Bukan salah Anggun jika terlahir sebagai putri kedua di sebuah keluarga sederhana. Berbagai lika-liku kehidupan, harus gadis SMA itu hadapi dengan mandiri, tatkala tanpa sengaja ia harus berada di situasi dimana kakaknya adalah harta terbesar bagi keluarga, dan adik kembar yang harus disayanginya juga.
"Hari ini kamu minum susunya sedikit aja, ya. Kasihan Kakakmu lagi ujian, sedang Adikmu harus banyak minum susu," kata sang Ibu sambil menyodorkan gelas paling kecil pada Anggun.
"Iya, Ibu, gak apa-apa."
Ketidakadilan yang diterima Anggun tak hanya sampai situ, ia juga harus selalu mengalah dalam segala hal, entah mengalah untuk kakak ataupun kedua adik kembarnya.
Menjadi anak tengah dan harus selalu mengalah, membuat Anggun menjadi anak yang serba mandiri dan tangguh.
Mampukah Anggun bertahan dengan semua ketidakadilan karena keadaan dan situasi dalam keluarganya?
Adakah nasib baik yang akan mendatangi dan mengijinkan ia bahagia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon YoshuaSatrio, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ENAM
Air mata anggun kembali menggenang di sudut matanya setelah mendengar pertanyaan lugas dari sang ibu yang terlihat sangat khawatir. Anggun kembali mengusap peluh dan air matanya, sebisa mungkin ia tak ingin ibunya menyadari kegelisahannya.
Di saat yang sama, terdengar suara sepeda motor ayahnya Anggun memasuki halaman rumah.
"Sepertinya Ayah sudah pulang, Bu ... aku akan membuka pintu." Anggun berusaha mengalihkan pembicaraan, segera meninggalkan dapur untuk menyambut sang ayah.
Bu Maryani mengernyitkan dahi, "Apa badannya masih sakit karena jatuh tadi? Apa ada luka yang serius, sampai ngangkat dandang aja terguling?" gumam lirih Bu Maryani seraya mengambil gelas bersih untuk membuatkan teh bagi suaminya.
"Baru pulang, Yah ...," sambut Anggun setelah membuka pintu. Tampak wajah kuyu dan lelah sang ayah, membuat hatinya semakin tak tega untuk menyerahkan surat tagihan dari sekolah.
"Eh, putri Ayah belum tidur ... kok masih pakai celemek?" sahut pak Hendra, ayahnya Anggun.
"Masih bantuin ibu beberes di dapur, Yah." Anggun berjalan mengiringi sang ayah setelah kembali mengunci pintu rumah.
"Istirahat, udah belajar belum? Biar ayah yang melanjutkan membantu Ibu." Begitu teduh ucapan pak Hendra semakin membuat Anggun menghormati sang ayah.
"Sudah belajar tadi seharian katanya mengerjakan tugas kelompok di rumah Thalia, pulangnya aja sampai Maghrib loh, Yah," sahut Bu Maryani mendahului Anggun. "Nih, teh nya diminum dulu, sambil nunggu air hangat buat mandi, Ibu baru merebusnya."
Pak Hendra menerima gelas teh dari sang istri lalu duduk di meja makan, sedangkan Anggun melanjutkan pekerjaannya.
Pak Hendra menyeruput teh buatan sang istri, lalu menghela napas, "Keluarga Thalia itu terlalu baik, terkadang ayah sedikit tak enak jika kamu terlalu sering bermain ke sana."
"Memangnya apa salahnya? Anakmu juga nggak pernah melakukan hal aneh di sana," sahut Bu Maryani seraya merendam pakaian kotor.
Pak Hendra kembali menghela napas, "Iya, aku percaya sama anak-anakku, tapi rasanya sungkan kalau bapak ketemu ayahnya Thalia di tempat kerja."
"Loh, memangnya kenapa? Mau bagaimana lagi, memang kita sudah terlalu banyak berhutang budi padanya, asalkan Ayah bekerja rajin dan jangan sampai melakukan kesalahan, pasti tak akan membuat PaK Nikolas kecewa nanti."
"Aku juga nggak sering-sering amat ke rumah Thalia kok Yah, cuma kalau ada tugas kelompok saja," sahut Anggun tak ingin ayahnya khawatir, meski Anggun tak paham apa yang membebani pikiran sang ayah.
"Nggun, kamu istirahat saja, sini biar Ayah yang melanjutkan."
"Tinggal dikit kok Yah," sanggah Anggun dengan kaget menepis tangan ayahnya sedikit kasar.
Pak Hendra pun terkejut dengan reaksi Anggun yang terlihat sedikit berlebihan. Pak Hendra menelisik dan melihat lengan putrinya dengan seksama.
"Ini kenapa?!" tanya Hendra seraya memegangi lengan Anggun.
Namun reaksi Anggun sungguh diluar dugaan, Anggun berteriak histeris lalu menarik diri menjauh saat lengannya dipegang pak Hendra, padahal pegangan itu bahkan tak menggunakan tenaga.
Pak Hendra dan Bu Maryani saling berpandangan sejenak, lalu perlahan mendekati Anggun yang duduk jongkok seraya menutup kedua telinganya, seperti seseorang yang sedang ketakutan.
"Nak, kamu kenapa? Ceritakan pada Ayah dan Ibu. Siapa yang berbuat jahat padamu?" Entah darimana datangnya, bahkan tanpa ijin airmata Bu Maryani menggenang penuh di sudut matanya.
Pak Hendro pun tertegun sesaat, lalu ikut mendekati putrinya, mengelus perlahan punggungnya, sementara Bu Maryani perlahan meraih tubuh Anggun untuk memeluknya.
Trauma! Trauma itu sungguh berat dan membebani Anggun dibawah sadarnya, tubuh Anggun bereaksi menarik diri, membentengi diri bahkan hanya dari sentuhan lembut sang ayah sekalipun.
Tubuh Anggun gemetar masih dalam posisinya meringkuk memeluk kedua lututnya yang ia tekuk, seraya membenamkan kepala diantaranya.
"Nggun, cerita sama Ibu, kamu kenapa? Jangan seperti ini, Ibu dan Ayah jadi bingung."
Anggun masih terdiam dan tenggelam mengolah sendiri kegetiran dan kepahitan yang dirasakannya, jantungnya berdetak semakin cepat saat rasa takut itu semakin menguasainya.
"Nggun ...." Pak Hendra meraih pelan lengan sang putri, namun Anggun melemah dan ambruk terkulai ke lantai dapur yang masih sedikit basah karena tumpahan air dari dandang yang tadi tak sengaja ia gulingkan.
Tanpa banyak berpikir, pak Hendra segera membopong putrinya setelah Bu Maryani melepas celemek yang masih dikenakan Anggun, membaringkannya di kamar Anggun.
Bu Maryani mengoleskan minyak kayu putih di pelipis, dada, telapak tangan dan kaki, serta bagian hidung Anggun, berharap putrinya segera sadar.
"Memangnya tadi kenapa sih, Bu? Kenapa tubuhnya banyak memar begini?" tanya pak Hendra khawatir.
"Tadi pulang diantar Thalia, cuma bilang kalau mereka habis jatuh berdua pas boncengan, pas tak tanya apa ada yang luka, katanya memang cuma memar-memar saja," terang Bu Maryani seraya memijat-mijat lengan kaki dan bagu sang putri.
Pak Hendra memeriksa kembali luka memar di lengan Anggun yang sangat terlihat jelas. "Kita periksakan aja lah Bu, dia sepertinya sangat kesakitan sampai pingsan seperti ini." Terlihat jelas ekspresi khawatir di wajah pak Hendra.
"Huum Yah, coba panggil Lia, suruh persen taksi," sahut wanita paruh baya itu panik.
Belum juga pak Hendra beranjak, sosok yang dibutuhkan telah datang, berjalan tergesa lalu berdiri di ambang pintu kamar Anggun. "Ada apa sih, gaduh banget?"
"Ah Lia! Tolong panggilkan taksi, ini Anggun tiba-tiba pingsan!" ucap pak Hendra yang bernada perintah.
"Hah?! Kok bisa, kenapa?" Aulia berjalan mendekat ke ranjang Anggun.
"Udah, buruan pesankan dulu taksinya!" gertak pak Hendra tegas.
Aulia kembali menarik langkah kakinya, lalu setengah berlari kembali ke kamar untuk mengambil ponsel, dan bergegas membuka aplikasi untuk memesan taksi secara online, seraya berjalan kembali menuju kamar Anggun.
"Mau ke rumah sakit mana?" tanya Aulia ikut panik.
"Terserah aja, yang paling deket!" sahut cepat pak Hendra.
Tak lama taksi pun datang, pak Hendra kembali membopong Anggun membawanya ke dalam taksi.
"Titip jaga adik-adikmu ya, Ibu sama Bapak periksakan Anggun dulu," pamit bu Maryani pada Aulia.
Aulia menghela napas menatap mobil taksi yang semakin menghilang diujung jalan.
"Sejak pulang sekolah tadi, kenapa anak itu tiba-tiba sedikit aneh, tadi aku lihat dia nangis pas ngajarin PR adeknya." gumamnya seraya kembali masuk ke dalam rumah. "Ada apa ya kira-kira."
Sesampai dirumah rumah sakit, beberapa petugas medis segera memeriksa Anggun. Bu Maryani dan pak Hendra menunggu dengan cemas.
"Ada beberapa luka memar di lengan tangan dan kaki, Dok," lapor seorang perawat saat sang dokter memasangkan stetoskop andalannya untuk memeriksa Anggun yang masih terkulai lemah tak sadarkan diri.
"Periksa bagian tubuh lainnya!" Meski ucapannya seakan memberi perintah, namun tangan cekatan dokter Wirya bergerak lebih cepat dari para perawat, ia segera menyingkap baju anggun, dan menemukan dua luka lebam lain di pinggang Anggun.
Para petugas medis saling pandang dengan ekspresi khawatir dan terkejut. "Panggil masuk kedua orang tuanya!"
...****************...
To be continue....
Ini Anisa sama temennya kan 😮💨
Apa ig nya 🤭
lebih cocok jadi anaknya Tono dia 😩