~ Dinar tak menyangka jika di usianya yang baru tujuh belas tahun harus di hadapkan dengan masalah rumit hidupnya. Masalah yang membuatnya masuk ke dalam sebuah keluarga berkuasa, dan menikahi pria arogan yang usianya jauh lebih dewasa darinya. Akankah dia bertahan? Atau menyerah pada takdirnya?
~ Baratha terpaksa menuruti permintaan sang kakek untuk menikahi gadis belia yang pernah menghabiskan satu malam bersama adiknya. Kebenciannya bertambah ketika mengetahui jika gadis itu adalah penyebab adik laki lakinya meregang nyawa. Akankah sang waktu akan merubah segalanya? Ataukah kebenciannya akan terus menguasai hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
6
Sebelum turun dari mobil Baratha berkali kali menghembuskan nafasnya kasar, seperti ada beban berat yang sedang ingin ia singkirkan dari dalam hatinya. Datang ke mansion ini hanya akan mengingatkannya pada penderitaan ibunya.
Istri kedua atau ibu dari Krisna masih hidup dan tinggal di tempat ini. Selama hidupnya Baratha enggan berbicara atau bahkan bertemu dengan wanita itu. Bahkan sampai saat ini dia belum mengenal seperti apa sosok ibu dari mendiang saudara laki lakinya.
Tapi jika mendengar cerita Krisna dulu, istri kedua ayahnya adalah wanita pendiam, dan seluruh hidupnya hanya difokuskan untuk mengurus keluarga. Tipe wanita rumahan, bukan wanita karir seperti ibunya.
Langkahnya terhenti ketika dua pria datang menghampirinya.
"Maaf Tuan, tapi sementara kami tidak bisa menerima tamu karena kami sedang berduka."
"Aku tahu," jawab Bara singkat dan kemudian kembali melangkah, tapi satu tangan penjaga sudah menahan pundaknya. Wajar jika orang orang di mansion ini tidak mengetahui siapa dirinya karena dia memang tak pernah menginjakkan kakinya disini.
Tapi tetap saja Bara tak pernah suka penolakan!
"Maaf sekali lagi Tuan, tapi kami sedang tidak bisa menerima tamu!" ujar sang penjaga dengan intonasi yang mulai meninggi. Bara mencekal kuat tangan yang sudah berani menyentuhnya, tadi ia diam hanya karena tak ingin membuat keributan ditempat ini.
"Apa yang kalian lakukan...."
Suara lembut seorang wanita membuat ketiga pria itu menoleh hampir bersamaan. Sang penjaga menurunkan tangannya dan kemudian berdiri menghadap sang wanita dengan menundukkan kepalanya.
"Nyonya Wening....maaf,"
"Dia putraku, jangan pernah menghalangi jalannya lagi. Dia adalah cucu pertama keluarga Wirabumi."
Para penjaga menatapnya sekilas, tapi kemudian langsung menundukkan wajah mereka.
"Maafkan kami Tuan Muda," ujar mereka serempak.
Wanita bernama Wening itu berjalan mendekat dan berdiri tepat di depan Bara, dua sudut matanya berlinang ketika melihat wajah yang seperti enggan menatap dirinya.
"Akhirnya kau datang," lirih Wening menatap wajah pria muda didepannya, dengan melihat sosok Baratha ia seperti sedang melihat dua sosok sekaligus, mendiang suami dan putranya.
Rambut kecoklatan dan mata hijau emerald Barata memang sama dengan Amy Maven, ibunya. Tapi sorot tajam, kontur wajah dan postur tubuh putra sulung Wirabumi itu sama persis dengan Whisnu ataupun Krisna. Wening bahkan bisa merasakan aura dingin suaminya sama persis dengan pria muda didepannya.
"Aku hanya ingin mengantarnya untuk terakhir kali. Aku kakaknya," ujar Bara tak menolak ketika tiba tiba Wening memeluk dan menangis di dadanya. Ada rasa iba dihatinya, tapi ia tak boleh lemah! Dia tak akan menjadi dekat dengan wanita yang mengambil kebahagiaan ibunya.
Baratha hanya berdiri mematung ketika istri kedua ayahnya itu menumpahkan semua kesedihannya. Hingga kemudian wanita itu diam dan melepas pelukannya. Wening sepertinya baru menyadari jika Baratha menjaga jarak dengannya.
"Maaf, ibu kelepasan Nak. Ayo masuk kita tunggu di dalam, mereka akan segera membawa Krisna pulang. Kakekmu ingin Krisna ada di rumah ini untuk terakhir kalinya sebelum di kebumikan."
Bara mengikuti langkah Wening yang sudah terlebih dulu melangkah didepannya. Matanya nanar dengan satu bibir terangkat sinis ketika melihat sebuah foto keluarga yang terpasang diruang depan.
Semua anggota keluarga Wirabumi ada disana, tentu saja kecuali dia dan ibunya.
"Ibu ingin minta maaf padamu..." Wening memulai pembicaraan ketika mereka sudah duduk di ruang depan. Ada banyak hal yang ingin ia katakan pada putra sulung Whisnu Wirabumi di depannya.
"Maaf, tapi aku tidak ingin membahas ini sekarang."
"Tap...." Wening tidak melanjutkan kata katanya ketika Malik dan Anom masuk dari ruang depan dan berjalan ke arah mereka. Baratha tampak langsung berdiri tegak, tapi tetap diam ditempatnya Tanpa bermaksud menyambut sang tuan rumah.
"Selamat siang Tuan Malik Wirabumi, maaf jika kedatangan saya mengganggu ketenangan anda."
"Saya rasa anda harus belajar menghormati kakek anda Tuan Muda Bara."
Malik mengangkat satu tangannya ketika mendengar Anom yang sudah tersulut emosinya melihat sikap cucu pertamanya.
Bagi Anom sikap terlalu formal itu malah seperti sebuah ejekan.
Malik sendiri yang menjadi mentor Anom dalam hal apapun, jadi dia sangat mengenal watak pria muda itu. Anom Wijaya dibentuk untuk melindungi keluarga ini, dan saat ini Malik tahu jika jauh di lubuk hatinya Anom sangat merasa bersalah karena tak bisa menjaga Krisna.
"Kakek? Siapa yang anda maksud dengan kakek Tuan Anom? Hanya ada Tuan Besar Wirabumi disini!" sahut Bara penuh penekanan, dia seperti tak mendengar suara lirih Wening yang memanggil namanya. Bara tahu jika istri kedua ayahnya sedang mengingatkannya.
Dua sorot mata pria beda generasi itu saling mengunci, dengan tatapan yang sulit di artikan. Tapi suasana tegang itu seketika berubah ketika beberapa pria berseragam putih datang dengan membawa jenasah Krisna.
"Kita bicarakan hal ini nanti lagi, yang terpenting sekarang adalah pemakaman adikmu...."
Beberapa pria berseragam putih masuk dan membawa jenasah Krisna yang sudah ada di dalam peti.
"Ya Allah sayang...."
"Krisna...."
tidak pernah membuat tokoh wanitanya walaupun susah tp lemah malahan tegas dan berwibawa... 👍👍👍👍
💪💪