(INI KISAH ZAMAN DULU DIPADUKAN DENGAN ZAMAN SEKARANG YA)
"Emak sama Bapak sudah memutuskan jika kamu akan menikah satu bulan lagi dengan laki-laki pilihan Bapak kamu, Niah," Aku lantas kaget mendengar ucapan Emak yang tidak biasa ini.
"Menikah Mak?" Emak lantas menganggukkan kepalanya.
"Tapi umurku masih kecil Mak, mana mungkin aku menikah di umur segini. Dimana teman-temanku masih bermain dengan yang lainnya sedangkan aku harus menikah?" Ku tatap mata Emak dengan sendu. Jujur saja belum ada di dalam pikiranku untuk menikah apalagi d umur yang masih dikatakan baru remaja ini.
"Kamu itu sudah besar Niah, bahkan kamu saja sudah datang bulan. Makanya Bapak dan Emak memutuskan agar kamu menikah saja. Lagian kamu juga tidak sekolah, jadi tidak ada masalahnya jika kamu menikah sekarang. Menikah nanti pun tidak akan ada bedanya dengan sekarang karena, sama-sama menikah saja akhirnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Indah Yuliana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 22
ISTRI 13 TAHUN
22
Pajajar yang semula ingin turun dari motornya tidak jadi karena dirinya sadar saat ini bukan waktu yang epat untuk bertamu ke rumah Suniah. Apalagi beberapa hari lagi dirinya akan menikah dengan Suniah. Tidak etis rasanya bertamu ke rumah calon istri dimana saat ini mereka sama-sama menunggu hari pernikahan.
Kenapa Pajajar belum mengambil waktu cuti pernikahan, itu karena dirinya memilih cuti nanti saat hari kedua sebelum pernikahan itu terjadi. Biar nanti setelah acara ada waktu beberapa hari untuknya beristirahat.
****
"Kenapa baru pulang Jaja? bukanlah kamu harusnya sudah dari dua jam yang lalu sampai di rumah?" Rosiati mendekati putra keduanya itu menatap bingung karna nini kali pertamanya sangat para pulang telat sehabis mengajar.
"Tadi aku jalan-jalan sebenar Bu, rasanya aku cukup lelah juga seharian mengajar makanya memilih cari angin dengan motor."
"Besok-besok jangan kayak gini lagi Jaja. Sebentar lagi kamu akan menikah dan hanya tinggal menghitung jari. Juga pamali kata orang tua zaman dulu. Ibu juga tidak mau kamu kenapa-napa nantinya sebelum pernikahan kamu terjadi."
"Iya Bu, maafkan aku," Rosiati hanya mengangguk singkat.
Hendro menyeruput segelas kopi kesukaannya ditemani goreng pisang panas buatan sang istri. Mumpung hari ini hujan di tambah cuaca lumayan dingin cocok untuk menemani waktu santai Hendro.
"Dek, kamu lagi mikirin apa?" Hendro menatap sang istri bingung.
"Aku tidak memikirkan apa-apa Mas, aku hanya sedang membayangkan jika nanti saat kita sudah punya menantu di tambah lagi punya cucu pasti rasanya sangat bahagia. Dan aku juga tidak pernah menyangka jika pada akhirnya Pajajar yang lebih dahulu berumah tangga. Padahal sebelum pembicara pernikahan ini aku berharap Jaka yang lebih dahulu memberikan kita seorang menantu."
"Semuanya sudah takdir Allah, Dek. Kita hanya bisa berharap yang terbaik buat ketiga putra kita. Masalah siapa yang lebih dahulu menikah itu tidak penting Dek. Toh pada akhirnya mereka juga pasti akan memiliki pasangan masing-masing. Memaksakan kehendak biar Jaka juga segera menikah tentu saja tidak bisa, apalagi kita tahu sendiri gimana sifat anak sulung kita itu, Dek,"
Rosiati mengangguk membenarkan ucapan suaminya. "Iya kamu benar Mas, semoga saja dalam waktu dekat juga Jaka segera menikah," Hendro mengusap kepala istrinya lembut sembari memberikan ciuman pada pipi sang istri.
"Mesra-mesraan tidak tahu tempat ini Ayah sama Ibu, kalau mau gitu ya di dalam kamar jangan di sini. Apalagi di rumah ada anak-anak Ayah sama Ibu apalagi di jam-jam segini," Mulyo yang baru saja datang langsung mencomot satu goreng pisang yang masih mengepulkan asapnya.
"Apaan sih kamu Mulyo, lagian Ayah juga cuman mencium pipi ibu tidak lebih." Wajah Rosiati bersemu merah. Meskipun dirinya bisa dibilang tidak lagi muda, bukan berarti dirinya dan suaminya ikut berjiwa tua. Usia tua boleh tapi tetap berjiwa muda itu penting.
"Benar kata Ibu kamu Mulyo, lagian Ayah juga tahu tempat kalau untuk hal lebih. Tidak mungkin Ayah akan mencontohkan hal buruk untuk anak-anak, ayah."
Mulyo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Heheheh iya Ayah, maafkan aku,"
"Kamu kapan mau ambil cuti Jaja? beberapa hari lagi kamu sudah akan menikah dan ayah lihat sampai hari tadi kamu masih saja datang ke sekolah untuk mengajar." Pajajar yang hendak mengambil satu gorengan di piring menghentikan tangannya.
"Dua hari menjelang pernikahan aku akan ambil cuti Ayah, lagian kalau terlalu cepat ambil cuti nanti setelah acara juga cepat akan masuk lagi ke sekolah dan waktu istirahat ku jelas akan sangat berkurang. Apalagi pernikahan ini bukan acara sederhana saja tapi, acara yang lumayan meriah. Otomatis tenagaku nanti akan cukup terkuras." ungkap Pajajar.
"Hhmm, baiklah kalau memang itu yang kamu mau,"
TBC