Ketika Yang Kucintai Berkhianat

Di dalam taksi yang aku tumpangi menuju ke rumah, aku juga tidak bisa untuk tidak menangis. Sampai supir taksi yang sepertinya kasihan padaku, memberikan satu kotak tissue yang awalnya ada di dalam dashboard mobil nya padaku. Aku memang hancur, tapi aku masih ingat Mika. Hingga aku memilih untuk naik taksi daripada mengemudikan mobil ku sendiri. Karena aku tidak akan bisa menyetir dalam keadaan seperti ini.

Sampai di depan gerbang rumah ku, aku lihat mobil mas Hadi sudah ada didepan. Dengan cepat aku membayar taksi dan turun dari mobil taksi. Aku menghampiri mas Hadi yang mengeluarkan koperku dari dalam rumah dan melemparkannya keluar.

"Mas...!" ucap ku dan air mataku kembali mengalir.

"Keluar kamu dari rumah ini, mulai sekarang kita tidak ada hubungan lagi. Keluar kamu, dari rumah ini. Ingat perjanjian pra nikah kita kan, yang berkhianat yang harus meninggalkan rumah dan hak asuh Mika. Aku akan mengurus perceraian kita ke pengadilan. Kamu benar-benar mengecewakan Sila!" ucap mas Hadi lalu masuk ke dalam rumah dan menutup pintu dengan kencang.

Aku bersimpuh di hadapan kedua koper yang berisi barang-barang ku. Aku yakin mas Hadi sudah mengemas semuanya tanpa ada sisa. Aku sadar kalau apa yang dilakukan mas Hadi ini adalah bentuk kekecewaan dan sakit hatinya padaku. Aku bahkan tidak bisa menerima kalau mas Hadi mendapatkan chat dari wanita lain di malam hari, dan itu akan membuat kamu bertengkar hingga aku pernah menyuruh mas Hadi tidur di luar rumah. Lalu bagaimana dengan aku yang telah tidur dengan pria lain, hatinya pasti sangat sakit dan hancur karena hal ini.

Kenapa semua ini terjadi padaku, bagaimana dengan Mika. Aku sama sekali tidak bisa tidur kalau tidak ada Mika di sisiku. Bagaimana aku bisa makan tanpa ada mas Hadi yang suka menyuapi ku dan Mika yang selalu minta aku pangku kalau mau makan. Bagaimana aku akan hidup tanpa mas Hadi dan Mika yang sudah seperti nyawa dan nafas bagiku. Bagaimana aku bisa hidup tanpa nafas dan nyawa.

Satu jam aku masih berada di depan teras rumah. Tidak beranjak satu centi pun. Sampai tiba-tiba ada sebuah mobil yang datang, dan aku hafal siapa pemilik mobil itu. Itu adalah mobil ayah ku, Prio Utomo.

Ayah dan ibu turun dari mobil dengan membawa Mika yang memang masih ada bersama mereka karena aku dan mas Hadi akan merayakan anniversary pernikahan kami yang kelima.

"Mama!" teriak Mika lalu berlari ke arah ku.

Sedang ayah dan ibuku tampak kebingungan melihat ke arah dua koper yang ada di depanku.

Aku memeluk Mika dengan erat, aku mencium kedua pipinya, keningnya berulang kali.

"Mama, kenapa? Mama nangis?" tanya putri kecilku.

"Mika sayang, maafkan mama sayang. Maafkan mama. Mika dengar ya, tidak ada satu pun di dunia ini yang lebih mama sayangi selain Mika...!"

"Jangan berbohong pada Mika!" teriak mas Hadi yang baru keluar dari dalam rumah dan menarik tangan Mika menjauh dariku.

"Nak Hadi, ada apa ini?" tanya ibu ku yang berusaha membantuku untuk bangun.

"Tanyakan pada putri ibu itu, tanyakan bagaimana semalam dia tidur dengan pria lain di malam anniversary pernikahan kami...!"

"Hadi!" bentak ayah menyela ucapan mas Hadi.

"Mika sayang, masuk dulu ya!" ucap ayah lalu meminta baby sitter Mika yang memang ikut kemana pun Mika pergi untuk mengajak Mika masuk ke dalam rumah.

"Maaf ayah, tapi hari ini aku kembalikan anak ayah dan ibu. Aku sudah menalak Sila, dan aku akan urus perceraian kami di penga...!"

"Nak Hadi bicara apa? jangan sembarang bilang talak!" sela ibu ku.

"Ayah, ibu aku minta maaf. Tapi Sila sudah mengkhianati ku, semalam dia tidur dengan pria lain. Aku menunggunya semalaman hingga tidak tidur semalaman, aku menghubungi nya tapi ponselnya tidak aktif. Dan begitu pagi datang, dia juga datang dengan jubah mandi dan tanda dari pria lain di seluruh tubuhnya!"

Plakk

Belum selesai mas Hadi menceritakan apa yang terjadi, ayah ku sudah menamparku dengan sangat keras hingga aku terjatuh ke lantai.

"Ibu, bawa Sila masuk ke dalam mobil!" teriak ayah ku membuat ku semakin terisak.

Ibuku juga ikut menangis dan berusaha membangunkan aku.

Saat aku dan ibu berjalan masuk ke dalam mobil aku mendengar ayah berkata pada mas Hadi.

"Nak Hadi, ayah minta maaf. Ayah yang tidak bisa mendidik anak dengan baik. Tapi Mika...!"

"Maaf ayah, seperti perjanjian pra nikah yang diminta ayah dulu, yang berkhianat akan kehilangan hak asuh atas anak kami, Mika!" ucap mas Hadi.

Aku hanya bisa menekan dadaku yang terasa sangat sakit mendengar apa yang dikatakan mas Hadi. Bagaimana aku bisa hidup tanpa Mika, bagaimana bisa...

Aku sudah duduk di dalam mobil, menunggu supir memasukkan koperku ke dalam bagasi. Ayah juga sudah masuk ke dalam mobil, dan mas Hadi juga sudah masuk ke dalam rumah. Aku terus memandang rumah berlantai dua yang kami bangun bersama dari awal pernikahan kami. Satu tahun rumah ini jadi, dan kami bisa membawa Mika kecil yang berusia dua bulan kala itu masuk ke dalam rumah ini. Rumah yang selama ini penuh dengan canda tawa Mika, tangis Mika. Aku tidak akan pernah bisa menginjakkan kaki ku ke rumah ini lagi. Dan aku tidak akan pernah bisa bertemu dengan Mika lagi karena mas Hadi begitu marah dan kecewa padaku.

Mobil sudah melaju, aku sampai melihat ke arah jendela mobil bagian belakang. Rasanya begitu tidak tega meninggalkan rumah yang sudah aku tinggali dengan mas Hadi dan Mika selama hampir empat tahun itu. Kesalahan dalam semalam yang entah kenapa bisa aku lakukan, membuat ku kehilangan semua hal berharga dalam hidupku. Saat sampai di tikungan dan aku tidak bisa melihat rumah itu lagi, aku hanya bisa menangis sambil menundukkan kepalaku. Ibu ku yang tidak perduli kalau aku salah, masih setia memelukku dan sesekali mencium kepalaku berusaha untuk menguatkan aku.

Ya Tuhan, kenapa semua ini terjadi padaku. Apa yang harus aku lakukan, aku telah membuat suami ku marah, suami yang begitu mencintai ku, suami yang begitu baik kecewa padaku, suami yang selalu membelaku mengakhiri segala hubungan nya dengan ku. Kenapa aku bisa sebodoh ini, aku bahkan harus kehilangan kebersamaan dengan Mika, nyawaku. Bagaimana aku akan melewatkan setiap lagu yang akan dia hafalkan, setiap momen yang biasanya aku abadikan di ponselku.

Ya Tuhan, bagiamana aku bisa hidup tanpa mas Hadi dan Mika.

***

Bersambung...