NovelToon NovelToon
Pesan Masa Lalu

Pesan Masa Lalu

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Identitas Tersembunyi / Mengubah sejarah / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:764
Nilai: 5
Nama Author: aaraa

Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.

Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.

Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Foto Keluarga

Perpustakaan kota lama ternyata lebih megah dari yang mereka bayangkan. Setelah renovasi dua tahun, bangunan bergaya kolonial itu tampak seperti baru, meski tetap mempertahankan ornamen-ornamen klasiknya. Kinanti, Reza, dan Nadia mengikuti langkah Prof. Handoko menyusuri lorong-lorong yang masih sepi – keuntungan bisa masuk sebelum pembukaan resmi.

"Kita punya akses khusus sebelum pembukaan resmi minggu depan," Prof. Handoko menjelaskan sambil mengeluarkan sebuah kunci dari sakunya. "Keuntungan menjadi konsultan sejarah untuk renovasi gedung ini."

Mereka masuk melalui pintu samping. Interior perpustakaan masih tercium bau cat baru bercampur aroma kayu tua. Di bagian tengah ruangan, sebuah tangga spiral megah menghubungkan lantai dasar dengan lantai atas.

"Menurut koordinat dalam surat," Reza membuka catatannya, "kita harus ke ruang arsip di sayap timur."

Ruang arsip terletak di ujung koridor panjang. Berbeda dengan bagian lain perpustakaan yang sudah modern, ruangan ini seperti zamrud yang belum diasah – masih penuh debu dan kardus-kardus yang belum dibuka.

"Ini area yang belum direnovasi," jelas Prof. Handoko. "Semua dokumen dan arsip lama disimpan di sini selama renovasi berlangsung."

Nadia mulai memotret ruangan, sementara Kinanti mengeluarkan kunci kuningan yang mereka temukan.

"Apa yang sebenarnya kita cari, Profesor?" tanya Nadia sambil memotret detail arsitektur bangunan.

"Berdasarkan kode dalam surat-surat itu," Prof. Handoko berhenti di depan sebuah pintu kayu berukir, "seharusnya ada ruangan khusus di sekitar sini."

Reza mengamati ukiran di pintu tersebut. "Ini... mirip dengan pola di kunci yang kita temukan!"

Kinanti mengeluarkan kunci kuningan dari tasnya, menyerahkannya pada Prof. Handoko. Dengan hati-hati, profesor memasukkan kunci itu ke lubang kunci yang hampir tak terlihat di antara ukiran. Terdengar bunyi 'klik' pelan, dan pintu terbuka perlahan. Ruangan di balik pintu itu tidak terlalu besar, tapi dipenuhi dengan lemari-lemari arsip tua. Reza segera mengambil kunci kuningan setelah semua orang masuk, sehingga pintu mulai tertutup kembali.

"Lihat pola cahaya UV di kunci kemarin," Reza menunjuk ke salah satu sudut ruangan. "Bentuknya mirip dengan ukiran di panel kayu itu."

Mereka mendekati panel yang ditunjuk Reza. Prof. Handoko mengarahkan senter UV-nya, dan benar saja – pola yang sama muncul berpendar dalam gelap.

"Bantu aku menggeser lemari ini," pinta profesor. Reza dan Kinanti bergabung mendorong lemari besar yang menutupi sebagian panel. Di baliknya, mereka menemukan sebuah ceruk tersembunyi.

"Hati-hati," Prof. Handoko mengulurkan tangannya ke dalam ceruk, mengeluarkan sebuah album foto tua yang terbungkus kain beludru merah.

Mereka duduk melingkar di lantai. Dengan hati-hati, profesor membuka album tersebut. Halaman pertama memperlihatkan sebuah foto hitam putih yang sudah menguning – foto sekelompok orang berpakaian resmi yang berdiri di depan gedung perpustakaan ini.

"Tunggu," Kinanti mendekatkan wajahnya ke foto. "Ini... ini kakek buyutku!" ucap Kinanti setelah mengingat foto seseorang yang juga ada di rumah eyang Karso.

"Dan ini kakek buyutku," tambah Reza, menunjuk pria muda yang berdiri tegap dengan seragam militer.

Prof. Handoko mengangguk. "Mereka berdua adalah sahabat dekat, sama-sama pejuang kemerdekaan. Tapi..." dia terdiam sejenak, "tidak banyak yang tahu bahwa hubungan mereka tidak berakhir baik."

"Apa maksudnya?" tanya Kinanti dan Reza hampir bersamaan.

Profesor membalik ke halaman berikutnya. Foto-foto menunjukkan berbagai kegiatan – rapat-rapat rahasia, latihan militer, hingga acara-acara keluarga. Di setiap foto, kakek buyut Kinanti dan Reza selalu terlihat berdampingan.

Serangkaian foto setelahnya menunjukkan aktivitas di perpustakaan dari tahun ke tahun. Namun, di foto-foto selanjutnya, kakek buyut Kinanti dan Reza tidak pernah lagi terlihat bersama.

"Tahun 1936 adalah masa yang sulit," Prof. Handoko mulai menjelaskan. "Ada perbedaan pandangan tentang bagaimana mengelola dan menyimpan dokumen-dokumen sensitif selama masa perjuangan."

"Kakek buyutmu, Kinanti, berpendapat bahwa semua dokumen harus dibuka untuk umum – untuk pembelajaran sejarah," profesor melanjutkan. "Sementara kakek buyutmu, Reza, meyakini bahwa ada dokumen-dokumen yang harus tetap dijaga kerahasiaannya."

Kinanti dan Reza saling pandang. Ini pertama kalinya mereka mendengar tentang konflik ini.

"Perpecahan itu menjadi sangat dalam," Prof. Handoko membalik ke halaman berikutnya. "Sampai akhirnya kakek buyutmu, ayah Kartika, mengundurkan diri dari perpustakaan." Jelas Profesor sembari mengarahkan pandangan ke Kinanti.

"Tapi kenapa?" tanya Kinanti, suaranya bergetar.

"Bapak kurang paham mengenai hubungan antara Kartika dengan Kakek Reza. Yang bapak tahu, mereka menjadi lebih dekat setelah terjadi perpecahan antara kakek buyut kalian. Sepertinya mereka berdua berusaha untuk menyatukan kembali kedua keluarga.” Jelas Profesor Handoko sembari membuka halaman berikutnya.

Foto berikutnya menampilkan Kartika bersama sekelompok pejuang, termasuk kakek dan juga kakek buyut Reza, berdiri di depan sebuah bangunan yang kini menjadi perpustakaan.

"Ini diambil seminggu sebelum Kartika menghilang," jelas Prof. Handoko. "Dan lihat ini..." Dia membalik ke halaman berikutnya, menunjukkan foto yang tampak diambil diam-diam.

Foto itu menampilkan Kartika sedang memberikan sebuah bungkusan kepada kakek buyut Reza, dengan latar belakang malam hari. Di belakang foto, tertulis tanggal 24 November 1946.

"Dua hari sebelum dia menghilang," Kinanti berbisik.

"Dan sehari sebelum surat untuk Sariasih," tambah Reza.

Prof. Handoko menghela napas panjang. "Ada yang perlu kalian ketahui," katanya serius. "Perpecahan antara kedua keluarga kalian... bukan hanya tentang cara mengelola dokumen."

Dia membalik ke halaman terakhir album. Sebuah foto yang tampak diambil secara sembunyi-sembunyi menunjukkan pertemuan tegang antara Kartika dengan kakek buyut Reza.

"Kartika menemukan sesuatu," profesor melanjutkan. "Sesuatu yang sangat penting hingga dia memutuskan untuk menghilang demi melindunginya. Kakek buyutmu, Reza, adalah satu-satunya yang tahu rencana Kartika. Tapi kakek buyut Kinanti menganggap ini sebagai pengkhianatan karena putri sulungnya menghilang tidak lama setelah bertemu kakek buyut Reza."

"Karena itukah keluarga kami berselisih?" tanya Kinanti.

"Ya, dan lebih dari itu. Sistem kunci dan surat rahasia yang masih aktif hingga sekarang... semuanya adalah bagian dari rencana Kartika. Dia menciptakan dua jaringan berbeda sebagai sistem pengaman. Satu dokumen tidak akan bermakna tanpa dokumen dari jaringan lainnya."

"Dan fakta bahwa kalian berdua dipertemukan sekarang, dengan wajah Kinanti yang begitu mirip dengan Kartika, mungkin bukan kebetulan."

Kinanti menatap foto Kartika lama-lama. Sosok dalam foto itu balas menatapnya, seolah memberi isyarat dari masa lalu. Di sampingnya, Reza juga mengamati foto tersebut dengan seksama.

"Profesor," kata Kinanti akhirnya. "Apa yang sebenarnya ditemukan Kartika? Apa yang begitu penting hingga dia rela mengorbankan segalanya?"

Prof. Handoko menutup album foto dengan hati-hati. "Untuk menjawab itu, kita perlu menemukan semua kunci dan membuka semua gembok. Kartika telah merencanakan semuanya dengan sangat hati-hati. Dan mungkin, sudah saatnya rahasia ini terungkap."

Tiba-tiba selembar kertas usang terjatuh dari album foto tersebut.

"Ini petunjuk lokasi berikutnya," kata profesor setelah membaca tulisan tersebut. "Dan sepertinya... mengarah ke rumah keluargamu, Kinanti."

"Rumah Eyang Karso?" Kinanti terkejut.

"Ya," Prof. Handoko mengangguk. "Sepertinya, meski kedua keluarga kalian berselisih, mereka tetap terhubung dalam usaha menjaga rahasia ini. Mungkin..." dia menatap Kinanti dan Reza bergantian, "sudah waktunya kedua keluarga ini bersatu kembali untuk mengungkap misteri yang lebih besar."

Kinanti dan Reza saling pandang lagi, kali ini dengan pemahaman baru. Konflik masa lalu keluarga mereka ternyata menyimpan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.

"Kita harus menemukan kebenaran," kata Reza mantap. "Bukan hanya untuk keluarga kita, tapi juga untuk sejarah yang belum terungkap."

Malam mulai turun di kota tua itu. Di ruang arsip perpustakaan yang remang-remang, Kinanti, Reza, dan Nadia saling berpandangan. Mereka tahu, pencarian mereka baru saja dimulai. Dan di suatu tempat, tersembunyi dalam lorong-lorong sejarah, jawaban tentang hilangnya Kartika masih menunggu untuk ditemukan.

"Jadi," Nadia menutup buku catatannya, "kita ke rumah Eyang Karso sekarang?"

"Tidak hari ini," Prof. Handoko menggeleng. "Kita perlu waktu untuk mencerna semua ini. “ Lanjutnya seraya menatap Kinanti dan Reza dengan serius.

Saat mereka bersiap meninggalkan perpustakaan, Kinanti merasakan beban baru di pundaknya. Bukan hanya tentang misteri yang harus dipecahkan, tapi juga tentang luka lama antar keluarga yang mungkin perlu disembuhkan. Di sampingnya, Reza terlihat sama tertekannya. Mereka berdua tahu, petualangan mereka baru saja menjadi jauh lebih personal dari yang mereka duga.

Matahari mulai condong ke barat ketika mereka keluar dari perpustakaan. Kinanti menggenggam erat album foto di tangannya, sementara Reza memegang peta tua pemberian profesor. Nadia sibuk menyortir foto-foto yang dia ambil, mencari petunjuk tersembunyi dalam setiap detail.

Misteri ini semakin dalam, dan entah bagaimana, Kinanti merasa bahwa takdir telah mempertemukannya dengan Reza bukan tanpa alasan. Mungkin memang sudah saatnya luka lama itu diungkap dan disembuhkan.

1
Rezzy Ameliya
semangat selalu kaaa, terimakasih sudah mampir
Iramacinta
kak keren banget dilanjut terus ya karyanya...❣️❣️❣️
mndnll
keren kak ceritanyaa bagus sekalii semangat kak
salsa
bagus banget ceritanya aku suka /Scream/
Kandi
like
Riiiiee
yeayyy akhirnya ketemu
TENANG
keren ceritanya semngat terus melanjutkan ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!