"Aku pikir kamu sahabatku, rumah keduaku, dan orang yang paling aku percayai di dunia ini...tapi ternyata aku salah, Ra. Kamu jahat sama aku!" bentak Sarah, matanya berkaca-kaca.
"Please, maafin aku Sar, aku khilaf, aku nyesel. Tolong maafin aku," ucap Clara, suaranya bergetar.
Tangan Clara terulur, ingin meraih tangan Sarah, namun langsung ditepis kasar.
"Terlambat. Maafmu udah nggak berarti lagi, Ra. Sekalipun kamu sujud di bawah kakiku, semuanya nggak akan berubah. Kamu udah nusuk aku dari belakang!" teriak Sarah, wajahnya memerah menahan amarah.
"Kamu jahat!" desis Sarah, suaranya bergetar.
"Maafin aku, Sar," bisik Clara, suaranya teredam.
***
Mereka adalah segalanya satu sama lain—persahabatan telah terjalin erat sejak memasuki bangku kuliah. Namun, badai masalah mulai menghampiri, mengguncang fondasi hubungan yang tampak tak tergoyahkan itu. Ketika pengkhianatan dan rasa bersalah melibatkan keduanya, mampukah Clara dan Sarah mempertahankan ikatan yang pernah begitu kuat?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 3. Top Markotop
Akhirnya Clara benar-benar menginap di rumah Sarah, tanpa memberitahu kedua orang tuanya terlebih dahulu. Kedua orang tuanya sedang diam-diaman di rumah, tanpa saling bicara atau menegur karena pertengkaran mereka. Bahkan, mereka tidak sadar jika Clara sudah tidak ada di rumah.
Clara tidur di kamar Sarah bersamanya. Berbalut selimut yang sama dan saling berpelukan erat. Seperti dua saudara perempuan, Sarah tersenyum manis sebelum ia menutup matanya.
"Tidur yang nyenyak ya Bestie, mimpi yang indah," ucap Sarah lirih sebelum matanya terpejam.
Malam itu udara sangat dingin, menusuk sampai ke tulang. Angin berdesir di luar jendela, namun di dalam kamar, terasa hangat. Clara dan Sarah tertidur pulas, tubuh mereka saling bertaut erat dalam pelukan yang nyaman. Kehangatan tubuh mereka mengusir dinginnya malam.
Pagi menjelang, Clara perlahan membuka mata, menguceknya pelan sebelum meregangkan tubuh.
"Huammpp," sebuah lenguhan menguap meninggalkan bibir Clara. Ia menoleh ke samping; Sarah sudah tidak ada. Clara pun bangkit dari kasur.
"Sarah di mana sih?" tanya Clara sendiri.
Dengan langkah gontai, ia menuju pintu, rambutnya seperti sarang burung, matanya masih terpejam. Pintu terbuka, dan hening menyapa. Di luar kamar Sarah, tak ada seorang pun, tak ada satu pun suara, hanya kesunyian yang menyelimuti.
Clara yang hampir setiap hari pergi ke rumah Sarah sampai hafal setiap sudutnya. Ia melangkah menuju dapur, tempat Sarah biasanya menghabiskan pagi harinya. Benar saja, Sarah ada di sana, asyik memetik sayuran dan menyesap teh hangat.
"Sar," panggil Clara. Sarah menoleh, tersenyum manis.
"Hai, pagi, gimana tidurnya semalam? Nyenyak?" tanya Sarah.
Clara mengangguk, lalu duduk di kursi dekat Sarah. Wajahnya masih tampak lelah karena baru bangun tidur.
"Biasa aja sih. kamu sendiri kok bangun-bangun nggak bangunin aku?" tanya Clara.
"Hehe, aku nggak mau ganggu tidur kamu. Tadi aku bangun setengah lima pagi, mau bikin nasi sekalian masak. Lagi pula kamu nginep di sini kan, kalau aku nggak masak kita mau makan apa coba?" tanya Sarah, sekilas menoleh ke Clara sambil tangannya tak berhenti memetik sayuran dan memasukkannya ke dalam baskom.
Clara menoleh ke sayur yang sedang dipetik Sarah. "kamu mau masak apa? itu kangkung bukan?" tanyanya, merasa tidak asing dengan sayur yang sedang dipetik Sarah.
Dengan senyum tipis, Sarah mengangguk pelan, tetap fokus pada pekerjaannya. "Iya ini kangkung. Kemarin Mama aku beli kangkung di pasar sama sayuran lain, terus dimasukin ke kulkas buat bersediaan. Jadinya ya aku ambil dari itu aja," jelasnya.
Clara kembali mengangguk. "Ehm, Sar, nanti kita harus ke kampus ya?" tanyanya, menoleh ke Sarah, tapi orang yang ditanya sedang sibuk memetik sayuran, lalu membawanya ke wastafel untuk dicuci.
"Iya kan kita hari ini ada kelas. Ra, kamu kan di sini ya, terus kuliah kamu gimana? kamu mau pulang dulu atau gimana nih?" tanya Sarah.
Clara diam saja. Ia sendiri juga bingung harus melakukan apa dan bagaimana. Sekarang ia sedang berada di rumah Sarah, sementara baju dan perlengkapan kuliahnya ia sama sekali tidak membawanya.
"Mungkin aku akan pulang dulu. Nggak tahu lah, pusing aku," jawab Clara malas.
Sarah menggeleng pelan mendengar jawaban Clara. Dengan lembut, ia meletakkan sayuran yang baru dicucinya di meja dekat wastafel, lalu berjalan menuju pantry yang harum aroma kopi. Di sana, ia mengambil gelas dan menyeduh secangkir teh hangat untuk Clara, lalu meletakkannya di meja kecil di depan temannya itu.
"Minum dulu biar anget," ujar Sarah lembut, setelah meletakkan cangkirnya.
Clara menoleh, tersenyum manis penuh terima kasih pada Sarah. Hangat terasa di hatinya melihat perhatian Sarah. "Makasih, ya," katanya, lalu menyesap teh hangat buatan Sarah.
"Emang nggak ada yang ngalahin deh teh buatan kamu ini. Manisnya pas, enak!" seru Clara, jempol kanannya teracung.
Pipi Sarah langsung memerah karena pujian itu, ia mengangguk pelan. "Bisa aja kamu. Ehm, nanti kan kita kuliahnya sekitar jam sembilanan ya, aku mau masak dulu. Soalnya orang tuaku juga bentar lagi bakal pulang dari luar kota. Kamu mau nungguin aku masak atau gimana?" tanyanya.
Clara malah menyeruput minumannya, diam. Setelah beberapa saat, ia mengangguk pelan, "Lagi males aku pulang ke rumah. Kamu tahu sendiri kan orang tuaku gimana kemarin? Aku mau di sini aja deh nungguin kamu masak. Nggak papa kan kalau aku di sini?" tanyanya.
Sarah duduk di samping Clara, menepuk tangannya lembut. "Nggak papa. kapan sih aku nggak ngebolehin kamu di sini? udah kamu santai aja. Nanti kita sarapan bareng-bareng, oke? Aku mau masak dulu," jawabnya, lalu berdiri dan menuju wastafel untuk mengambil sayuran.
Clara berdiri, menghampiri Sarah. "Aku bantuin masak ya? nggak enak rasanya kalo cuma duduk diem sambil lihatin kamu masak," katanya, lalu menuju pantry. Ia mengambil bawang merah dan bumbu lainnya, mengambil pisau, dan mulai mengupas semuanya.
"Kamu duduk aja juga nggak papa kok, aku bisa sendiri. Aku nggak mau repotin kamu," kata Sarah, lembut.
"Nggak papa, udah, aku bantuin kamu masak aja biar cepet. Ehm, ngomong-ngomong kamu mau masak apa sih? tumis kangkung?" tanya Clara, sekilas menoleh pada Sarah yang sedang meletakkan wajan di kompor di sampingnya.
Sarah mengangguk, sembari menuangkan minyak ke dalam wajan. "Iya, maaf ya kalau cuma sederhana. Soalnya yang ada di kulkas cuma sayuran gini doang. Tadi ada beberapa sayuran lain, tapi aku rasa cukup ini aja buat kita sarapan.
Nggak papa kan kalau kita sarapan ini? aku takut kamu nggak suka. Di rumah kamu nggak biasa makan sayuran kayak gini kan?" tanyanya.
Clara terlahir sebagai anak orang berada. Papanya adalah seorang karyawan di perusahaan besar, sementara mamanya adalah ibu rumah tangga sekaligus pemilik sebuah butik yang lumayan terkenal di kota mereka. Bisa dibilang keuangan di keluarga Clara tercukupi.
Clara menggeleng, lalu tersenyum tipis. Ia menoleh ke Sarah, "Tumis kangkung juga enak. Aku bahkan di rumah pernah loh nggak makan gara-gara Mama sama Papa sibuk sama dunia mereka," katanya dengan nada sedikit sedih.
Sarah menghela napas. Ia mengambil bumbu-bumbu yang sudah dikupas Clara, membilasnya di wastafel, lalu kembali ke tempat semula untuk memotongnya kecil-kecil.
Setelah bumbu siap, Sarah menyalakan kompor dan menumisnya. Sembari menumis, ia menoleh ke Clara. "Kamu harus pikirin kesehatan kamu ya, jangan kayak gitu lagi. Kamu boleh marah, boleh nangis, tapi juga harus pikirin kesehatan kamu. Aku nggak mau kamu sakit," katanya perhatian.
Lalu Sarah masukan kangkung segar yang tadi dicucinya ke dalam wajan. Ia menumisnya hingga layu, aromanya yang sedap langsung tercium. Setelah kuah tumisan mendidih, Sarah mencicipinya dengan sendok.
"Hmm, dah oke." Sarah mengangguk puas setelah mencicipi tumis kangkungnya. Dengan hati-hati, ia mengambil sebatang kangkung dan memencetnya; teksturnya sudah empuk. Ia pun mematikan kompor dan meletakkan spatula di wajan.
"Dah mateng nih Ra, kamu mau sarapan sekarang?" tanya Sarah kepada Clara di sampingnya.
Clara menggeleng, lalu berbalik dan kembali duduk di kursi tempatnya duduk tadi. "Nanti aja aku belum laper," jawabnya.
Seulas senyum mengembang di bibir Sarah. Ia berbalik, mendekat, dan berdiri di samping Clara yang sedang duduk. Dengan lembut, Sarah menyentuh bahu Clara. Clara menoleh, penasaran.
"Ra, aku bukan mau ngusir kamu ya, tapi apa nggak lebih baik kamu pulang dulu dan bersih-bersih? sekarang udah mau setengah tujuh loh," kata Sarah mengingatkan.
Clara mengangguk, lalu meraih tangan Sarah di bahunya dan menempelkannya di pipi. Hangat dan lembut, tangan Sarah terasa sedikit basah dan beraroma rempah-rempah masakan.
"Aku mau sarapan dulu sama kamu, habis itu pulang," kata Clara.
Sarah tersenyum hangat, tangannya terangkat sebelah mengelus lembut rambut Clara, "Ya udah kalau gitu aku siapin dulu ya," katanya.
Clara melepaskan tangan Sarah yang ia pegang. Dengan cekatan, Sarah mengambil dua piring dan sendok dari rak, meletakkannya di meja. Ia lalu mengambil nasi dari magic com dan tumis kangkung yang sudah ia pindahkan ke dalam mangkuk besar, dan menatanya di meja.
Sarah mengambilkan nasi dan lauk untuk Clara, baru untuk dirinya sendiri. Mereka menikmati sarapan mereka dengan hening. Tanpa sepatah kata pun, sampai akhirnya nasi di piring mereka habis tak tersisa.
"Masakan kamu emang top markotop deh Sar. Nggak ada yang bisa ngalahin, serius!" puji Clara sambil mengangkat kedua jempolnya dan tersenyum lebar, memperlihatkan deretan giginya yang putih bersih.
Sarah, yang merasa malu mendengar pujian berlebihan itu, hanya tersenyum simpul dan menepuk tangan Clara yang tergeletak di atas meja. "Bisa banget kamu muji aku. Makasih loh," katanya, pipinya memerah sedikit.
Mereka lalu mengobrol sebentar, membahas hal-hal ringan dan lucu tentang pengalaman mereka di kampus. Suasana hangat dan ceria menyelimuti mereka. Namun, waktu terasa cepat berlalu. Clara melirik jam tangannya, lalu bangkit berdiri. "Wah, udah mau jam delapan nih, aku pulang dulu ya, Sar," ucapnya.
Sarah mengangguk mengerti. "Yaudah, hati-hati di jalan ya," jawabnya.
Clara mengangguk, lalu mengeluarkan ponselnya dan memesan taksi online. Tak lama kemudian, sebuah taksi berwarna biru berhenti di depan rumah Sarah. Clara melambaikan tangan kepada Sarah. "Nanti ketemu di kampus ya, Sar!" teriaknya sebelum masuk ke dalam taksi.
Taksi pun melaju pergi, meninggalkan Sarah yang masih berdiri di depan pintu, melambaikan tangan sambil tersenyum.
Bersambung ...