Rahasia besar dibalik persaingan dua kedai yang bertolak belakang dalam segala hal.
Saat yang nampak tidak seperti yang sesungguhnya, saat itu pula keteguhan dan ketangguhan diuji.
Akankah persaingan itu hanya sebatas bisnis usaha, atau malah berujung pada konflik yang melibatkan dua sindikat besar kelas dunia?
Bagi yang suka genre action, kriminal, mafia, dengan sentuhan drama, romansa dan komedi ringan, yuk.. langsung di klik tombol "mulai baca"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 6
"Ryuu!", jerit Akita tertahan.
"Aku juga sudah melihatnya!", hanya itu sahutan yang Ryuu berikan.
Akita jelas merasa khawatir. Bagaimana mungkin dua kelompok itu mengeroyok seorang wanita yang hanya ingin menjalankan usahanya?
Apa istimewanya kedai ini sampai kedua orang penting dari kelompok-kelompok itu datang, di saat yang bersamaan pula?
Dan lihatlah, si pemimpin Genovese bahkan terlihat lebih agresif. Kesamaan nama belakang ternyata tak menjadikan tenggang rasa di antara mereka. Apakah dia tak khawatir kalau-kalau Sofia adalah saudara dengan garis keturunan yang dekat dengannya? Bukankah itu sama artinya dia menzalimi keluarga sendiri?
Tiba-tiba mata si Genovese mengarah padanya. Tatapan tajamnya membuat Akita sedikit ciut. Setelah itu ia berbicara sesuatu pada Sofia, kemudian pada si Gambino yang kini ikut menatap pada Akita.
"Akita...!", giliran Ryuu menjerit tertahan.
"Sudah kubilang palingkan wajahmu dari mereka. Kau benar-benar tak bisa menahan diri!", bentak Ryuu dengan suara pelan, tapi jelas wajahnya kini sudah berubah kesal.
Ryuu kemudian berdiri dan menarik tangan Akita sebagai isyarat untuk segera mengikutinya.
"Tolong sampaikan ucapan terima kasih kami pada Nona Genovese, kami tak ingin mengganggunya", ucap Ryuu pada pelayan pendamping mereka.
"Tentu saja tuan", sahutnya dengan senyum yang dipaksakan.
Akita dan Ryuu kemudian melangkah keluar kedai itu.
"Jangan menoleh pada mereka Akita", Ryuu mengingatkan.
Dan kali ini Akita menurut.
Berbeda dengan mereka berdua, nyatanya kedua kelompok itu malah menatap mereka seolah ada magnet yang membuatnya tak bisa lepas dari pergerakan Akita dan Ryuu. Sampai akhirnya mereka berdua masuk ke dalam kedai.
Sesaat setelah mereka masuk, Ryuu menyeret Akita menuju lantai dua tempat tinggalnya. Abe dan karyawan lain hanya menatap bingung ulah kedua orang itu.
"Akita!", kini jeritan Ryuu terdengar nyaring bahkan terdengar sampai lantai bawah, membuat yang ada di sana saling pandang.
"Apa yang kau lakukan hah? Kenapa kau membentakku?!", Akita menatap tajam, tak terima dengan perlakuan Ryuu yang dia anggap sudah lancang.
"Kau masih tak mengerti? Dasar tak berpengalaman. Kelakuanmu tadi sudah membuatku takut setengah mati. Tak cukup hanya mengkhawatirkan Nona Genovese dan karyawannya, kau malah membuatku harus mengkhawatirkan dirimu dan kedai kita juga", Ryuu tak peduli meski dianggap lancang.
"Apa maksudmu? Apakah karena aku melihat ke arah mereka? Bukankah pengunjung yang lain juga melakukannya?", tanya Akita.
"Aku tak peduli dengan mereka, mereka bukan urusanku. Kau adalah urusanku! dan tolong jangan membuatku dalam masalah hanya karena perbuatanmu yang tak perlu", Ryuu melotot, kemudian berlalu menuju lantai satu.
Akita menghembuskan nafas kasar lalu duduk di sofa dan menatap jendela yang mengarah ke jalan. Ia kemudian berdiri lagi, mendekat ke jendela itu dan mengintip ke luar. Tentu saja ke arah kedai seberang. Dilihatnya kedua kelompok itu tengah memasuki mobil mereka. Sementara Sofia berdiri kaku mengantar mereka dengan kedua tangan terpaut. Akita bisa membayangkan kengerian yang dialami wanita itu, dan itu membuatnya iba.
********
Akita datang ke kedai lebih awal karena hari ini ada peristiwa penting yang menurutnya harus diamati dengan cermat. Apalagi kalau bukan mulai beroperasinya kedai seberang.
Tapi ini masih terlalu pagi, tentu saja tak ada pergerakan apapun yang bisa tertangkap matanya.
"Akita... Tak kan ada orang yang berniat makan pasta dan pizza untuk sarapan. Karena itulah mereka takkan membuka kedainya sepagi ini", Abe merasa terganggu dengan sikap Akita yang menurutnya terlalu sering mengamati kedai itu.
"Menurutmu, pukul berapa mereka mulai buka?", Akita akhirnya kembali ke dapur.
"Mana kutahu? Bukankah kau dan Ryuu yang kesana kemarin? Apa kau tidak menanyakannya pada mereka?", Abe malah balik bertanya.
"Untuk apa aku menanyakannya? Itu hanya akan memberi kesan kalau aku menganggap kedai mereka sesuatu yang penting".
"Bukankah memang begitu kenyataannya? Kalau tidak mana mungkin kau bolak-balik seperti serdadu yang tengah berpatroli seperti tadi", Abe malah menjadi bingung dengan ucapan Akita, tak sesuai dengan perilakunya.
Akita menatap sinis pada Abe yang dia anggap menyudutkannya.
"Dengarkan aku. Kedai itu bukan sesuatu yang bisa kau anggap remeh. Kau belum melihat bagaimana isinya kan? Tak merasakan betapa lezatnya hidangan mereka, iya kan? Asal kau tahu, kalau kita tak melakukan sesuatu, siap-siap saja menutup kedai ini untuk selamanya", ucapan Akita seolah menggambarkan betapa besarnya dampak kekalahan yang bisa mereka tanggung.
"Kau terlalu berlebihan, seperti seorang paranoid. Kukira setiap orang punya selera masing-masing, jadi untuk apa kau takut kehilangan pelanggan? Lain cerita kalau mereka juga membuka kedai seperti milik kita. Itu baru masalah", Abe sama sekali tak terlihat khawatir, bahkan mie yang sedang ia buat terlihat begitu sempurna.
Akita geram, paranoid? Abe tentu saja salah besar. Kecemasannya terukur, dan jelas beralasan. Setiap orang memang punya selera masing-masing. Tapi bukankah ada saatnya seseorang harus mengikuti selera orang lain dengan alasan, kalah suara misalnya? Sepertinya Abe tak memahami hal seperti itu, sifat lugunya malah membuat ia berpikir pendek.
"Kyaaa....!!", tiba-tiba Ryuu menjerit, mendapati sesuatu yang lembut dan berbulu melintas di sela kakinya.
Wajahnya menegang, matanya melotot ngeri, dan tubuhnya menguncup menahan geli yang terasa menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Kenapa dia ada di sini hah!", Ryuu murka.
Akita duh nasibmu terancam
Akita malah bersyukur ada goncangan di pesawat, dapat pelukan tangan...
😘😘😘
👍👍👍
😄😄😄
😅😅😅
Ryuu sudah sangat bosan dengan genre romansa, saatnya genre HOROR & Baku Hantam ...!!!
Setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya...
Jadi kena juga !!!!