NovelToon NovelToon
LOVE ISN'T LIKE A JOKE

LOVE ISN'T LIKE A JOKE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintamanis / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Office Romance / Slice of Life
Popularitas:975
Nilai: 5
Nama Author: Yhunie Arthi

Ayuni dan kedua temannya berhasil masuk ke sebuah perusahaan majalah besar dan bekerja di sana. Di perusahaan itu Ayuni bertemu dengan pria bernama Juna yang merupakan Manager di sana. Sayangnya atasannya tersebut begitu dingin dan tak ada belas kasihan kepada Ayuni sejak pertama kali gadis itu bekerja.

Namun siapa sangka Juna tiba-tiba berubah menjadi perhatian kepada Ayuni. Dan sejak perubahan itu juga Ayuni mulai mendapatkan teror yang makin hari makin parah.

Sampai ketika Ayuni jatuh hati pada Juna karena sikap baiknya, sebuah kebenaran akan sikap Juna dan juga teror tersebut akhirnya membawa Ayuni dalam masalah yang tak pernah ia sangka.

Kisah drama mengenai cinta, keluarga, teman, dan cara mengikhlaskan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yhunie Arthi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5. DEKAT?

...“Tak ada kata yang tak mampu terucap,...

...tak ada cinta yang tak mampu dielak....

...Demi ruang dan waktu yang terikat...

...Ada apa denganmu?”...

Teriakan dan juga seruan terdengar sejak pagi, mungkin lebih tepatnya sejak tiga hari lalu. Semua orang tidak henti berlalu lalang dalam ruang kecil ke ruangan lain atau dari meja kerjanya menuju tempat dalam kepentingan urusan mereka. Semua yang bisa duduk diam di depan komputer, kini seperti orang kebakaran jenggot.

Sudah nyaris dua minggu aku bekerja di Queen Magazine, terkadang aku juga mendapatkan pekerjaan dari teman-teman kerjaku, membantu segala keperluan mereka. Seperti yang saat ini kukerjakan, entah sudah berapa kali aku membawakan barang-barang untuk pemotretan. Aku masih beruntung karena hanya membantu, jika dilihat yang lain pekerjaan mereka jauh lebih runyam dan menghabiskan banyak tenaga. Dan kopi adalah penawar terbaik atas kelelahan mereka, bahkan bisa kulihat Mbak Dewi telah menenggak dua gelas kopi sejak ia hadir di meja kerja pagi ini. Sepertinya asupan kafein sangat membantu untuk konsentrasi, stamina, dan juga menghilangkan sakit kepala selama pekerjaan bak pacuan kuda.

Minggu ini majalah bulanan perusahaanku akan terbit karena itu semua orang pasti berpusing ria atas pekerjaan mereka yang menuju deadline. Masing-masing tim benar-benar memikirkan apa yang harus mereka lakukan, memertanggung jawabkan pekerjaan yang akan menjadi umpan balik bagi majalah yang mereka buat. Membuat satu majalah yang layak untuk dibaca orang-orang di luar sana, perjuangannya luar biasa besar. Baik dalam bentuk fisik maupun dalam bentuk digital.

“Ayuni, tolong cek artikel ini. Kalau udah sempurna kirim ke Tim Publish dan bilang ini untuk foto Fashion Navy 56,” suruh Mbak Dewi yang langsung bergegas pergi entah kemana setelah memberikan berkas kepadaku.

Kukerjakan apa yang harus kukerjakan. Karena sudah cukup lama di sini, aku tidak perlu lagi bertanya perihal apa yang harus kulakukan dalam setiap tim.

Setelah menyelesaikan apa yang disuruh, aku kembali ke mejaku. Bisa kulihat mejaku kembali penuh dengan tumpukan kertas dan majalah, seakan jika mejaku kosong dan rapih adalah hal yang tidak biasa. Menemukan trial dan error dalam artikel atau pun bahan majalah lainnya adalah salah satu tugasku. Memastikan kalau semuanya sempurna tanpa ada cacat sedikit pun.

“Ayuni?”

Bisa kutebak siapa yang memanggilku, dari suaranya dan nada bicaranya yang sok akrab siapa lagi kalau bukan pria usil yang setiap saat selalu punya cara untuk mengerjaiku.

“Apa?” tuntutku tanpa melihat ke arahnya.

“Ayo makan siang, ini udah lewat satu jam dari isthirahat,” ajak Andre yang santai duduk di pinggir meja kerjaku dan memainkan segala kertas atau pun benda di sana.

“Duluan aja, kerjaan gue tanggung,” jawabku tanpa menghentikan aktivitasku. Tidak ingin sampai kehilangan konsentrasi saat fokus menemukan setiap kesalahan huruf dan kata pada kalimat yang akan terpasang dalam majalah nantinya.

“Oh, ayolah. Laper nih, laper. Tadi, gue liat menu di kantin ada cumi bakar, itu pasti enak," bujuknya dengan wajah dibuat semelas mungkin, walau ia tidak sadar kalau justru terlihat menyebalkan ketika dilihat.

“Nggak tertarik," jawabku.

“Dih, masa iya gue makan sendirian." ucapnya.

“Tinggal makan apa susahnya, tadi katanya laper.” Kurasa sebentar lagi akan muncul tantrum tidak jelasnya seperti biasa.

“Tapi, kalau ada temen kan makannya jadi seru,” protesnya.

“Bilang aja minta traktir," tuduhku.

“Oh, sorry, nggak mungkin orang mempesona kayak gue ini minta dibayarin.” Dengan percaya diri ia mengatakan hal itu, membuatku ingin muntah. Langsung saja aku memelototinya, dan seperti biasa ia tertawa karena berhasil membuat emosiku meningkat.

Padahal entah berapa kali ia memintaku mentarktirnya makanan-makanan kecil yang ia inginkan, karena jika aku tidak menurutinya ia tidak akan diam. Benar-benar seperti toddler saja, herannya aku tidak bisa marah atau pun kesal dengan sikapnya itu. Mungkin karena ia juga sering sekali membantuku setiap kali aku ada kesulitan dalam pekerjaan. Walau dengan tingkah abnormal-nya yang seolah melekat sempurna di tabiatnya.

“Jadi, mau makan siang?” tanyanya lagi, entah sudah keberapa kalinya dalam beberapa menit.

“Nggak mau,” jawabku cepat.

“Kalau gitu gue beliin kopi ya, biar nggak ngantuk.” Tumben ia baik.

“Kopi? Boleh.” Siapa yang bisa menolak hal itu terutama di saat penat seperti ini, membayangkan meminumnya dan menyesap aromanya saja sudah menjanjikan.

“Oke, uangnya?” Tangannya terulur ke arahku.

“Hah? Bukannya lo yang bayar?” Aku mulai curiga sekarang.

“Siapa bilang? Gue bilang cuma beliin bukan bayarin.”

Lagi-lagi aku mendelik padanya. Ia memang pria langka yang hidup di dunia ini, padahal ia pekerja yang hebat dan memiliki banyak uang. Tapi, herannya kenapa ia justru hidup seperti pengemis jika bersangkutan denganku.

Mau tak mau aku mengeluarkan uang, pecahan lima puluh ribuan untuk membayar kopi yang ia tawarkan sebelumnya. Jika bukan karena ia terlalu banyak membantu pekerjaanku, aku pastilah tidak akan bisa bersikap sabar padanya.

“Ini, kopi hitam jangan yang lain,” kataku mengingatkan.

“Siap, kalau gitu kopi hitam satu dan latte satu,” ujarnya.

“Latte? Bukannya gue bilang cuma kopi hitam aja?” Otakku seketika lambat berpikir karena ucapannya barusan.

“Tentu saja Latte untuk gue, dah.”

Belum sempat aku mengumpat dan berteriak padanya, Andre sudah melarikan diri keluar dari ruangan. Lagi-lagi aku tertipu olehnya, ia selalu punya cara agar aku membayarkan makanannya. Kurasa di kehidupan sebelumnya aku berhutang banyak padanya sampai aku harus berhadapan dengan sikap menyebalkannya itu, terutama berurusan dengan uang.

Aku kembali bekerja, berusaha fokus agar tidak melakukan kesalahan dan memakan waktu lama karena masih banyak pekerjaan yang menunggu. Lagi pula kulihat Rini dan Dini sedang sibuk dengan kerjaan mereka, bahkan Rini yang sibuk mengurusi percetakan tidak terlihat sejak jam sepuluh pagi tadi.

Sebuah tangan terulur dari belakang, membuatku kaget saat tidak tahu kalau ada orang. Kurasa aku terlalu fokus hingga rasanya jantungku nyaris melompat keluar saat sebuah suara memanggilku.

“Bos Juna?” Aku terkejut karena atasanku itulah yang memanggilku. “Ada apa? Apa ada yang harus saya kerjain?” tanyaku seraya menenangkan jantungku karena kaget tadi.

Ia menggelengkan kepala. Senyum kecil terulas pada parasanya, hal yang sudah kutemui sejak hari pertamaku di sini. Sejak kejadian dengan perempuan bernama Sarah itu, Bos Juna jadi jauh lebih ramah dan mudah tersenyum jika tidak banyak orang di sekitar kami ketika ia membuka pembicaraan denganku. Rasanya aku bisa bekerja dengan damai sekarang tanpa harus takut akan tatapan dan nada dinginnya di awal pertemuan kami sebagai karyawan baru waktu itu. Mengingatnya saja membuatku kembali merinding.

Bukannya menjawab ucapanku, Bos Juna justru menaruh sesuatu di atas mejaku.

“Apa ini, Bos?” tanyaku bingung.

“Makan siang kamu. Seharusnya kamu nggak ngelewatin makan siang, liat udah jam berapa ini. Karyawan yang lain udah makan siang semua, kenapa kamu justru nggak?” cerocosnya yang justru membuatku tidak bisa berkata apa-apa. “Kalau alasan kamu karena kerjaan kamu belum selesai saya nggak terima. Jadi, makan sekarang atau saya nggak izinin kamu makan siang selama seminggu,” lanjutnya dengan nada begitu lembut walau terdengar tegas.

Belum sempat aku membalas ucapannya, Bos Juna sudah beranjak pergi. Aku benar-benar tidak mengerti kenapa Bos Juna selalu bersikap seperti itu kepadaku—baik. Aku berani bersumpah kalau aku tidak pernah melihat ia melakukan hal begitu istimewa kepada karyawan yang lain. Dan ini entah kenapa membuatku tidak tenang.

Atau aku yang tidak tahu kalau Bos Juna adalah atasan yang baik. Ia sering sekali mengingatkanku agar tidak lupa untuk makan atau hal-hal kecil lainnya. Bos Juna bersikap lebih ramah setelah aku mengantarkanku pulang saat harus lembur kerja atas kurang tanggapnya aku dan dirinya atas pekerjaan yang harus di selesaikan saat itu. Walau kuakui bagaimana bisa sikapnya berubah sangat drastis seperti itu, padahal aku ingat sekali pandangan Bos Juna ketika melihatku di hari pertama seakan ia ingin membunuhku.

Mungkinkah karena aku terlalu gugup saat itu jadi berpikir macam-macam padahal tidak terjadi sama sekali. Berpikir kalau Bos juga memiliki attitude yang kurang baik padahal ia biasa saja dan aku justru yang berlebihan karena terlalu sensitif.

Kuambil makan siang yang bisa kuduga Bos Juna pesan dari tempat makan cepat saji. Tidak mungkin aku mengembalikannya setelah diancam seperti tadi.

Andre ribut ketika ia melihat aku mengunyah makanan saat ia datang dengan kopi yang dibelikannya. Ia berisik dan mengatakan hal tidak jelas hanya karena aku makan sendiri di sini dan tidak mengindahkan ajakannya untuk makan bersama. Tak jarang aku berteriak dengan suara kencang karena ucapan jahil dan sikap tantrum bak anak kecil. Orang-orang atau teman kerjaku di ruangan ini tidak lagi terkejut ketika mendengar aku berteriak, karena mereka tahu siapa penyebab aku melakukan tindakan menganggu itu. Mereka tidak marah karena mereka mengerti kalau sifat kekanakan Andre memang suka membuat orang emosi, kurasa mereka semua sudah pernah kena usilan Andre sebelum aku datang.

“Saya nggak tahu kalau kalian sedekat itu.”

Sebuah suara mengagetkanku lagi ketika Andre dengan mudahnya merangkul pundakku dan mengajakku makan malam bersama di warung pinggir jalan yang menurutnya enak. Sejak tadi ia tidak diam dan terus merengek meminta agar ditemani ke sana, dan merangkul seperti ini sudah menjadi kebiasannya ketika ia mencoba membujukku.

Namun, sepertinya hal itu justru menjadi hal tidak baik saat ini. Aku tidak tahu sejak kapan Bos Juna memerhatikan kami berdua. Ada kilatan marah dan tidak suka dalam matanya ketika ia menatap kami bergantian. Tangannya yang terlipat di dada dengan tangan tergepal menunjukan kalau mood-nya berubah menjadi buruk.

“Tentu saja kami dekat, Bos. Dia ini teman sejiwa saya, hanya dia yang mengerti hati ini,” ujar Andre tanpa tahu situasi, berlagak mendramatisir di depan atasan, ia benar-benar sudah tidak waras.

Dengan keras kupukul tangan Andre yang masih bergelayut di pundakku, menjauhkan dirinya agar tidak membuat salah paham. “Saya tidak dekat dengannya,” celetukku.

“Auw. Kamu jahat banget. Padahal hubungan kita udah kayak abang dan adek, kalau kamu ngomong kayak itu aku nggak akan pernah traktir kamu lagi,” akunya.

“Siapa yang mentraktir siapa, hah?!” seruku tanpa sadar akan kondisiku.

Dengan cepat aku melihat ke arah Bos Juna, menyesal karena lepas kendali di depannya. Aku merutuk diriku sendiri atas apa yang kulakukan, kuharap aku tidak dalam masalah setelah ini.

“Ayuni, ikut saya keluar untuk referensi artikel majalah. Bawa kamera kamu,” katanya tanpa menghilangkan nada kesalnya ketika ia berjalan meninggalkan ruangan. Dan sudah pasti aku harus mengikutinya saat ini.

Kurasa ini akan lebih buruk. Bersama dengan atasanku dengan mood tidak baik, salah sedikit saja bisa menjadi masalah besar. Kuharap aku selamat hari ini dari kemarahannya.

1
aca
lanjut donk
Yhunie Arthi: update jam 8 malam ya kak 🥰
total 1 replies
aca
lanjut
Marwa Cell
lanjut tor semangatt 💪
Lindy Studíøs
Sudah berapa lama nih thor? Aku rindu sama ceritanya
Yhunie Arthi: Baru up dua hari ini kok, up tiap malam nanti ☺️
total 1 replies
vee
Sumpah keren banget, saya udah nungguin update tiap harinya!
zucarita salada 💖
Akhirnya nemu juga cerita indonesianya yang keren kayak gini! 🤘
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!