berlangsung
Genre:Berondong / Nikahmuda / Duniahiburan / Kehidupan di Kantor / Slice of Life / Careerlit
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: yuliani fadilah

Sinopsis:
Cerita ini hanyalah sebuah cerita ringan, minim akan konflik. Mengisahkan tentang kehidupan sehari-hari Bulbul. Gadis kecil berusia 4 tahun yang bernama lengkap Bulan Aneksa Anindira. Gadis ceria dengan segala tingkahnya yang selalu menggemaskan dan bisa membuat orang di sekitar geleng-geleng kepala akibat tingkahnya. Bulbul adalah anak kesayangan kedua orangtua dan juga Abangnya yang bernama Kenzo. Di kisah ini tidak hanya kisah seorang Bulbul saja, tentunya akan ada sepenggal-sepenggal kisah dari Kenzo yang ikut serta dalam cerita ini.

Walaupun hanya sebuah kisah ringan, di dominan dengan kisah akan tawa kebahagian di dalamnya. Akan tetapi, itu hanya awal, tetapi akhir? Belum tentu di akhir akan ada canda tawa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yuliani fadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 8

"Oh, ternyata kamu Bul, yang teriak-teriak tadi!" ujar Maya, yang tak lain adalah Mamahnya si Eful. Kini terlihat sudah berdiri di daun pintu.

Bulbul dan Eful serempak mendongkak menatap orang yang berbicara.

Bulbul menampilkan deretan giginya. "Iya, Embul, Maful," sahut Bulbul. Memang gadis itu memanggil Mamahnya Eful dengan Mahful atau singkatan dari 'Mamah Eful'

"Yaudah, kalian mainnya yang anteng-anteng jangan pada berantem." pesan Maya dan beranjak kembali masuk ke dalam rumah.

"Udah dong Bul, jangan nyusu telus. Eful pengan liat ikan cupang Embul!" protes Eful yang sedari tadi hanya melihat Bulbul terus meminum susu kotaknya itu. Sampai sekarang hanya tersisa dua buah lagi dari enam yang gadis itu keluarkan dari tasnya. Mending kalo ia di kasih, lah ini hanya melihat dan mencicipi bekas gadis itu saja.

"Iya, bental, Pul! Tanggung cucu Embul cikit lagi!" sahut Bulbul, tangannya mengocok-ngocok susu kota itu yang mungkin sudah kosong.

"Bental Pul. Bulbul mau buang ini dulu," ucapnya lagi sambil menunjukan bekas susu kotaknya itu, dan gadis itu beranjak dari duduknya menuju tong sampah.

"Bul, kamu bawa ikan cupangnya di masukin kantong?" tanya Eful melihat-lihat ke arah tas milik Bulbul.

Bulbul mengangguk semangat sambil membuka rasleting tasnya yang lebih kecil. "Iya, dong, bial endak libet."

Eful menggaruk pipi kanannya. "Kok ailnya enggak tumpah sih, Bul," ujarnya sambil meneliti tas sohibnya itu.

Bulbul mengikuti apa yang di teliti oleh Eful. "Endak dong, Bulbul tadi culuh Mama buat pelatikin ailnya dulu," tutur Bulbul sambil mengeluarkan satu plastik air yang sudah di terikat, sehingga tidak tumpah.

Eful kembali menggaruk pipinya melihat Bulbul yang berkutat dengan tasnya itu, sambil mengeluarkan botol kaca khusus ikan cupang. "Telus ikan cupangnya mana, Bul?"

"Bental, Bulbul lagi nyaliin!" sewotnya sambil mengintip-ngintip isi tasnya.

"Emang kamu taluh dimana, Bul?" tanya Eful lagi, penasaran dari tadi Bulbul mengintip-ngintip terus tasnya itu.

Gadis itu terdiam sejenak, menatap Eful. "Tadi Bulbul, kelualin dulu ikannya dali sini," ujarnya sambil mengangkat botol kaca tempat ikan cupang itu tinggal. "Telus, Bulbul pindahin dulu ke keltas yang Bulbul ambil dali bukunya Bang Jojo." jelasnya pada Eful yang hanya menggaruk dagunya bingung.

"Belalti ikannya enggak di kasih ail dong Bul?" tanya Eful yang di angguku oleh Bulbul.

"Ikannya meninggal dong, Bul!"

Bulbul menghentikan kegiatannya yang tengah membuka sepenuhnya rasleting tasnya itu.

Bulbul terlihat berpikir sejenak. "Endak bakal dong, kan ci Malpuah uatt!" sahut Bulbul yakin.

Eful terlihat terdiam, "Masa si Bul, tapi kata Bang Ilham kalo ikan enggak di kasih ail bakal mati!"

Bulbul mengetukan jarinya di bawah bibir. "Buktinya waktu kemalin Bulbul endak kaci makan catu hali ci Cem cama ci Malpuah, endak mati kok, maca cekalang endak di kacih minum doang mati cih!" jelas Bulbul dan kembali melakukan aktivitas mencari ikan di dalam tasnya.

Eful mengangguk ragu. "Iya, juga ya, Bul." dan kembali menunggu Bulbul selesai menemukan ikan itu.

"Ada gak Bul?!" Eful ikut turun tangan, membantu mengobrak-ngabrik tas gadis itu.

"Ini bukan, Bul?" tanya Eful sambil menunjuk gukungan kertas kecil.

Bulbul tersenyum dan mengangguk, tangannya terulur merebut kertas itu dari tangan Eful. Dan segera membukanya.

"Kok gak gelak-gelak sih Bul!" ucap Eful heran, tangannya sambil mencolek-colek tubuh ikan itu. Namun, ikan tersebut sama sekali tidak ada pergerakan.

Bulbul berdecak kesal, "Mungkin ci Malpuah lagi tidul!" sahut Bulbul, mencoba untuk memasukan ikan itu ke botol kaca yang telah terisi air.

"Tuh, benel, kan dugaan Eful, ikan cupang Bulbul meninggal!" cowok itu melihat ikan itu mengambang di dalam botol tersebut.

Bulbul mencebikan bibirnya, menggoyang-goyangkan botol kaca itu guna membangunkan ikan cupang itu. "Endak, dia cuma tidul!"

Eful menghela napasnya pelan, "Meninggal, Bul! Itu buktinya enggak belenang!"

"Ihh! Epul boong, maca ci Malpuah meningal!" Bulbul berujar, menatap sendu ikan cupang itu yang mengambang di atas air.

"Apa sih, Bul. Eful enggak boong. itu buktinya ikan Embul endak belenang-belenang!" Anak laki-laki itu membela diri, orang apa yang di katakannya benar adanya.

Bulbul mencebikan bibirnya. "Telus, giana Epul, ikan Bulbul, enapa meningal! Mama!" Akhirnya tangisan gadis itu terdengar.

"Eh ... eh ... Embul jangan nangis," ucap Eful kutar-ketir. "Nanti Epul yang di tuduh karena buat nangis Embul sama Mamah!" sambung Eful, tak lupa jari telunjuknya diletakan di depan bibirnya.

Tanpa mendengar apa yang di larang Eful, tangisan Bulbul semakin menjadi, apalagi melihat ikannya itu belum juga ada pergerakan.

"Ikan Embul, enapa menigal ...! Abang!" ucap gadis itu terisak dengan mata sedikit terpejam.

Eful menggaruk belakang kepalanya bingung. Apa yang harus ia lakukan. "Sssuutt ...! Embul, diem jangan nangis!"

Bulbul mengelap airmatanya di bibirnya, yang sedikit lagi akan masuk ke dalam mulutnya. "Mama, Bulbul au pulang! Ikan Embul menigal!"

Eful berdecak kesal, matanya melirik-lirik ke arah dalam rumahnya. Takut jika Maya datang dan memarahinya karena di kira menjahili Bulbul. "Udah diem Bul, ikan nya udah meninggal juga!"

"HUAAAA!" bukannya meredakan tangisanya, gadis itu malah semakin kencang menangis apalagi mendengar ucapan Eful.

Eful mengerjapkan matanya terkerjut mendengar tangisan Bulbul semakin kencang. "U--udah Bul. Jangan nangis, kata Mamah Eful jadi anak jangan cengeng, gak baik nanti Embul gak ada yang mau nemenin!"

"HUAAAA ...! E--PUL AHAT!" Tangis Bulbul semakin histeris.

"BULBUL, MAU PULANG!"

Eful semakin gelisah, melihat Bulbul malah tambah mengencangkan tangisannya.

"Kenapa, Pul?" tanya Ilham yang sudah berdiri di daun pintu sambil mengucek-ngucekkan matanya.

Eful menaikan tatapanya, dan berdiri dari duduknya sedikit mendekat ke arah Ilham.

Eful menggelengkan kepalanya. "E--enggak tau."

"BULBUL MAU PULAG!" pekik gadis itu masih setia dengan acara menangisnya.

"Kenapa, Ham?!" tanya Maya pada Ilham yang baru saja datang dari dalam. Wanita itu segera keluar karena mendengar tangisan seseorang.

"Gak tau, Abang baru dateng," sahut Ilham.

Maya beralih menatap Eful. "Kenapa Ful, kamu jailin Bulbulnya?!"

Eful memilin ujung bajunya, dengan segera ia menggelengkan kepalanya cepat. "E--enggak, kok!"

Maya menghela napasnya pelan. Dan berjalan menghampiri Bulbul yang masih menangis. "Kata Mamah juga apa kalo main jangan pada berantem!" omel Maya sekilas menatap Eful yang hanya menundukan kepalanya. Memang Emak-emak kebanyakan begitu, selalu menyalahkan dulu anaknya sendiri, mau anaknya itu salah mau enggak, tetap begitu.

Maya membantu Bulbul untuk berdiri. "Embul kenapa?"

"HUAAA ... EMBUL AU PULANG!" ujar Bulbul setengah berteriak.

Maya meringis mendengar Bulbul berteriak. "Iya-iya, Embul pulang. Em ... dianterin sama Bang Ilham, yah?"

"Sekarang beresin dulu barang-barang Bulbul, gih," sambung Maya seraya memasukan apa saja yang dikeluarkan Bulbul tadi.

``````

Di sepanjang perjalanan pulang mengantarkan Bulbul kerumahnya. Gadis yang di pangku oleh Ilham itu masih setia dengan tangisannya.

"Assalamualaikum?" salam Ilham berdiri di luar teras tetangganya itu.

"Assalamualaikum? Permisi," ujarnya lagi sambil melongok-longok ke rumah itu.

"Wa'alaikumsalam. Iya sebentar!" sahut seseorang dari dalam.

"Eh, Ilham. Bulbul kenapa?" tanya Winda berjalan dari depan pintu utama menghampiri Ilham serta Bulbul yang menangis digendongan Ilham.

Ilham terlebih dahulu menyerahkan Bulbul pada Winda. "Em ... lham kurang tau, Tan, tiba-tiba nangis," sahut Ilham sambil menggaruk tangannya.

Winda tersenyum dan mengangguk mengerti. "Yaudah, makasih Ya, Ham, udah nganterin Bulan."

Ilham mengangguk sopan. "Iya, sama-sama Tan. Kalo gitu saya pamit pulang."

"Iya, makasih Ham, sekali lagi," ujar Winda.

Kemudian setelah Ilham tak terlihat lagi, Winda berjalan masuk kedalam rumah. Menurunkan Bulbul dari gendongannya dan menyuruhnya untuk duduk.

"Kenapa Bul?" tanya Winda, tangannya terulur menyusal mata anaknya itu.

Bulbul masih sesenggukan. " Ikan Bulbul, menigal!" sahut Bulbul tak lupa bibirnya mencebik seperti kebanyakan jika anak-anak menangis.

Winda menyernyit, "Kenapa?"

Bulbul mengambil tasnya dan mengeluarkan ikan peliharaannya dari dalam sana.

"Ata Epul. Kalo ... ikannya endak di macukin ke dalam ail bakal menigal ...," ucap Bulbul sambil menunjukan ikan yang masih ada di kertas itu.

Winda menghela napasnya kasar. "Dimana-mana kalo ikan gak di masukin ke dalam air pasti mati Bul!" jelas Winda. "Emangnya kamu gak masukin ke dalam air apa?!"

Bulbul menggeleng mengusap hidungnya yang sudah memerah. "Bulbul, kan micahin ailnya ... bial endak libet tumpah, ental kalo di macukin ke tas, Embul!"

"Air yang kamu suruh buat Mama plastikin?" tanya Winda.

Bulbul mengangguk, yang membuat Winda menghela napasnya kasar dan terduduk di karpet berbulu, pusing dengan kelakuan anaknya itu.

"Telus giana, Mama!" rengeknya menggoyang-goyangkan tangan Winda.

Winda kembali menghela napasnya lelah. "Kubur sana!"

Bulbul mengangguk, kemudian mengusap hidungnya yang mengeluarkan ingus, dan beranjak dari duduknya membawa ikan itu.

"Kamu mau kemana?!" tanya Winda menghentikan langkah anaknya itu.

Bulbul masih terisak kecil. "Ata Mama, suluh kubul ikannya," Bulbul menyahuti.

Winda menatap malas anaknya itu. "Padahal gue cuman becanda!" ujar Winda bergumam pelan.

"Yaudah, sana-sana. Sekalian nanti manggrib adain tahlilan!" ujar Winda sambil mengibaskan tangannya.

Bulbul mengangguk. "I--iya." Dan kembali melanjutkan langkahnya.

Winda menyandarkan punggungnya ke sofa, menatap kepergian anaknya itu. "Ciaelah, malah di iyain lagi!"

`````

Bulbul tengah berada di kebun belakang bersama Kenzo. Gadis itu memaksa Kenzo untuk membantu menguburkan ikannya padahal remaja itu sudah menolaknya, dengan alib ingin mengerjakan tugas, tapi dasar Bulbul keras kepala.

"Yakin mau di kubur nih! Ini mah, dikasih kucing aja Bul, biar gak ribet!" ujar Kenzo berjongkok di ikuti Bulbul.

"Jangan kacian Abang!"

Kenzo berdecak, namun segera menggali tanah sebesar badan ikan yang Bulbul punya.

Tak perlu butuh waktu lama hanya memerlukan beberapa menit akhirnya jadi. Kenzo beranjak dari jongkoknya dan duduk di teras belakang rumahnya.

"Kita kain kapanin dulu yeh, biar pro!" ujar Kenzo menyobekan lap milik Winda.

Bulbul hanya menyaksikan apa yang tengah di lakukan Abangnya itu.

Lalu Kenzo mengambil sebuah kardus yang sudah tak terpakai dan menyobekkannya sedikit.

"Biar gak ilang entar kalo jiarah dimana ikannya di kubur, kasih tanda yah, Bul!" ujar Kenzo sambil memulai menulis sesuatu di sobekan kardus itu.

Bulbul hanya mengangguk menyetujui apa yang di lakukan Kenzo.

"Namanya saha, Bul?" tanya Kenzo.

"Malpuah, Bang!"

Kenzo berdecak, "Namanya jelek bener Bul, kasi nama yang bagus kek! Enjel kek, Bianka kek!"

"Usianya berapa, Bul?"

Bulbul terdiam sejenak, lalu ngenggelengkan kepalanya tidak tahu.

"Ciaelah!" sewot Kenzo, kembali menulis apa yang ia mau.

"Anjay, cakep gak Bul? Keratip bener, kan Abangmu ini yang guanteng!" ujar Kenzo memuji dirinya sendiri sambil melihat hasil karyanya itu.

Sementara, Bulbul hanya berjongkok sambil menopang dagunya melihat apa yang dibuat Abangnya itu.

1
yuliani fadilah
hallo
Amai Kizoku
Saya suka sekali sama cerita ini, ayo cepat update lagi biar saya gak kesal.
★lucy★.
terharu banget pas adegan romantisnya, ini the best story ever ❤️
Jennifer Impas
Gaya penulisanmu sungguh memukau, thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!