Aruna, namanya. Gadis biasa yatim-piatu yang tidak tau darimana asal usulnya, gadis biasa yang baru memulai hidup sendiri setelah keluar dari panti asuhan di usianya yang menginjak 16 tahun hingga kini usianya sudah 18 tahun.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sandri Ratuloly, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
tujuh belas
Keesokannya, Tama sekeluarga benar-benar datang menemui Aruna. Tama jelas uring-uringan, dia sebenarnya gak mau ikutan tapi ayahnya mengancam akan menghapus nama Tama dari kartu keluarga dan ahli waris anak tunggal. Tama jelas tidak mau, apalagi melihat bundanya yang terus memohon-mohon agar Tama mengalah.
Dan di sinilah mereka sekarang, dirumah pemilik kos yang ditempati Aruna. Ibu kos– Artika, menatap bingung kedatangan tiga orang di rumahnya.
"Kalau saya boleh tau, kedatangan ibu dan bapak kesini ada keperluan apa, ya? " Artika bertanya dengan sopan, setelah Sarah datang mengantarkan minuman untuk tamu dadakan yang tidak dikenali, dia ikut duduk disamping ibunya.
"Kedatangan kami di sini ingin menemui, Aruna. Bu. " jawab Jaedan dengan lugas.
Artika dan Sarah sontak saling bertatapan dengan bingung. Namun, Artika tetap menyuruh Sarah untuk memanggil Aruna di kosnya, beberapa hari ini Aruna tidak masuk kerja karena muntahan hebat di alami-nya.
"Ada urusan apa ya pak sama, Aruna? Aruna gak mungkin ada utang sama kalian, kan?"
Jaedan sontak menggeleng kepalanya, "Tidak, Aruna tidak memiliki utang apapun sama saya. Ada sedikit masalah yang dilakukan anak saya dan itu berkaitan dengan Aruna, jadi kedatangan kami disini ingin menyelesaikan masalah tersebut. "
Artika ingin bertanya, ada urusan apa mereka dengan Aruna. Namun, bertepatannya dengan Aruna yang datang, masuk ke ruang tamu bersama Sarah di sampingnya.
"Aruna. Sini, nak. Ada yang mencari kamu. " Artika menepuk sofa disampingnya, meminta Aruna untuk duduk disebelahnya.
Aruna yang belum melihat wajah Tama tampak masih biasa-biasa saja, hanya sedikit kebingungan tercetak diwajahnya saat tau kalau ada yang mencari dirinya. Seingatnya, Aruna tidak memiliki masalah apapun dengan seseorang.
Namun, saat dirinya duduk di sebelah Artika. Matanya tidak sengaja bersi-tatap dengan Tama, karena tadi saat masuk ke ruang tamu, pandangannya hanya tertuju pada pasangan suami-istri disebelah Tama, hingga posisi Tama yang tertutup dari tubuh orangtuanya tidak dilihat langsung oleh Aruna.
Aruna menundukkan kepalanya, pikirannya berkecamuk akan kedatangan Tama bersama kedua orangtuanya disini, apalagi matanya tak sengaja melihat Tama yang menatapnya begitu dingin dan tajam.
"Kamu Aruna? " tanya Jaedan, basa-basi. Dia sudah mencari tau secara detail perempuan yang sudah di hamili anaknya, "Kamu kenal dia disebelah saya ini? Dia anak saya satu-satunya, Tama. " pertanyaan Jaedan dibalas anggukan kepala dari Aruna.
Jaedan menghembuskan nafas, tatapan tidak pernah lepas dari Aruna yang terus menundukkan kepalanya. Jaedan bukan tidak tau, bahwa Tama disebelahnya terus menghunus tatapan tajam pada Aruna.
"Saya langsung saja menyampaikan maksud dari kedatangan kami di sini menemui kamu. "
"Yah–
Protesan Tama tak diidahkan. Jaedan kembali menyampaikan maksud kedatangan mereka di sini. " Saya ingin kamu menikah dengan Tama. "
Artika dan Sarah melototkan mata mereka, terkejut akan ucapan tamu yang tidak di ketahui.
"M-maksudnya apa ya, pak? Aruna masih kecil, gak mungkin dia mau di nikahkan–
" Aruna tengah hamil sekarang. " Jaedan memotong ucapan Artika, Aruna yang mendengar semakin menundukkan kepalanya takut. "Saya ingin mempertanggung jawabkan perbuatan yang sudah dilakukan anak saya karena sudah memperk*sa Aruna hingga sekarang tengah hamil cucu saya. "
Artika marah, tentu saja. Apalagi mendengar bahwa Aruna sudah diperk*sa hingga hamil, kejadian bulan lalu saat Aruna sakit yang terus muntah-muntah. Kembali berputar, saat itu Aruna bukan sakit karena lambungnya kambuh seperti Aruna katakan, tapi karena perempuan itu sedang hamil.
"Saya berikan semua keputusannya kepada Aruna, saya mungkin tidak ada hak apapun untuk ikut campur. Tapi, sebagai seorang perempuan dan Aruna yang sudah saya anggap sebagai anak sendiri, saya marah atas kelakuan bej*t yang telah dilakukan anak anda pada Aruna. Aruna bisa saja trauma karena perbuatan kej* itu. " pungkas Artika, sebisa mungkin menekan rasa ingin menampar pipi Tama karena sudah dengan kurang ajarnya memperk*sa Aruna.
Aruna mengangkat sedikit kepalanya untuk menatap penuh terharu Artika, dia tidak menyangka akan mendapatkan kata-kata pemenang dai Artika yang membelanya. Dari semua kehidupan susah dialaminya, Aruna bersyukur masih banyak orang tersayang yang mendukung dan membantunya.
"Anak saya akan bertanggung, bu. Tama akan menikahkan Aruna, bertanggung jawab juga terhadap anak di kandungan Aruna. " final Jaedan, tidak ingin mendengar bantahan Tama di sebelahnya.
Tama menghembuskan nafas panjang, situasi seperti sudah tidak memungkinkan dirinya untuk menolak. Maksudnya, Tama bukan berniat untuk tidak bertanggung jawab pada Aruna, tapi nanti. Saat ini hatinya masih bertaut pada Alana, apalagi mereka belum putus, hanya perkataan sepihak dari Alana yang belum dikonfirmasi pasti olehnya.
•••••••
Tama membawa Aruna pergi jauh dari rumah Artika– dimana para orangtua masih mendiskusikan acara pernikahan dadakan Tama dan Aruna yang akan dilaksanakan seminggu kedepan.
Sarah juga menghubungi Arjun dan ibunya, mereka juga sudah menganggap Aruna sebagai keluarga sendiri, hal besar seperti ini harus di beritahukan.
"Soal ucapan gua tempo lalu, gua minta maaf ya. " ujar Tama, raut penuh penyesalan tercetak diwajahnya, mengingat perkataannya yang menuduh Aruna hamil dengan laki-laki lain.
Masih dengan menundukkan kepalanya, "Gapapa kok.Wajar kamu pasti kaget dengar kalau aku hamil anak kamu, apalagi posisinya kamu udah punya pacar. Aku minta maaf ya, karena kehamilan aku ini membuat kita harus di paksakan menikah, aku minta maaf juga karena sudah menjadi penghancur hubungan kamu sama Alana. Dia pasti sakit hati banget karena tau aku hamil anak kamu, tapi kamu gak perlu khawatir, setelah anak ini lahir nanti, kita bercerai saja, aku masih sanggup kok untuk mengurus anak ini sendiri. " katanya, merasa bersalah karena kehamilannya ini membuat hubungan harmonis kesayangan semua orang itu kandas karenanya.
Tama membelalak matanya mendengar kata cerai yang keluar dari mulut Aruna. "Bercerai? " tanyanya memastikan pendengarannya.
Aruna mengangguk cepat, "Iya, biar kamu bisa hidup bahagia bersama Alana. Kamu pasti udah rencanakan membawa hubungan kamu bersama Alana ke jenjang lebih serius nantinya. Aku gak mau jadi penghalang hubungan kalian, setelah kita menikah nanti, kamu masih bisa kok berhubungan lagi dengan Alana, kalau kalian saling menjauh, aku merasa bersalah sekali. "
Aruna yang malang, disini kamu yang sebagai korbannya. Tidak perlu meminta maaf yang bukan kesalahan kamu, di sini yang lebih dirugikan adalah Aruna, perempuan itu murah hatinya masih membiarkan Tama berhubungan dengan Alana.
Tama, entah karma apa yang akan mendatangi kamu kelak nanti, karena sudah membuat perempuan sebaik Aruna diposisikan serumit ini.
•
•
•